31. His Apartement

16.8K 1.6K 67
                                    

A/n: Maaf buat notes yg kemarin yaaa... Tapi itu benar-benar dalam hati. Wkwkwk :D sooo.... silent reader, just leave now!!! I mean it. Madafakah!!!

                “I’m sorry. Aku tak bermaksud menyinggung itu.” Katanya membuatku semakin terhanyut dalam perasaan yang mendalam terhadapnya.

                “Bagaimana ayahmu?” tanyaku.

                “Ia di Skotlandia.”

                “Skotlandia? Kenapa kau tak memberitahuku?” itu menjawab pertanyaanku saat aku bercerita tentang Skotlandia padanya dan wajahnya begitu terkejut. Jadi ayahnya tinggal di sana? Ia mengangguk.

                “Maaf, kurasa itu tak penting dibahas.” Wajahnya berubah lagi menjadi muram. Kenapa hari ini menyebalkan sekali sih untuk kami berdua?

                “Oke. Eh tunggu.” Aku bangun dari sandarannya mengingat sesuatu.

                “Apa?” tanyanya bingung.

                “Di sini ada lima kamar. Jika kau, Jeff, Liam, dan Louis menempati tempat ini bersamaan, lalu siapa satu lainnya?” tanyaku penasaran. Ia membuang muka dari arahku sambil mendengus kesal. Kenapa? Aku hanya ingin tahu.

                “Itu tidak penting Brit. Percayalah.” Katanya dengan kesal.

                “Aku ingin tahu.” Aku memutar wajahnya yang kalut. Kalau saja ekspresinya tidak seperti ini, mungkin aku akan berhenti penasaran.

                “Kendall.” Jawabnya membuatku seketika membeku. “Kau bilang kau ingin menciumku?” Harry menginterupsi. Aku berdiri dari sofanya dan menjauh. Kendall tinggal di sini? Bagaimana bisa dia menyembunyikan semua itu dariku? Seharusnya ia memberitahuku. Kenapa aku jadi berpikiran macam-macam mengenai mereka? Mengingat betapa mudah akses yang Kendall miliki untuk bertemu dengan Harry.

                “Ada yang salah?” ia menghampiriku.

                “Terlalu besar. Kenapa kau tak memberitahu bahwa dia—” aku menunjuk keluar, “tinggal di sini.” Teriakku membuat Harry mengerutkan halisnya.

                “Itu tidak penting Brittany!” balasnya membuatku mendelik ke arahnya.

                “Tidak penting? Berapa kali ia keluar-masuk kamarmu?” tanyaku sarkastik. Aku cemburu! Aku marah! Itu yang tengah kurasakan sedaritadi saat masih berada di rumah. Kenapa semua orang seolah menjauhiku?

                “Brittany!” pekiknya membuatku melonjak kaget. “Ia tak pernah masuk ke ruanganku! Itu hanya kau! Kau yang pertama!” Harry berteriak membuatku tertunduk. Mungkin ia tak pernah masuk kamar Harry. Bagaimana dengan kamar Harrold? Berapa kali mereka melakukan hubungan itu? berapa kali Harrold meneriakkan nama Kendall? Aku menggigit lidahku mencegah air mataku turun. Tapi semuanya terlambat. Mereka jatuh dengan bebas membasahi pipiku.

                Kurasakan kini Harry berada di depanku. Ia mengangkat daguku untuk bisa melihat ke dasar matanya yang menatapku lekat. Pupil matanya mengecil seiring tatapannya yang lembut menyerangku membuatku meleleh.

                “Sayang, aku tahu apa yang kaupikirkan. Aku… aku tak tahu harus berapa kali memberitahumu bahwa Harrold bukanlah diriku. Tapi aku tahu persis bagaimana rasanya. Aku minta maaf sudah berteriak tadi.” Katanya sambil menghapus buliran air mata di pipiku. Semarah apa pun aku padanya, tatapan hangatnya selalu menjadi penenang bagiku, seperti Valium. “Itu lah kenapa aku memintamu untuk tinggal bersamaku.” Katanya membuatku mendongak dan membalas tatapannya yang penuh dengan harapan.

(TERBIT) Alter EgoWhere stories live. Discover now