BAB 49: HUKUMAN

157 26 34
                                    

Aku menunduk, merasakan panas yang menyengat karena berdiri di bawah sinar matahari. Sedari tadi keringat ku terus bercucuran dan membasahi baju seragam ku.

Aku mendongak saat tak merasakan rasa panas langsung pada tubuh ku. Mendapati Edgar yang entah memang sengaja melindungi ku dari panas matahari atau memang dia tak tau.

"Jangan pingsan!!" katanya yang membuat ku kembali mendongak untuk melihatnya.

"Gak usah geer, gue gak peduli sama lo," katanya lagi.

Tanpa mengeluarkan suara sedikitkan dan tanpa menjawab perkataan Edgar mana pun aku memilih untuk diam tanpa ada respon. Mungkin sekarang aku berada ditahap lelah meladeninya lagi yang ujung-ujungnya membuat ku sakit hati.

"Kenapa lo bilang bolos?" tanya Edgar yang hanya ku balas dengan gelengan.

"Suka di hukum? Atau suka sama gue?" tanyanya yang langsung mendapati plototan dari ku.

"Enggak ya ... Ngapain gue suka sama lo?!!"

"Kali aja, siapa yang tau?"

"Sayang ..," lanjutnya yang langsung membuat ku mencubitnya.

"Sakit yang!!"

"Lo kuyang."

"Gue bilang sayang bukan kuyang."

"Mang eak?" kata ku mengejek.

"Iya sayang ku ..."

"EDGAR!!" teriak ku dengan memukulinya.

"Iya ampun, udah Fan, maaf-maaf," kata Edgar dengan menghidari pukulan ku.

Aku melihat Edgar sinis lalu kembaki berdiri seperti tadi begitu juga dengan Edgar.

"Sana jangan dekat-dekat."

"Kenapa?" tanyanya.

"Lo bau," jawab ku asal.

"Emang iya?" tanyanya dengan mencium bau badannya sendiri.

Aku terkekeh, yaa ... Setahu ku Edgar orangnya memang paling takut orang lain mengatainya bau.

"Nggak bau Fan, coba cium!!" katanya dengan lebih mendekatkan dirinya agar aku mencium bau badannya.

"Apasih!! Jangan dekat-dekat gue bilang."

"Tapi gue gak bau Fan, gak bau beneran."

"Iyadeh terserah."

"Nggak bau beneran," kata Edgar lagi berusaha agar aku bisa mencium bau badannya.

"Iya ihh terserah."

"Nggak Fan!!" kekehnya. "Nihh ..," lanjut Edgar dengan langsung mendekap ku saat aku ingin menghindarinya.

"Lepas deh pengab Gar!!"

"Bilang dulu wangi."

"Enggak."

"Bilang?!!" kata Edgar sedikit menaikan nada suaranya.

"Nggak, gue gak mau bohong."

Edgar semakin mempererat pelukannya tanpa memberikan ku celah untuk bernapas bebas.

"Bilang dulu Fan!!"

"Iya gak bau," kata ku. "Udah lepas iih," lanjut ku dengan mendorong dada bidangnya.

Edgar tersenyum kemenangan lalu melepas dekapannya.

"Pengap gue, monyet!!"

"Mau lagi?" tanya Edgar dengan merentangkan tangannya.

"Nggak," jawab ku langsung yang membuat Edgar terkekeh.

"Lo udah mendingan?" tanya Edgar tiba-tiba.

"Keliatannya gimana?" tanya ku balik yang di sambut dengan gelengan oleh Edgar.

"Dih sok tau."

"Tadi nanya yaudah gue jawab jujur."

"Orang emang mendingan," jawab ku sewot.

"Duduk!!"

"Nggak, nggak usah nanya-nanya lagi."

"Duduk sana!! Gue gak nanya."

"Terserah."

"Duduk Fan!!"

"Lo aja yang duduk ngapain suruh-suruh gue."

Tanpa mengeluarkan suara lagi Edgar berjalan ke tepi lapangan untuk duduk sekaligus bernaung dari terik matahari.

Aku mendengus kesal. Bisa-bisanya dia meninggalkan ku sendirian disini dan dia pergi begitu saja dari hukumannya.

"Enak banget ya langsung pergi gitu aja!!" kata ku sedikit berteriak.

Edgar yang baru berjalan beberapa langkah kini berhenti lalu berbalik.

"Udah gue suruhkan!! Mau apa lagi?"

"Paksa kek bisa kan? Biasanya juga gitu!! Lagian hukumannya belum selesai mau di marahin Pak Anas?"

"Lo gak dengar bel pergantian pelajaran?" tanyanya.

"Hah? Adakah?" kata ku cengengesan.

Tanpa menjawab, Edgar kembali berjalan namun kali ini menghampiri ku. Dia mengangkat tubuh ku seperti karung beras.

"Gar!! Turunin," kata ku memaksakan diri untuk turun dari gendongannya.

Tak berselang lama Edgar menurunkan ku dibawah pohon yang terdapat tempat duduk di bawahnya. Dia langsung menurunkan ku di kursi tersebut.

"Ngapain sih main gendong-gendong!!"

"Takutnya lo pingsan pas jalan."

"Nggak ya?!!"

FANI : He's Edgar ErzantaraWhere stories live. Discover now