Special Chapter: 3/4

161 25 4
                                    

"Udah makan?"

Wendy bertanya begitu pintu terbuka menampakan wajah lelaki itu, jemarinya spontan terangkat menyingkap poni Ceye untuk mengecek suhu tubuhnya sebelum mencibir. "Kan panas,"

"Lo ngapain?" Ceye mendelik ketika Wendy datang tiba-tiba ke rumahnya. Padahal dia udah izin nggak bisa ke studio hari ini karena sakit. Tapi nggak sampai sedetik tatapannya berpindah menatap sesuatu di tangan gadis itu. "Lo bawa apa?"

"Jenguk lo, lah. Trus ini? Bubur." Katanya sambil mengangkat plastik tersebut sejajar muka.

Ceye merespon sewot, "IH MALES BANGET?"

"MALES BANGET TAPI DIAMBIL?!"

"Belum makan dari pagi. Mama lagi kondangan di luar kota belum pulang, Jisung masih di studio."

Wendy mendecak saat Ceye sudah berbalik memunggunginya berjalan masuk. Ia menghela napas pelan, kemudian menyusul.

"Udah minum rebusan jahe?"

"Belom. Kan nggak bisa bikin," jawab Ceye santai sambil mendudukan diri di ruang tamu, dan membuka bungkus buburnya. "Ini nggak pake kacang kan?"

"Nggak." Sahut Wendy yang berjalan menuju dapur. "Jahenya disimpen di mana?"

"Kulkas kalo ada,"

Wendy kembali mendecak, ia membuka kulkas untuk mendapati banyak bahan makanan busuk di sana. "Lo kok jorok banget sih?"

"APAAN SIH?" Seru Ceye tak terima sebelum tersadar sesuatu, "Oh itu, biasanya makanan kemaren kalo dimasukin kulkas nggak basi kok."

"Tetep aja-"

"I'm on the next level, yeahhh." Sahut Ceye pura-pura nggak mendengar.

Wendy mencibir keras, pada akhirnya mengeluarkan sisa makanan kemarin yang busuk itu sebelum langsung membuangnya keluar.

"Abis dari mana?" Tanya Ceye begitu melihat Wendy kembali memasuki rumah. "Buang sampah, kok lo belom makan?"

"Mau sih... tapi sendoknya nggak ada..."

Wendy membuka mulutnya tak percaya dan bertanya ngegas, "Gua lagi nih yang ambil?"

"Nggak maksa sih..."

Wendy merengut, walau pada akhirnya tetap berangkat mengambilkan sendok untuk lelaki itu.

"DEMI ALLAH," Wendy berseru saat Ceye tiba-tiba sudah duduk di stool bar ditemani buburnya, dan gadis itu tidak tahan untuk mengumpat. "Kalo mau nyusul ngapain nyuruh, anjingg?"

"Mana sendoknya, anjingg?" Tanya Ceye dengan mengulang nada menyebalkan serupa sambil mengulurkan tangan meminta.

Wendy melengos keras kehilangan kesabarannya. "NIH SENDOKNYA NIH AMBIL."

Ceye tertawa, tawa yang lepas dengan suara serak yang khas, sebelum tangannya mengambil sendok yang diberikan Wendy dan mulai memakan buburnya dengan anteng sementara Wendy mulai membuat rebusan jahe untuknya.

"Lo tadi balik jam berapa? Anak-anak gimana?" Tanya Ceye dengan tenang. Membiarkan Wendy melirik, "Setengah sembilan udah kelar sih urusan di studio. Yena sama Chaewon mau nginep, sisanya sih tadi masih ngobrol,"

Ceye melirik jam rumahnya yang menunjukan pukul sembilan dan berkata, "gilee... abis selesai langsung ke sini dong?"

Wendy tidak menjawab pertanyaan itu dan sibuk memasukkan potongan jahenya ke dalam rebusan air, dan tersadar sesuatu. "Daun pandan lo masih idup nggak di belakang?"

Ceye mengedikan bahu, "Nggak tahu. Gue cek dulu,"

"Gue aja. Lo abisin makan dulu!" Perintah Wendy sembari berjalan menuju pintu belakang meninggalkan Ceye sendiri.

Hi-teenagers! ✅Où les histoires vivent. Découvrez maintenant