BAB 5: BRISIK

950 78 2
                                    

"Entar mata lo keluar, seram!" kata Edgar dengan menutup mata ku agar tak lagi melotot.

Aku kembali melihat Edgar setelah dia menjauhkan tangannya untuk beberapa detik. Sadar apa yang ku lakukan dan sadar dengan tangan ku yang masih di genggamnya. Aku langsung menarik tangan ku agar terlepas dari tangannya.

"Kenapa di lepas?" tanyanya.

Aku tak menjawab. Dan memilih untuk merebahkan kepala ku di atas meja dengan mengarah ke tembok ketimbah mengarah pada Edgar.

"Lo mau tidur?" tanyanya lagi dengan pertanyaan berbeda.

Sama halnya dengan tadi aku sama sekali tak ada niatan untuk menjawab.

"Orang nanya tuh di jawab."

"Brisik."

Aku langsung membuka mata ku dan mengangkat kepala ku saat mendengar Edgar terkekeh. Melihatnya aneh, itu yang ku lakukan sekarang.

Edgar berdiri dari duduknya. "Gue mau keluar dulu!" katanya.

Ku kira saat sudah selesai mengatakan hal tersebut Edgar akan langsung pergi. Nyatanya tidak, dia sempat meletakan tangannya di atas kepala ku beberapa detik.

 Nyatanya tidak, dia sempat meletakan tangannya di atas kepala ku beberapa detik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mematung, tubuh ku kaku. Dan meskipun Edgar sudah pergi begitu saja aku masih merasa kaku pada diri ku.

□□□○□□□

Dara
gue masih belum bisa sekolah huhu
kangen ya?

Ifa
ktny hari ini mau sekolah
boong bngt

Dara
Yaa gimana orng emng gk bisa

Ifa
habis pulang sekolah gue ke rumah lo deh

Dara
jangan lupa bawa buah tangan ya!!

Aku terkekeh saat membaca pesan terakhir Dara. Tanpa membalasnya, aku kembali memasukan hp ku ke dalam saku kemeja sekolah.

Aku melihat ke arah Edgar yang baru saja duduk di kursi Dara. Lagi. Mendengus, tanpa memperdulikannya aku memilih untuk kembali membuka hp guna menyibukan diri.

"Fan, Dara masih belum sekolah?" tanyanya.

"Orang ..."

"Iya," potong ku.

"Lo punya pulpen?"

"Iya."

"Mana?" tanyanya lagi.

Aku menghela napas pelan. Berusaha untuk sabar. Aku lalu mengambil pulpen yang berada di tas ku. Tanpa mengatakan apapun, aku meletakannya di meja Dara.

"Ini?" tanyanya untuk kesekian kali.

Aku tersenyum paksa dan menjawabnya dengan gumaman.

"Ada lagi?"

"Ha?"

"Pulpennya."

"Gak ada."

Edgar diam, dia memain-mainkan pulpen yang tadi ku berikan. Saat melihatnya diam, aku lalu menelungkupkan kepala ku di atas meja. Memejamkan mata ku untuk beberapa saat, aku kembali membuka mata saat Edgar kembali lagi membuka suaranya.

"Fan, lo tau ..."

"Brisik," potong ku dengan melihatnya kesal.

□□□○□□□

Mereka yang berada di kantin mulai berbisik-bisik saat Edgar dan satu orang temannya masuk ke dalam area kantin. Entah apa topik yang mereka punya tentang Edgar. Tapi sedikit aku mendengarnya jika tadi malam Edgar kembali berulah.

Tak mengerti dengan kata 'berulah' yang mereka maksud, aku hanya bisa kembali menulikan pendengaran agar tak terganggu.

Dari meja pojok, Edgar mengusir orang yang duduk di sana. Tanpa ingin lebih lama memperhatikannya aku lebih memilih untuk mengalihkan tatapan ku padanya.

Aku menunduk, melihat piring yang sudah kosong di depan ku. Seseorang menarik piring tersebut yang membuat ku mengangkat pandangan ku untuk melihat siapa pelakunya.

"Sendirian aja, mau gue temanin?" tanya Edgar.

"Gak usah."

"Gue baik mau nemenin lo!"

"Gak minta."

"Gakpapa. inisiatif gue," katanya. "Mau gue temanin?" lanjutnya.

"Gak usah gue udah selesai."

"Mau gue temanin ke kelas?" tanyanya lagi.

"Atau mau gue temanin kemana gitu?"

"Perpus atau ke ..."

"Bisa diam gak si?!" kata ku sedikit meninggikan suara yang membuat semua murid yang berada di kantin melihat ke arah ku.

Bahkan saat Edgar baru saja menghampiri ku tadi mereka sudah memusatkan perhatian mereka pada ku. Mungkin mereka semua ingin tau semua tentang Edgar.

Edgar berdecak. "Yaudah kalo gak mau, gue pergi dulu," katanya. Dia lalu berjalan ke arah meja yang tadi sempat dia duduki sebelum menghampiri ku.

FANI : He's Edgar ErzantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang