BAB 23: JADI PERGI?

290 35 0
                                    

"Gue di depan!!" tanpa menunggu jawaban dari ku sambungan itu terputus begitu saja.

Aku berdecak, merenungkan ajakan Edgar yang membuat ku tak mengerti. Bagaimana bisa mengerti saat perlakuannya berbanding terbalik dengan ajakannya. soalah-olah Edgar tak berniat mengajak ku. Benar, dia mengajak ku namun seperti dipaksa seseorang. Dan mungkin dia memang terpaksa.

Aku turun dari lantai dua berjalan menuju keluar rumah. Namun mendapati Mama yang memanggil ku dan bertanya mau kemana.

"Mau keluar aja bentar, ada teman," jawab ku membuat Mama mengangguk.

Aku berjalan keluar rumah dan mendapati Edgar bersandar di pintu mobil. Dia mengerutkan alisnya saat melihat penampilan ku.

"Gue gak ngajak lo dugem," katanya.

Aku diam tak menjawab. Kita saling tatap untuk beberapa menit sebelum aku mengeluarkan suara. Aku melihat pakaian ku dimana aku memakai celana pendek dan baju kaos oversize.

"Gue gak mau ikut," kata ku pada akhirnya.

Edgar semakin mengerutkan dahinya. Dia berjalan semakin dekat dan langsung menarik ku masuk ke dalam mobil.

"Apasih?!!"

Edgar memutari mobil dan masuk kedalamnya. Kesempatan itu langsung ku gumakan untuk keluar mobil. Namun Edgar lebih cepat masuk ke dalam mobil dan menarik ku agar tak jadi keluar. Dia menutup pintu mobil yang sempat ku buka dan menguncinya.

Terjadi kesunyian di dalam mobil tanpa Edgar menjalankannya. Dia lalu mengambil sesuatu di belakang mobil.

"Pakai," katanya dengan meletakan tote bag dipangkuan ku.

"Gue udah bilangkan gue gak mau ikut?!!" kata ku sedikit meninggikan suara.

Edgar melihat ku dengan datar.

"Apa, hah?!! Lo ngajak gue cuman kepaksakan?!!"

"Siapa yang minta buat ngajak gue?" lanjut ku.

"Gak ada," jawabnya dengan menghela napas.

Aku terkekeh. "Lo niat gak buat ngajak gue?"

Edgar kembali mengehela napas. Untuk beberapa saat dia diam. "Gue gak mau lo nolak gue," jawabnya tiba-tiba.

Perkataan Edgar mampu membuat ku diam seribu bahasa.

"Gue gak pernah ngajak cewek," lanjutnya.

Aku melihat kearahnya. Omongan cowok mana yang bisa di percaya?

"Gue gak minta buat lo percaya," lanjutnya seolah mengerti dengan pikiran ku.

"Meskipun gue tolak lo bakal maksa juga kan? Kenapa lo bilang lo gak mau gue nolak?"

Edgar tiba-tiba membuka pintu mobil yang sempat dia kunci.

"Gue mau ganti baju dulu!!" kata ku namun Edgar hanya diam dan melihat ke arah depan.


"Kalo gak jadi gakpapa," kata ku lagi lalu membuka pintu mobil.

Edgar tiba-tiba memegang pergelangan tangan ku. "Gue tungguin," katanya.

Aku melihat kearanya dan tersenyum, mengangguk sebagai jawaban.

□□□○□□□

Aku kembali melihat ke arah cermin untuk kesekian kalinya. Memakai pakaian yang tadi Edgar minta membuat ku berpikir keras. Acara apa yang akan kudatangi sampai dia menyuruh ku untuk memekai dres.

Dres berwarna putih dengan panjang selutut dan lengan dres sampai siku itu membuat ku merasa gugup memakainya. Entah kenapa aku merasa benar-benar gugup hanya dengan membayangkan bertemu dengan Edgar.

Aku menghela napas untuk menormalkan jantung ku yang berpacu lebih cepat. Keluar dari kamar dan meminta izin pada Mama.

"Hati-hati, dan jangan pulang terlalu kemaleman." itu yang dikatakan Mama saat aku meminta izin.

Aku berjalan keluar rumah untuk menghampiri Edgar. Sama hal-nya dengan pertama kali aku menghampiri Edgar, dia sedang bersandar di pintu mobilnya. Sampai aku berhenti tepat di depannya  Edgar hanya diam dengan melihat ku.

"Gar?" panggil ku dengan menggoyang-goyangkan tangan ku di depan wajahnya.

Edgar menggaruk tengkuknya. "Ayo," katanya dengan membuka pintu mobil.

Setelah aku masuk Edgar memutari mobil untuk duduk di kursi pengemudi. Saat mobil mulai berjalan hanya ada kesunyian tanpa suara sedikit pun. Dan aku baru menyadari jika Edgar memakai pakaian formal dengan jas yang terbuka tanpa dia kancingkan.

"Mau kemana?" tanya ku.

Edgar tertawa dengan melirik ku beberapa detik. "Lo gak bisa nyari topik?"

"Itu topik."

"Acara biasa," kata Edgar menjawab pertanyaan ku.

Untuk beberapa menit aku dan Edgar sama-sama diam. Namun merasa sunyi aku iseng memanggilnya. "Gar!!" panggil ku.

Edgar melihat ke arah ku. "Apa?"

Aku langsung cengengesan dan menggeleng. "Gakpapa."

"Gak biasanya lo manggil gue gak ada apa-apa."


"Emang kenapa?" tanya ku.

Edgar tersenyum dan tanpa menjawab dia menggenggam tangan ku lalu meletakannya di atas pahanya tanpa melepas genggamannya.

"Tangan lo dingin," kata Edgar tiba-tiba.

"Emang kenapa kalo dingin?" Lagi, hanya senyuman yang dia perlihatkan saat aku bertanya.

Tak lama mobil memasuki area rumah Edgar. Edgar melepas genggamannya lalu keluar dari mobil setelah parkir. Dia memutari mobil dan membuka pintu mobil samping pengemudi.

"Ayo!!" katanya dengan mengulurkan tangannya pada ku. Dengan ragu aku menyambut uluran tersebut.

FANI : He's Edgar ErzantaraWhere stories live. Discover now