15. Stay With Me!

18.4K 1.8K 64
                                    

"Harry, boleh aku pulang?" aku berpamitan saat Harry sedang bercanda gurau dengan temannya ini. Kurasa dia temannya Harry. Maksudku benar-benar teman Harry. Bukan Harrold. Harry berdiri menyambut kedatanganku. Ia berbisik peda lelaki yang dipanggilnya Zayn itu dan menggiringku keluar bersama dengannya.

"Aku akan mengantarmu." Katanya pelan. Aku segera menggelengkan kepalaku tak ingin merepotkannya. Terlebih Harry sedang kedatangan seorang temannya yang terlihat sangat ia rindukan.

"Tidak usah Harry. Ada temanmu di dalam." Aku menolaknya secara halus.

"Oh dia? Zayn? Dia tidak keberatan aku tinggal sebentar. Kau bilang kau tidak bawa mobil dan aku takkan membiarkanmu naik taksi." Katanya protektif.

"Kenapa?" aku mengerenyit bingung.

"Aku melihat film panas dan pemainnya adalah supir taksi dan penumpangnya." Ucapnya khawatir.

"Kau pikir aku semurahan itu?" bentakku merasa tersinggung.

"Harry, kau baik-baik saja?"

Suara Zayn dari dalam membuat jeda di antara konfrontasi kami. Harry mengabaikan pertanyaan Zayn dan kembali fokus padaku. "Jangan salah paham dulu! Supir taksi itu memerkosa penumpangnya, bukan karena dasar saling suka." Jelasnya membuatku mendelik ke arahnya tak mengerti jalan pikirannya. Bagaimana bisa dia berpikir bahwa aku akan diperkosa seorang supir? Bahkan dia yang pernah memerkosaku bukan? Walaupun itu Harrold.

"Aku akan mengantarmu." Ia menuntun tangan dan menarikku bersama dengannya. Aku hanya bisa pasrah dengan keputusan bos gilaku ini.

"Kenapa kau ingin mengantarku?" tanyaku sedikit kesal.

"Karena aku peduli." Ia menjawabnya. Oh apa aku tuli atau ia baru saja mengatakan bahwa ia peduli padaku?

Ia membukakan pintu mobilnya untukku dan mempersilahkan aku untuk masuk terlebih dahulu ke dalam Enzo-nya. Ia pun menyusul dengan masuk ke kursi di sebelahku. Ia mulai mengendarai mobilnya.

"Sebelumnya terimakasih." Aku melirih malu dan masih kaget dengan ucapan kepeduliannya barusan.

"Tidak. Aku yang berterimakasih." Ia tersenyum mencoba menyapu habis rasa gugupnya. Aku bisa membaca itu dari wajahnya. Aku menatapnya yang sedang mencoba fokus menyetir.

"Untuk apa?" tanyaku. Ia memutar bibirnya menimbang-nimbang apakah dia harus memberitahuku untuk apa dia mengucapkan terimakasih? Tapi setelah itu ia membuka mulutnya dan memutuskan untuk memberitahuku.

"Kau membuat suasana hatiku bagus. Sehingga hari ini Harrold tak merebutku dari jasadku." Katanya penuh dengan inferioritas.

"Benarkah? Dengan membuka kancing kemejamu?" godaku sekaligus untuk mencairkan suasana canggung di antara kami.

"Kau yakin hanya membuka kancing kemejaku? Kau juga melucutinya." Balas Harry membuatku memerah.

Selama perjalanan, Harry tak pernah menanyakan di mana lokasi rumahku. Kenapa? Apa ia tahu rumahku karena ia pernah memperkerjakan ibuku? Tapi kenapa dia harus melakukan itu?

"Kau mengetahui rumahku?" aku bertanya. Harry pun melirik ke arahku dan mengangguk.

"Ya, aku pernah mengantar Angie pulang. Ia terjatuh secara tiba-tiba dan aku memutuskan untuk mengantarnya ke Rumah Sakit. Tapi ia memintaku untuk mengantarnya ke rumah saja, lalu setelah itu ia meminta cuti dariku. Dan kau tahu? Aku butuh seseorang yang bisa menjaga rahasia untuk menemaniku. Lalu aku memintamu untuk dapat menemaniku di kantor selama Angie libur." Jelasnya dan aku pun mengangguk beberapa kali. "Kau percaya padaku? Kenapa?" tanyaku. "Karena kau anaknya Angie. Jika kupikir Angie bisa menjaga rahasiaku, aku yakin anaknya juga bisa. Awas saja jika kau berani mengkhianati kepercayaanku. Aku akan menidurimu!" ancamnya membuatku semakin bersemangat untuk mengkhianati kepercayaannya. Aku tergelak menelaah pikiranku sendiri.

(TERBIT) Alter EgoWhere stories live. Discover now