52. Welcome Us, London!

11.9K 1.4K 54
                                    

“Apa Angie mulai membenciku?” Harry memainkan rambutku berusaha menenangkan perasaaannya. Aku terlentang di sebelahnya yang terlihat begitu sedih. Ototnya adalah bantal terempuk yang pernah kurasakan. Kehangatan tubuhnya adalah hal terindah dan tak pernah membuatku bosan berada di sekitarnya.

“Tidak Harry, itu hanya perasaanmu saja.” aku mengelak kenyataan. Aku juga sebenarnya bisa melihat tatapan tak suka dari Ibu, tapi itu hanya kekhawatiran yang berlebihan, bukan apa-apa. Dia tidak membenci Harry aku yakin.

Harry menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya dengan sangat berat. Aku mengerti perasaannya. Jika lelaki lain takkan terlalu memedulikan pandangan orang tua kekasihnya, maka tidak dengan Harry. Dia adalah pemuda manis yang nyaris sempurna, ia takkan membiarkan hal-hal kecil seperti itu terjadi. Aku mengusap dadanya perlahan, berusaha mengirimkan aliran ketenangan untuknya yang terlihat begitu kalut.

“Maafkan aku Brit,” oh ia mulai bicara ngawur!

“Harry,” dengan nada memperingati, aku bangun dari lengannya—masih menatapnya. “kau tidak perlu meminta maaf. Itu bukan kesalahanmu sama sekali. Itu kesalahan Harrold. Dia yang memerkosaku, dia yang membuat Ibu—”

“Brit.” Ia memotong ucapanku. “Aku minta maaf untuk ketidaksempurnaanku. Aku minta maaf tak bisa menjagamu dari orang yang paling besar peluangnya untuk menyakitimu.” Katanya nyaris berbisik.

Kena kau! Batinku berceloteh ketika aku memikirkan Harrold di saat Harry meminta maaf atas semua kekurangannya. Aku tertegun beberapa detik, takut Harry marah. Tapi ternyata tidak, itu hanya perasaanku. Wajar kan aku memikirkan Harrold ketika Harry minta maaf untuk sesuatu yang bukan keksalahannya?

“Harry, ketidaksempurnaan bukanlah untuk disesali. Itu jalan hidup. Sayang, dengarkan aku...” aku menarik wajahnya untuk dapat berhadapan denganku. “aku mencintaimu bahkan jika kau seorang monster sekalipun. Sebrengsek apa pun. Aku mencintaimu dengan segala kekuranganmu.” Bujukku tulus.

“Apa kau baru saja mendeskripsikan aku sebagai Harrold hm?” aku kembali tertegun. Apa iya? Aku segera menggelengkan kepalaku menyangkal pertanyaan Harry.

“Tidak. Aku hanya berandai-andai.”

“Ya kau baru saja memikirkan Harrold.”

“Tidak Harry.”

“Mengaku saja, aku tak akan marah.” Ucapan itu seolah memberiku peluang untuk bercerita pada Harry masalah apa yang sebenarya sedang aku dan Harrold hadapi. Tapi tidak mungkin kan jika aku bertanya apakah aku mencintai Harrold atau tidak pada Harry? Itu gila! Harry pasti akan memakiku karena dengan seperti itu berarti aku sama saja dengan Kendall. Tapi kenapa aku tak pernah terpikir jika Kendall akan memilih Harrold? Apa ia merasakan sentuhan yang sama yang Harrold buat? Oh, aku lupa Kendall bahkan lebih sering dariku menerima sentuhan sialan itu. Tidak! Aku tak boleh melangkah bodoh seperti itu. Aku akan tetap memilih Harry.

“Baik Harry aku memang memikirkanya. Aku hanya tidak bisa melupakan kejadian itu.” Kataku merujuk pada kejadian di mana Harrold melakukan hal sekeji itu padaku. Memerkosaku.

“Kau marah padanya karena kejadian itu?” Harry masih saja ingin membahas topik ini.

“Ya tentu saja apa kau gila?” aku tergelak.

“Tapi saat kau bertemu dengannya kau tidak marah?” SKAK-MAT. Aku menerawang jauh ke dasar  matanya. Tatapan mengintrogasi dan berasumsi. Aku mulai menatapya dengan tidak nyaman, ia masih menatapku meminta jawaban.

“Kau mencintainya?” Harry bertanya dengan suara yang lemah. Mataku mengerejap sekali saat ia bertanya seperti itu. Aku harus menjawab apa? Aku juga tidak tahu.

(TERBIT) Alter EgoWhere stories live. Discover now