BAB 39: PT.2 BUCIN

204 22 26
                                    

"Tadi ada bolos?"

"Nggak."

"Kenapa?"

"Gakpapa."

"Gue kira lo gak bakal ke apart gue makanya gue samperin."

"Iya."

"Iya apa?"

"Gakpapa."

"Lo emang gak diam-in gue, tapi bisa buat gue diam."

Aku menghela napas pelan lalu melihat ke arahnya. "Apa?"

Edgar tak menjawab dia melirik ku lalu kembali fokus menyetir. Satu tangannya terangkat untuk menggenggam tangan ku.

"Jangan di pegang!" kata ku dengan menepis tangannya.

"Kenapa?"

"Gakpapa."

"Kenapa?" tanyanya mengulang. Tak mendengar kawaban dari ku Edgar menepikan mobil ke tepi jalan.

"Gakpapa."

"Coba sini."

Aku berusaha untuk menepis tangan Edgar. Namun sekuat-kuatnya aku kekuatan Edgar lebih besar dari ku.

"Ngapain sih?" tanya ku yang kembali menepis tangannya.

"Gue pengen pegang tangan lo doang, salah?"

"Iya."

"Kenapa Fan? Ngomong yang benar!!"

"Gakpapa."

Terlihat wajah Edgar yang mengeras. Dia melepas tangan ku lalu menghela napas kasar. Membuka pintu mobil lalu keluar, menutup pintu dengan keras membuat ku tersentak kaget.

Edgar bersandar pada pintu mobil, dia mengambil sesuatu di dalam sakunya yang setelah ku lihat dengan jelas adalah rokok. Edgar lalu menyalakan api pada rokok tersebut.

Untuk beberapa menit yang Edgar lakukan hanya berdiri di luar dengan rokoknya. Mungkin 3 atau 4 batang Edgar sudah menghabiskan rokoknya.

Edgar kembali mengambil yang baru, bersamaan dengan suara dering hp nya berbunyi. Dia tak langsung mengambilnya melainkan kembali menghidupkan rokoknya lalu mengangkat telpon tersebut.

"Gue kesana."

Setelah mengatakan jawaban tersebut dia membuang rokok itu sebelumnya menghisap dalam. Memasuki mobil tanpa suara lalu menjalankannya membuat ku menahan napas merasakan aura yang berbeda.

Hanya ada kesunyian di dalam mobil sampai pada mobil itu berhenti di depan rumah ku. Aku diam tak tau harus bagaimana. Namun dengan keberanian yang sedikit muncul membuat ku memberanikan diri untuk bertanya.

"Mau kemana?" tanya ku yang membuatnya melirik ku lalu kembali melihat lurus ke depan.

"Habis ini mau kemana?" tanya ku lagi yang sama sekali tak dihiraukan Edgar.

Aku menghela napas sabar. Ternyata seenggak enak ini di kacangin.

"Jangan berantem. Kalo besok gue liat ada luka selain ini gue benaran bakal diam-in lo sampai kapan pun," kata ku lalu membuka pintu mobil.

Aku kembali melihat ke arah Edgar yang masih setia melihat lurus ke depan. Kembali duduk di kursi aku memajukan tubuh ku, mendekatkan wajah ku pada wajah Edgar.

Untuk beberapa menit aku terpaku melihat wajah Edgar sedekat ini. Lalu beralih melihat ke arah matanya yang sudah sedari tadi melihat ke arah ku. Tersenyum aku mengucapkan kata maaf untuknya.

"Maaf."

Setelah mengatakan hal tersebut aku ingin menjauhkan tubuh ku. Namun Edgar menahannya dengan memegang tangan ku bagian atas.

"Gimana gue bisa lama marahnya kalo lo kayak gini!!"

Aku tersenyum mendengar pernyataannya.

"Makanya jangan marah-marah," kata ku dengan mengacak-acak rambutnya.

"Nanti potong rambutnya, udah lumayan panjang banget."

"Iya, tapi kamu temanin."

Aku melotot kaget. "Hah?"

"Gakpapa. Sana keluar, masuk rumah."

"Iya," jawab ku lalu keluar dari mobil.

Aku mengetuk kaca mobil setelah keluar. Kaca di turunkan membuat ku menunduk, menumpukan kedua tangan ku pada jendela mobil.

"Hati-hati!!" kata ku dengan kembali menegakkan tubuh ku. "Sayang," lanjut ku sambil mengedipkan sebelah mata ku.

Edgar meloloskan kepalanya di jendela mobil. "Gue gak bakal berantem!!"

□□□○□□□

Aku memasuki rumah Kakak ku. Kakak pertama ku, Kak Aca. Namanya sama dengan nama teman Edgar, entahlah apa mereka memang hanya teman? Lupakan. Memasuki rumah dengan bersenandung, aku menghentikan langkah ku saat mendapati Kak Aca dengan suaminya berada di ruang keluarga.

"Roy-nya mana?" tanya ku.

"Di atas," jawab Kak Aca.

Tanpa basa-basi lagi aku berjalan ke arah tangga menuju lantai dua, kamar Roy. Tak mendapati Roy yang berada di kamar, aku berjalan ke arah kamar sebelah, kamar Risa. Membuka pintu aku mendapati Roy-anak kedua Kak Aca. Dan Risa anak pertama Kak Aca.

"Ris, geser dong," kata ku pada Risa memintanya untuk menggeser tubuhnya pada sopa.

Suara dering ponsel hp ku berbunyi membuat ku melihat layar hp. Nama Edgar tertera di layar membuat ku menaikan satu alis ku.

"Kenapa?" tanya ku setelah mengangkat telponnya.

"Gakpapa, mau dengar suara lo aja!!"

"Dimana?" tanyanya diseberang sana.

"Rumah Kak Aca."

"Gue di kamar."

"Hah?"

"Ke balkon, gue di balkon!!"

"Iya."

"Lo ke balkon."

"Ohh ... Bentar."

Aku berjalan ke arah balkon kamar Risa. Membuka pintu aku langsung mendapati Edgar di seberang sana yang berdiri di balkon kamarnya. Dia mengangkat tangannya, melambai- lambaikan tangannya ke arah ku membuat ku membalasnya dengan tersenyum.

FANI : He's Edgar ErzantaraWhere stories live. Discover now