BAB 4: TENGIL

1.1K 82 4
                                    

Aku masuk ke dalam kelas dan langsung duduk di kursi ku. Melirik kursi Dara yang kosong karena belum datang. Sampai bel masuk kelas berbunyi Dara masih belum juga datang.

Aku mengambil hp yang berada di tas. Membukanya, ternyata ada pesan dari Dara yang tak ku baca. Karena suara hp ku yang mode silent membuat ku tak mendengar suara notif-nya.

Dara
hari ini gue gk sekolah
sakit

Aku berdecak, kenapa aku baru membuka hp.

Ifa
nanti pulang gue ke rumah lo deh

Dara
gk usah
besok juga gue bakal sekolah

Aku mendengus.

Ifa
Yaudah terserah.

Aku mematikan hp ku saat guru bahasa Inggris masuk ke dalam kelas.

"Good morning students!!"

"Good morning sir," jawab ku dan semua murid yang berada di kelas.

□□□○□□□

Setelah mata pelajaran bahasa inggris selesai. Kini tinggal satu pelajaran lagi sebelum bel istirahat berbunyi. Di tengah-tengah pelajaran seseorang tiba-tiba duduk di kursi Dara membuat ku melihat ke arahnya.

Edgar, cowok itu sudah duduk dengan mencatat di buku apa yang di tulis di papan tulis. Aku terkekeh saat sadar jika Edgar ternyata bisa juga menulis pelajaran.

Dia tiba-tiba melirik ku membuat ku langsung mengalihkan pandangan ku padanya.

"Apa?" tanyanya.

"Apa?" tanya ku balik dengan kembali melihatnya.

"Lo lihat gue."

"Punya mata," jawab ku dengan kembali melihat ke arah papan tulis.

Tak ada sahutan dari Edgar lagi membuat ku untuk kesekian kalinya melihat ke arah nya. Dan saat itu aku mendapatinya sudah melihat ku dengan satu alis terangkat.

Satu hal membuat ku seketika kesal pada Edgar. Wajah tengilnya. Satu hal tapi juga satu kejadian yang pertama kali ku lihat.

"Kenapa lo?" tanya ku.

"Ganteng kan!!" katanya membuat ku semakin jengkel melihatnya.

"Terserah."

□□□○□□□

Niat ku yang ingin memasukan siomay ke dalam mulut menjadi kesal saat Edgar tiba-tiba menarik tangan ku dan langsung memasukan siomay ke dalam mulutnya. Kembali melihat wajah tengilnya membuat ku juga kembali jengkel. Tapi tak bisa membuat ku bersuara untuk mengatainya.

"Enak," katanya dengan mengambil siomay ku yang berada di piring.

Aku menggertakan gigi ku, donggol pada Edgar. Dengan kesal aku menarik piring yang berisi siomay itu mendekat pada ku.

"Beli sana!! Gak jelas banget makan punya orang," kata ku yang pada akhirnya berani mengeluarkan suara yang tadi terhenti di tenggorokan.

"Kasihan lo sendirian," katanya sambil mengunyah siomay punya ku yang dia makan.

"Gak nyambung."

Aku kembali menyuap makanan ku tanpa meperdulikan Edgar yang sedari tadi memperhatikan ku. Makanan yang tadi dia kunyah sudah habis.

"Gak usah lihatin gue!" kata ku.

"Pede."

"Minta minumnya," lanjutnya. Dan tanpa mendengar jawaban ku dia langsung meminumnya lalu berlalu begitu saja tanpa ucapan terimakasih.

Untuk kesekian kalinya aku benar-benar jengkel dibuatnya. Jika saja aku seberani yang ada dipikiran ku mungkin saja aku sudah melemparinya dengan sisa makanan ku yang masih ada.

□□□○□□□

Aku menghentikan langkah ku saat melihat dua orang manusia yang berlawana jenis sedang menutup jalan. Tepatnya seorang cowok yang menghalangi jalan seorang cewek.

Aku mendengus saat ikut-ikutan tak bisa lewat. Cowok itu Edgar, dia menghalangi Indah, cewek yang katanya dia taksir sejak kelas sebelas. Geram. Tapi tak bisa marah pada sang penghalang jalan. Pada akhirnya aku memilih putar balik.

Cukup melelahkan saat hampir sampai ke kelas harus putar balik. Dan memilih jalan lebih panjang di tambah arah yang tadi sempat akan sampai ke kelas menjadi dua kali lipat lebih panjang.

Mau marah pada siapa? Indah? Dia bahkan juga dihalangi oleh Edgar. Lalu, ingin marah pada Edgar? Jangan pernah bertanya apa aku akan berani karena jawabannya sudah pasti tidak.

"Capek ya!?"

Suara itu, suara yang kembali membuat ku kesal.

"Maksud lo?" tanya ku dengan melihatnya.

Edgar hanya mengangkat bahunya membuat ku memutar bola mata ku malas.

Terjadi kesunyian antara aku dan Edgar. Yang tiba-tiba kembali membuat ku kesal saat dia menopang dagunya dan melihat ku terus-menerus.

Aku berdecak, berdiri dari duduk ku berniat untuk meninggalkannya, keluar dari kelas adalah pilihan yang benar.

"Mau kemana?" tanyanya dengan menarik tangan ku untuk kembali duduk.

Aku melotot padanya saat dengan satu tarikan aku kembali terduduk karenanya.

□□□○□□□

TBC

FANI : He's Edgar ErzantaraWhere stories live. Discover now