Special Chapter: 2/4

215 29 1
                                    

"Tanyain lah,"

Chanyeol mendecak begitu Yena bersuara sambil merebahkan diri di kasur dan menatap langit-langit kamarnya diikuti Jisung dan Renjun. Ketiga anak itu menghela napas berat dan melirik Chanyeol payah.

"Gue udah tanya, katanya belum pacaran. Jadi nggak menutup kemungkinan kalo mereka bakal jadian,"

"Hm, apalagi lawannya orang kayak lo." Sindir Renjun bikin mata bundar Chanyeol melotot sebal. "APAAN MAKSUDNYA?"

"Gampang jiper." Ledek Jisung seadanya. Bocah itu kini mulai memejamkan mata, mulai mengantuk pada detik pertama kepalanya menyentuh bantal.

"Bukan jiper, Sung. Nanti kalo Wendy malah ilfeel sama abang gimana?"

"Dih, udah ilfeel duluan kali." Yena tergelak begitu mendengar sahutan Renjun yang sudah mendudukan diri dan menyilangkan kaki disertai tatapan mata sinis. "Lagian ya, dengan lo kabur ke sini setelah tahu Bang Jae mau main ke studio, bukannya lo malah ngasih celah ya buat mereka berduaan?"

"Lo tuh beneran mau balikan nggak sih sama mbak gue? Apa cuma mau mainan doang? Kalo cuma main-main udah deh, mbak gue nggak butuh orang freak kayak lo."

Chanyeol membuka mulutnya untuk membela diri, namun terpaksa tertahan saat Jisung ikut mendudukan diri dan menatapnya malas.

"Bener. Apalagi Mbak Wen udah ngasih kode dari dia nanyain pembuktian lo waktu itu, masa nggak ngerti sih?" Katanya sebelum turun dari ranjang dan menguap lebar. "Tidur dulu ya,"

"Gue juga ada janji sama Shasha." Sahut Renjun dengan wajah galak dan kembali menatap Chanyeol mengancam. "Kalo jiper, mundur aja sekalian nggak usah banyak gaya."

Renjun melangkah pergi dan menyambar kunci mobilnya, menyusul Jisung meninggalkan ruangan. Membiarkan Chanyeol lagi-lagi menghela napas berat, lelaki itu mengacak pelan rambutnya sebelum mengusap wajahnya gusar.

"Balik aja ke studio, daripada lo kepikiran di sini." Saran Yena yang dari tadi menahan diri buat nggak menyudutkan lelaki itu. Hela napasnya dia tarik kembali bersama jemarinya yang menarik bantal guling ke dalam pelukan, "Jangan lupa bawa martabak."

"Buat apaan bawa martabak?"

"Buat nyepik lah!!" Geram Yena gemas, "seenggaknya kalo sampe di studio dapat pemandangan yang pahit, martabaknya bisa lo makan sendiri biar nggak sedih-sedih amat."

Chanyeol mengerjap, raut wajahnya kelihatan sedikit tersinggung. Namun berbicara dengan Yena itu nggak bisa ditelan mentah-mentah, karena sekalipun kata-katanya dipenuhi ejekan pasti ada maksud baik di dalamnya. Jadi untuk sesaat, Chanyeol berusaha menjernihkan pikirannya, sebelum berakhir menyengir dan mengedikan dagu.

"Lo mau sekalian gue anter pulang nggak?"

Yena tersenyum hangat dan menggeleng cepat, "Oh, nggak usah. Gue udah minta dijemput Changbin tadi,"

**

"ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH!"

Hampir. Hampir aja.

Chanyeol menelan ludahnya susah payah, dan nggak tahu dapat keberanian dari mana, dia justru pura-pura nggak melihat apa yang nyaris terjadi dengan dua anak manusia di ruang tamu itu dan justru melangkah mendekat disertai senyum palsu.

"Ada yang ketinggalan?" Wendy buru-buru menegakan diri dan menoleh ke belakang, menatap Ceye dengan raut wajah dipaksa biasa saja. "Kok balik lagi?" Tanyanya berusaha terdengar santai.

"Ah, lagi nggak mood ngedit di rumah," jawab Ceye seadanya. "Mau martabak ga?"

Wendy melirik Jae sejenak, dan Ceye lagi-lagi memberanikan diri untuk menambahkan. "Gue beli banyak, nih lo makan juga bareng sama temen lo."

"Nggak usah repot-repot. Gue juga mau balik sekarang, masih ada urusan." Sergah Jae yang kemudian bangkit dari sofa dan menarik segaris lurus di bibir ke arah Wendy, lalu berkata. "See you, Wen."

Ceye nggak lagi mengurusi dan berjalan menuju ruangannya. Ia membuka bungkus martabaknya sendiri dan mulai mengunyah sambil menatap nyalang layar laptopnya.

Ternyata benar kata Yena, nggak ada salahnya bawa martabak buat jaga-jaga. Seenggaknya otak Ceye bisa dipakai bekerja untuk menyuruh mulutnya mengunyah saat ini.

Tadi tuh...

Kalo Ceye terlambat sedikit aja, kayaknya dia bener-bener kalah deh. Bukan. Bukan kalah karena mengganggap Wendy tuh kayak permainan yang harus dimenangkan. Tapi kalah yang udah nggak ada harapan.

Chanyeol menelan kunyahannya dan menghela napas, cuma kok ada sesuatu yang mengganjal di dadanya ya sekarang, kayak ada batu di sana sehingga rasanya nggak terasa lepas.

Mungkin.. mungkin Ceye berhasil mencegah mereka sekarang. Tapi gimana kalau hal itu bukan sesuatu yang bisa cegah? Hari ini mungkin bisa, tapi besok dan seterusnya, nggak ada yang bisa menjamin. Apalagi kalau Wendy ternyata nggak ingin dicegah.

Jadi gini rasanya jadi Wendy yang mergokin Ceye waktu itu ya..

Hidungnya sakit. Dadanya nyut-nyutan. Rahangnya pegal. Matanya panas.

Srrtt..

Ceye menarik ingusnya sejenak, lantas menelan semua kunyahan di mulutnya sebelum menggeleng cepat. Jemarinya bergerak untuk mengambil hand sanitizer dan mulai menyibukan diri dengan pekerjaan.

Yang Ceye nggak tahu adalah ada Wendy yang berdiri di depan pintu ruangannya setengah jam sendirian kayak orang linglung juga.

Merasa salah. Merasa perlu menjelaskan. Padahal.. seharusnya nggak kan?

yang terlihat di mata ceye 😔

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

yang terlihat di mata ceye 😔

yang terjadi sebenarnya 😉

Hi-teenagers! ✅Where stories live. Discover now