58. Hurt Love Words

11.3K 1.4K 47
                                    

“Mom hentikan!” Kudengar Harry berteriak dari sana dengan menghempaskan tangan Anne yang terus-menerus menariknya untuk menjauhiku. Aku berlari untuk dapat menjangkau mereka. Sialan malam ini menjadi benar-benar kacau.

“Kau tidak boleh berhubungan dengannya!”

“Apa? Kau tidak berhak mengaturku.” Balas Harry dengan berteriak keras. Saat aku sampai di dekatnya, aku menarik tangannya jauh. Aku tak ingin masalah ini menjadi jauh lebih buruk. Ke mana Des?

“Harry sudahlah.” Aku menenagkannya dengan mengusap dadanya yang kembang-kempis. Aku harap Harrold tidak datang dan memperburuk situasi. Anne hanya terdiam membeku mendengar bentakan Harry. Aku tak tahu apa ia tersinggung atau justru memikirkan cara untuk membuat malam ini menjadi semakin buruk.

“Aku sudah mengikuti kemauanmu. Seluruh kemauanmu! Sekarang kau akan menghalangi cintaku?” napasnya tersengal-sengal namun suaranya melunak sementara Anne terus menunduk. “Aku rela dibenci Gemma untuk merestui pernikahanmu. Aku rela tak bertemu Dad untuk meyakinkan Ivan kalau Dad sudah mati. Aku rela melakukan apa pun untuk membuatmu bahagia. Tidak bisakah kau biarkan aku bahagia sekali saja dengan pilihanku? Sudah cukup kau menghalangi malam indahku bersama Dad. Jangan Brittany. Aku mencintainya, dan hanya aku yang boleh memilikinya.” Kata-kata itu seakan menampar batinku. Hatiku begitu tersentuh saat ia membelaku mati-matian di hadapan ibunya yang menghalangi hubungan kami entah untuk apa.

Kenapa misteriku tak pernah menemukan titik yang pasti? Selalu saja datang misteri baru sebelum aku dapat menyelesaikan misteri lama.

“Ayo Brit.” Harry menggandeng tanganku melewati Anne.

“Tapi Harry.” Aku sedikit menunduk berpamitan ketika melewati Anne. Namun aku berani bertaruh bahwa ia sama sekali tak melihatku yang menunduk ke arahnya karena ia sedang tertunduk dan wajahnya terhalangi rambut halusnya.

Harry membimbingku untuk masuk ke dalam Enzo-nya. Setelah itu disusul olehnya.

“Harry, kau terlalu kasar. Kurasa kau berubah.” Ya, Harry tidak pernah menjadi sosok yang kasar seperti barusan. Kedua halisnya saling bertautan mencerminkan perasaannya yang begitu awut-awutan.

Puji Tuhan karena Harrold tak datang menghampiri jasad Harry. Jika saja itu terjadi, mungkin semuanya takkan berlalu semudah ini. Aku menoleh ke arah Harry dan memerhatikan matanya yang memerah. Ia mengacak-acak rambutnya dengan frustasi.

“Harry, kau baik-baik saja?”

“Apa aku kelihatan baik-baik saja?” Harry menatapku dengan getir. Lalu kembali lagi ke jalanan.

“Harry, hentikan mobilnya. Aku mohon Sayang, kau tak bisa menyetir dengan keadaan seperti ini.” Aku meremas tangannya dengan lembut. Ia tampak menimbang-nimbang dan akhirnya ia menghentikan mobilnya.

Tanganku berpindah ke bahunya. Aku mengusap-usapnya dengan tempo yang lambat untuk menenangkannya. Kenapa ia terlihat begitu emosi? Apakah memang ini lah emosi Harry yang baru kuketahui? Karena setahuku jika Harry marah maka Harrold akan menggantikannya.

“Kau benar. Aku tak mengingat jalan apa ini.” Kata Harry depresi. Aku melihat sekeliling dan memang asing dengan jalan ini. Ini terlalu sepi untuk dipanggil kota London. Atau mungkin kami sedang berada di jalan yang memang jarang dilewati masyarakat London?

“Tenanglah Harry.”

“Ke mana Harrold? Aku tak bisa seperti ini. Aku harus tenang.” Napasnya masih tersengal-sengal. Memangnya jika Harrold merasuki, Harry bisa tenang? “Aku membutuhkannya.”

“Harry.” Aku mengangkat wajahnya untuk dapat menatapku. Tatapannya sangat ketakutan dan mengkhawatirkan. Aku sungguh tak tega melihatnya seperti ini. “Kau memiliki aku sekarang. Hanya aku yang kau butuhkan.” Aku menyusuri wajahnya dengan jemariku. Aku begitu sakit melihatnya terluka. Aku tak mau melihat matanya berair seperti ini. Aku tak bisa.

(TERBIT) Alter EgoWhere stories live. Discover now