40. Past and Present (1)

378 70 9
                                    

Chaewon lupa bawa payung waktu sekolah udah diguyur hujan. Bel pulang udah bunyi dari satu jam yang lalu dan Felix juga udah pulang duluan karena ada janjian. Makanya waktu Chaewon keluar dari perpustakaan, dia cuma menyender di tembok sambil menonton derasnya hujan dengan tenang. Hari ini dia juga lupa bawa kardigan, tapi untungnya air hujannya nggak tampias ke koridor perpustakaan.

Chaewon menghela napas, baru mau nangis waktu ingat beberapa jam yang lalu ada yang janji mau ngomong sesuatu tapi justru hilang nggak ada kabar. Lucunya, Chaewon justru tahu dari temannya kalo cowok itu pergi mengantar wakilnya pulang.

"Kayaknya emang bener deh." Chaewon bilang. "Balikan sama mantan itu, kayak baca buku yang sama dua kali. Akhirnya nggak ada yang berubah."

Ia menggigit bagian dalam pipinya, menunduk dalam ketika jemarinya meremas roknya erat sekali.

"Jaemin, kenapa harus jahat banget sih?"

Sore itu Chaewon menangis, di depan perpustakaan, cuma sendiri waktu lagi hujan. Nggak ada Jaemin yang tiba-tiba dateng buat menjelaskan sesuatu. Nggak Sunwoo. Nggak ada Bomin.

Chaewon menangis karena dia juga nggak tahu kenapa rasanya jadi sakit sekali.

"Nuna."

Felix menghela napas, dia sudah basah kuyup sekarang, dan melihat kakak kembarnya cuma berjongkok sambil mengubur wajahnya menjelaskan kenapa perasaannya jadi nggak enak sekali.

"Ayo pulang."

Chaewon mendongak, menatap Felix sejenak sebelum berakhir berdiri memeluknya erat.

Satu yang Felix tahu sore itu, entah seberapa sering mereka bertengkar, entah seberapa sering Felix mengatainya nenek sihir, melihat kembarannya patah hati dan menangis adalah hal terakhir yang mau dia lihat.

Hi-teenagers!

"Gue tahu lo goblok tapi gue nggak tahu lo bisa segoblok ini ya?"

Haechan berkata waktu dia menunggu temannya pulang. Jaemin baru memasuki teras sambil melepas jaketnya, dan dia mengerti apa yang Haechan maksud. "Gue tahu lo mau bilang apa, dan sebelum lo ngomong, biar gue kasih tahu. Hape gue mati, Chan. Gue panik karena Heejin lagi drop banget, makanya gue langsung antar dia pulang—"

"Dia nunggu lo dateng." potong Haechan serius. Ia menarik napas dan berakhir membuang muka saat Jaemin cuma diam menatapnya. "Sekalipun dia tahu lo nggak bakal dateng, dia tetap di sana nungguin lo."

"Gue tahu." Jaemin bilang. "Makanya gue balik ke sekolah buat cari dia, tapi dia udah nggak ada."

"Tapi dari pada lo ngurusin urusan gue, kenapa nggak lo urus aja urusan lo sendiri?" tanya Jaemin sembari mengepalkan tangannya erat. "Gue denger Somi lagi ada di sini—"

"Lu nggak tahu apa-apa!"

"Gua tahu! Gua tahu lu nggak ada bedanya kayak gua, Chan!" balas Jaemin marah. "Jadi daripada lu sibuk ngurusin urusan gua, belagak buat bantu, kenapa nggak lu urusin aja urusan lu sama Somi?!"

Haechan mengetatkan rahangnya, menatap temannya tak habis pikir sebelum berkata. "Gue bisa ketemu Somi dan selesai. Tapi apa itu membantu lo? Nggak. Lo tetep bakal bingung sama perasaan lo sendiri, Min. Kenapa? Karena lo nggak pernah bisa baca keadaan. Lo nggak bisa."

Haechan pergi dari sana, membiarkan Jaemin meninju pintu rumahnya marah. Lelaki itu berjalan menuju kamar, menatap pantulan dirinya di depan cermin, bertanya-tanya apa yang harus dia lakukan sebelum menyambar kunci motornya dan pergi.

Hi-teenagers!

Felix mendorong pintu Regta, berjalan mencari tempat sebelum mendapati gadis itu sudah duduk di sudut ruangan sibuk dengan laptopnya. Sepasang kakinya melangkah mendekat, mendudukan diri di sebelahnya dan merebahkan kepalanya di atas meja beralas lengan kanan.

Hi-teenagers! ✅Where stories live. Discover now