BAB 11: SAYANG

865 71 2
                                    

"Gar!!"

"Iya, apa sayang?"

Aku mematung, detik berikutnya dengan refleks memukulnya kencang. "Jangan sembarangan ngomong deh."

Perkataan ku hanya di balas Edgar dengan kekehan.

Aku kembali melihat kesekeliling dan bukannya mereda mereka malah dengan terang-terangan melihat ke arah ku dan berbisik-bisik.

Aku mendongak untuk melihat Edgar lalu menghela napas. Entah mengerti atau tidak, Edgar berhasil membuat mereka bungkam dan berhenti melihat ke arah ku dan-nya.

Aku bernapas lega. Meskipun tak membuat mereka berhenti bergosip nantinya, setidaknya untuk saat ini mereka berhenti.

"Pakai jaketnya biar gak dingin," kata Edgar membuat ku kembali melihatnya. Detik itu juga aku langsung menunduk menyembunyikan wajah ku.

□□□○□□□

Entah alasan apa yang pas ku katakan saat ini. Menerima ajakan Edgar untuk keluar adalah hal pertama bagi ku. Bisa saja aku menolak tapi entah kenapa aku mengiyakan.

Ani meminta ku untuk ke depan membeli snack yang habis ku makan. Dan saat itu Edgar masuk ke dalam apartemen Ani. Dia melihat ku yang ingin pergi tiba-tiba menawarkan diri untuk menemani.

Tak mengeluarkan suara aku mengiyakan hanya dengan mengangguk.

"Gak beli snack buat lo?" tanya Edgar saat aku dan-nya berjalan ke arah kasir.

Aku menggeleng. "Nggak."

"Ani kasih uangnya pas-pasan," lanjut ku.

Edgar hanya mengangguk dan tak ada lagi pembicaraan antara aku dan-nya.

Setelah membayar, aku keluar dari minimarket tersebut. Dan aku baru tersadar akan Edgar yang menghilang begitu saja. Aku mencari-carinya dengan melihat kesekeliling ku.

Aku berdecak saat tak kunjung mendapati batang hidungnya. Menelponnya? Tidak, karena aku tak memiliki nomor ponselnya.

Pipi ku tiba-tiba terasa dingin. Dan saat melihat ke arah samping aku mendapati Edgar yang sudah menjauhkan minuman tersebut dari pipi ku.

"Mau ngemil ini dulu?" tanyanya dengan memperlihatkan macam-macam snack.

Aku tersenyum lalu mengangguk.

□□□○□□□

Dan disinilah aku. Di sebuah taman kota yang tak begitu jauh dari apartemen Ani. Duduk di kursi taman dengan memakan snack di tambah dengan melihat orang-orang berlalu lalang. setidak untuk sekarang bisa mengistirahatkan pikiran ku yang terasa penuh.

"Masih mikirin kejadian di sekolah tadi?"

Aku melihat Edgar. "Nggak," jawab ku. Namun nyatanya berbanding terbalik dengan isi pikiran ku.

"Gak usah dipikirin," lanjutnya.

Aku mengangguk-angguk mengiyakan.

"Mereka pasti ngira gue yang macem-macem."

"Lo ngangguk-ngangguk doang ternyata."

"Apanya?"

"Gue bilang gak usah dipikirin ngangguk-ngangguk doang."

Aku mendengus. "Lo yang mulai buat gue ingat lagi."

"Yaudah, gak lagi," katanya dengan mengacak-acak rambut ku.

Suara dering ponsel ku berbunyi. Terlihat nama Ani di layar.

"Dimana? Lama banget."

"Lagi di taman."

"Ck, Mama telpon gue nyariin lo katanya cepat pulang."

"Iya ini otewe ke apart lo!"

"Masih sama Edgar kan?"

Aku melirik Edgar yang berada di samping ku. "Iya."

"Kasih sama Edgar aja belanjaannya. Lo pulang!"

Aku diam beberapa detik saat mendengar perkataan Ani tadi. Selanjutnya meng-iya-kan apa yang iya suruh.

"Iya."

Aku mematikan sambungan sepihak. Menghela napas pelan, aku lalu berdiri dari duduk ku.

"Pulang yu!" ajak ku pada Edgar.

Tak banyak bertanya Edgar hanya mengangguk sebagai jawaban. Aku berjalan beriringan menuju motor Edgar yang terparkir tak jauh dari tempat ku duduk tadi.

"Gar, lo kasih belanjaannya ke Ani ya! Gue mau langsung pulang."

"Lo gak ke apart Ani lagi?" tanyanya membuat ku menggeleng sebagai jawaban.

Edgar mengangguk-anggukan kepalanya. "Gue anterin."

"Gak usah. Gue pakai taksi aja."

"Gue anterin!"

"Gue bilang gak usah ya gak usah."

"Gue gak mau lo kenapa-napa."

Aku mendengus saat mendengar perkataannya barusan. "Gue bukan anak kecil. Tinggal naik taksi pulang ke rumah gak bakal kenapa-napa."

"Siapa yang tau!?"

"Kalo lo kenapa-napa gue nanti yang di marahin Ani," lanjutnya.

"Emang lo siapa?" tanya ku yang membuatnya menggaruk tengkuknya.

Aku menghela napas lalu berbalik ingin meninggalkanya. Sayangnya, Edgar menghalangi jalan ku yang membuat ku mengurungkan niat.

"Gue anterin ya?"

Menghela napas aku dengan terpaksa mengalah. "Yaudah."

Di perjalanan menuju rumah hanya suara motor yang terdengar. Tak ada pembicaraan, tak ada suara yang sedikit pun keluar. Sesampainya di depan rumah, aku langsung turun dari atas motornya.

"Hati-hati." bukan aku yang mengatakan tapi Edgar.

"Apanya?"

"Gakpapa."

"Jangan begadang nanti bangun kepagian," lanjutnya.

Setelah Edgar pergi aku lalu masuk ke dalam rumah. Aku menghampiri Mama yang duduk di ruang tamu.

"Mama kenapa gak langsung telpon aku aja?"

"Kamu kenapa baru datang langsung nanya begitu?" tanya balik Mama.

"Iya-kan Mama nelponnya ke Ani gak langsung ke aku aja!"

"Nelpon apa? Mama gak ada nelpon Ani," jelas Mama.

Aku diam beberapa detik untuk mememahami perkataan Mama barusan. Setelah mengerti dari semuanya aku mendengus.

"Ani bohongin aku Ma," kata ku mengadu.

FANI : He's Edgar ErzantaraWhere stories live. Discover now