42. Past and Present (3)

330 66 1
                                    

catatan bachan:

latar waktunya masih nyambung sama bab sebelumnya yaa

maju moon door

_______

Jisung bukannya nggak suka sama pelajaran olahraga, cuma dia malas banget bergerak apalagi kalo materinya tentang bola. Mau bola besar mau bola kecil. Kayaknya olahraga yang Jisung suka cuma renang sama bulu tangkis doang deh. Meski begitu, badannya Jisung masih tergolong ideal, kekuatan genetik emang bukan main luar biasa.

Sekarang, kelasnya Jisung kebagian ambil nilai praktek softball. Kelompoknya udah dibuat dari awal semester sampai akhir semester. Nggak ada perubahan, biasanya yang jadi pengarah di kelompok Jisung itu si Seonho. Anaknya asik sih, banyak temennya juga, tapi dunianya terlalu jungkir balik sama Jisung. Anjas bangettttt.

"Cung yang mau jadi pitcher." Seonho bilang waktu mereka udah buat lingkaran sekarang. Di kelompok Jisung perbandingan cewek sama cowoknya tuh lebih banyak ceweknya. Makanya waktu ditanya pada senggol-senggolan.

"Yaudah gue pitcher deh." balas Seonho mengalah, sebelum dengan cepat mulai mengatur formasi, putaran pertama mereka jadi tim offense atau tim pemukul. Kalau lagi serius, Seonho tuh kelihatan banget kharismanya. Karena itu nggak jarang beberapa cewek menatapnya penuh puja terang-terangan.

Sekalipun nggak menatap penuh puja, Jisung juga mendengarkan Seonho baik-baik kok. Bagaimana pun ini menyangkut nilainya juga, karena pertandingan pertama, nilai mereka berpeluang terancam dibawah kkm kalau kalah karena otomatis jadi juara 3 yang nilainya 80 atau juara 4 yang nilainya 70.

Oh iya, strategi mereka, Jisung ada di urutan belakang. Bukan karena dikucilkan, tapi karena cowok bongsor itu terkenal jadi batter atau pemukul yang baik selama dua pertemuan terakhir.

Iya, kadang suka bikin iri ya orang kayak Jisung tuh. Sekalipun nggak terlalu suka sama sesuatu, dia bisa mengerjakan sesuatu yang nggak dia suka itu dengan baik.

"Lami, beneran nggak pa-pa?" Herin yang berdiri tepat di depan Jisung bertanya khawatir pada cewek di depannya. Sementara yang ditanya cuma menggeleng cepat. "Nggak pa-pa kok, Herin."

"Tapi muka kamu pucet banget sekarang tahu... Pasti karena kecapekan teater kemarin...." lanjut gadis itu lagi sembari mengusap bahu Lami berulang-ulang, betulan cemas. "Kalo kamu nggak enak badan, izin aja yuk ke Pak Yunho?"

"Jangan, Herin. Nggak pa-pa deh, beneran."

Jisung udah mendengus samar. Paling aneh sama cewek yang keras kepala kayak Lami gini. Udah tahu nggak enak badan, kok masih maksain diri? Kalo Jisung jadi Lami ya dia mending kabur ke UKS dan tidur. Untuk nilai praktek kali ini pasti tetap ada tugas pengganti juga kok nanti.

Jisung juga berpikir, Lami nggak mungkin juga bertahan sampai akhir pertandingan pertama. Paling banter izin di tengah. Tapi ternyata, sampai Jisung home run, Lami masih stay di lapangan.

Seonho udah mengatur formasi lagi sambil pakai gloves, Lami ada di tengah dekat pitcher, nggak jauh dari balik Seonho. Jisung sejajar di sebelah kanannya, dia sempat mendengar Seonho bertanya keadaan Lami sekarang tapi cewek itu masih keukeuh kalau dia kuat.

"Tapi kalo beneran nggak kuat cabut beneran ya? Gue nggak mau lo nggak fokus malah celaka. Bahaya buat lo."

"Iya, No. Ngerti kokkk."

Jisung melengos, mulai fokus ke pertandingan, suda bekerja sama dengan baik buat mematikan lawan, kali ini tanpa mencuri-curi pandang ke arah gadis itu.

Namun pada detik pertama jeritan kemenangan kelompoknya mengudara, Jisung justru ambruk di antara mereka.

Hi-teenagers!

Hi-teenagers! ✅Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin