BAB 9: TAKUT

767 66 0
                                    

"Gak pulang?"

"Nginep. Mau ngusirkan lo?"

"Santai aja gak usah ngegas," kata Ani.

"Mau kemana?" tanya ku saat melihat Ani berjalan ke arah pintu apartemen.

"Keluar bentar."

"Kemana?"

"Kepo."

Aku mengubah posisi tidur ku menjadi duduk. "KEMANA?" teriak ku sedikit kesal saat mendengar jawabannya.

"Beli makanan doang. Ribet banget sih lo?!"

Aku mendengus. "Jangan lama."

Terlihat Ani tersenyum sinis. "Terserah gue."

"Gue bilang jangan lama."

"Iya. Bawel."

Aku tersenyum sumringah setelah mendengar perkataan Ani. Dia membuka pintu apartemen lalu keluar. Tapi sebelum benar-benar keluar dia sempat mengucapkan dua kata.

"Hati-hati."

Hanya dengan dua kata tersebut mampu membuat ku was-was detik itu jua. Setelah pergi nya Ani dari apartemen. Aku tak bisa tenang. Bahkan hanya untuk memejamkan mata beberapa detik saja aku tak berani.

Sial, Ani kembali menakuti ku lagi untuk kesekian kalinya. Iya, kelemahan ku. Ani tahu kelemahan ku adalah saat sendiri di malam hari dan di taburi dengan kata-kata yang membuat was-was.

Entah itu kalimat yang seperti 'tadi ada bunyi benda jatuh lo dengar gak' atau 'tadi gue liat ada orang disana' atau semacamnya yang membuat ku benar-benar merasa takut.

Nyatanya perkataan Ani yang dilayangkan pada ku tak benar adanya. Itu hanya omong kosong untuk menakuti ku di saat dia iseng pada ku.

"OY!!"

"ANJ**G"

Entah sejak kapan dia masuk ke dalam apartemen. Karena saking takutnya pikiran ku hanya akan tertuju pada bunyi benda-benda yang akan jatuh.

"Gitu doang kaget."

"Anj**g lo. Bang**t."

Ani hanya menanggapi ku dengan tertawa lepas yang membuat ku semakin kesal.

"Gue aduin lo ke Mama!"

"Dasar tukang ngadu."

"Biarin wle ..."

Ani tak menanggapi, dia memilih untuk berjalan ke arah dapur. Sat itulah aku langsung mengikuti Ani menuju dapur.

"Mau gak?" tanya Ani menawari ku sebungkus mie instan.

"Buatin."

"Manja." meskipun demikian dia tetap membuatkan ku mie instan tersebut.

"Ada orang tuh bukain sana."

"Kok gue."

"Ck, bukain aja!"

"Iya-iya bawel."

Aku berjalan keluar untuk membukakan pintu. Berjalan menuju pintu apartemen guna melihat siapa yang bertamu. Membuka pintu, aku mendapati teman Ani, namanya Fatma. Dia berteman dengan Ani sudah cukup lama. Dan selain teman Ani dia juga Kakak Edgar.

"Ani-nya ada?"

Aku mengangguk. "Ada. Masuk aja!"


"Di dapur dia," kata ku.

Fatma mengangguk lalu berjalan ke dapur. Dia menghampiri Ani yang sedang duduk di kursi pantry.

"Gak buatin gue?" tanya Fatma saat sampai.

"Buat aja sendiri," jawab Ani santai.

Mereka selalu berbicara santai seperti teman seumuran. Padahal umur mereka berbeda lima tahun. Tapi tak membuat mereka merasa canggung saat berbica satu sama lain.

Aku duduk di kursi pantry depan Ani. Menyantap mie buatan Ani yang masih panas. Bunyi dering ponsel yang berada di meja membuat ku mengalihkan atensi ku.

ponsel yang ku yakini milik Fatma itu berbunyi dengan di layar tertulis nama 'Bocah Manja'. Aku mengerutkan dahi ku penasaran.

"Fat, Edgar nelpon," kata Ani membuat ku melihat me arah Ani.

Fatma berjalan ke arah ponselnya lalu mengangkatnya.

"..."

"Taro di meja aja."

"Minta punya lo dong An, punya gue habis," kata ku sedikit keras.

"..."

"Apart Ani. Udah deh. Gue tutup."

Aku menahan senyum ku saat mendengar jawaban dari Fatma. Edgar pasti bertanya Fatma dimana, bukan?

Tak lama dari itu bunyi bel berbunyi. Membuat ku kembali menahan senyum ku dan rasa bahagia tiba-tiba muncul kepermukaan begitu saja.

"Bukain sana Fa," kata Ani pada ku.

"Ok," jawab ku dan langsung pergi ke depan.

Saat membuka pintu dan tak mendapati siapa pun di luar membuat jantung ku langsung berpacu lebih cepat. Aku tak salah dengar bukan? Aku menggeleng, tidak. Aku tidak salah dengar karena Ani bahkan Fatma juga mendengarnya.

"ANJ**G"

FANI : He's Edgar ErzantaraWhere stories live. Discover now