BAB 37: BUCIN

224 23 25
                                    

Aku menumpukan tangan ku pada lutut. Mengambil napas berkali-kali dengan rakus akibat berlari menaiki tangga tanpa henti. Mau bagaimana lagi lift-nya lambat, hehe. Suara pintu di buka membuat ku mengangkat kepala ku untuk melihat orang yang membuka pintu.

"Kapan sampainya?" tanya Farel saat melihat ku di depan pintunya.

Aku kembali berdiri tegak dengan masih ngos-ngos-an. Tersenyum lalu bertanya. "Edgarnya di dalam?"

Farel megangguk. "Iya."

"Gue mau keluar bentar. Lo masuk aja."

Aku mengangguk lalu Farel berlalu. Setelah Farel berlalu aku langsung masuk ke dalam apartemen Farel dan berjalan sedikit tergesa dengan menghampiri Edgar.

Aku mendudukan tubuh ku di sofa samping Edgar. Cowok itu yang awalnya menunduk langsung mengangkat kepalanya dan melihat ke arah ku.

"Tau dari mana?"

"Gue obatin ya!!" kata ku tanpa menjawab pertanyaannya.

Tanpa menunggu jawaban dari Edgar aku mengambil kotak P3K yang berada di meja depan.

"Farel kasih tau lo!!?" tanyanya lagi membuat ku mengangguk.

Aku mengangkat tangan ku ingin memulai mengobati luka Edgar yang berada di wajahnya.

"Gak usah," kata Edgar dengan menepis tangan ku yang ingin mengobatinya.

Aku seketika mematung saat mendapat sikap Edgar pada ku. Mengulum bibir ku, aku lalu kembali meletakan kapas yang sudah basah akibat antibiotik yang ku tuangkan ke kapas.

Aku menghela napas pelan, kembali melihat Edgar dengan tersenyum.

"Terus mau gimana?" tanya ku namun tak mendapat jawaban dari orang yang ku tanya.

"Gar!!"

Aku kembali menghela napas pelan saat lagi-lagi tak mendapatkan sahutan. Berdiri dari duduk ku, aku lalu berlalu untuk memilih pergi dari apartemen Farel. Namun pangkah ku terhenti saat dengan tiba-tiba Edgar memeluk ku dari belakang dengan tangannya yang melingkar di leher ku.

"Gue gak minta lo pergi!!" katanya dengan wajah yang dia tenggelamkan di ceruk leher ku.

Aku diam mematung untuk berusaha menormalkan detak jantung ku. Kembali menghirup udara berlebih aku lalu membuka suara.

"Tapi gue obatin dulu lukanya!!"

"Hmm ..."

Aku sedikit menunduk untuk melihat tangannya. "Tangan lo juga luka," kata ku dengan ingin melepas pelukannya di leher ku.

"Gini dulu!! Gue meluknya juga gak kenceng kan!!"

Aku mengangguk kaku. Memang benar apa yang di katakan Edgar, dia hanya melingkarkan tangannya di leher ku tanpa membuat ku tercekik karenanya.

Aku melihat ke arah pintu apartemen saat terdengar bunyi pintu di buka. Mendapati Farel yang baru saja masuk dan langsung berhenti berjalan dengan mata tertuju pada aku dan Edgar membuat ku berusaha untuk melepas tangan Edgar pada ku.

"Gar!!" panggil ku.

"Ngapain?" tanya Edgar yang membuat ku meliriknya.

"Apanya?"

"Aelah, gue mau ambil hp doang, ketinggalan."

Aku dan Farel sama-sama menjawab pertanyaan yang di lontarkan Edgar. Entah untuk siapa.

"Udah. Lepas. Atau gue pergi?"

"Iya," jawab Edgar lalu melepas pelukannya pada ku.

"Baru tau gue ancaman Fani manjur."

"Brisik lo. Pergi sana!!" kata Edgar dengan melempar bantal sopa pada Farel.

"Rumah, rumah siapa? Yang ngusir siapa!!?" kata Farel lalu berjalan ke arah pintu.

□□□○□□□

"Gar, bisa gak sih diam dulu?!!" kata ku sedikit kesal.

"Ini udah diam."

"DIAM APANYA HAH?!!!"

"Ck, iya bawel."

Aku dengan kencang menekan luka yang berada di pipinya.

"Dari tadi juga udah di bilangin diam. Diam."

"Sakit Fan."

"Iya maaf. Habisnya dari tadi udah dibilangin diam juga."

"Sakit Fan."

"Iya tau, makanya diam biar cepat selesai."

"Kalo udah selesai peluk ya!!"

Aku menghentikan kegiatan ku mengobatinya. "Apanya?"

"Lo gue peluk ya!!"

"Berantem sama siapa?" tanya ku mengalihkan pembicaraan setelah selesai mengobatinya.

Edgar tak menjawab, dia dengan tiba-tiba langsung memeluk ku membuat ku kaget. Tanpa sadar aku mengembangkan senyum ku dan membalas pelukannya.

"Berantem sama siapa?" tanya ku mengulang pertanyaan yang sama.

"Bukan siapa-siapa."

"Terus kenapa berantem?"

Aku merasakan Edgar menggelengkan kepalanya saat dia meletakan kepalanya di ceruk leher ku.

"Semalam kenapa pulang duluan?"

"Gak kenapa-napa."

Aku mendengus. Di tanya apa di jawab apa.

"Mau gue lepas hah?"

"Gak," jawab Edgar dengan semakin mengeratkan pelukannya.

"Makanya, kalo ditanya jawab yang benar."

"Udah di jawab benar."

"Ngejawabkan!! Udah tau salah."

"Besok gue masih gak sekolah jangan nyariin lagi!!"

"Hah?"

Edgar melerai pelukannya. "Tadi di sekolah nyari-nyari gue kan!!"

"D-dih siapa bilang?"

Edgar mengembangkan senyumannya lebih lebar. "Gak ada, gue nebak doang," jelasnya dengan mengacak-acak rambut ku.

Saat itu juga aku bernapas lega setelah mendengar perkataan Edgar yang mengatakan hanya menebak saja.

FANI : He's Edgar ErzantaraWhere stories live. Discover now