BAB 14: PT.2 STORY

489 44 0
                                    

Aku berjalan ke arah taman belakang sekolah. Ada beberapa murid yang berada di taman sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Aku mendudukan tubuh ku di salah satu kursi panjang disana. Menghela napas untuk kesekian kalinya.

Mau sampai kapan semuanya berlanjut? Mungkin dengan tak lagi di dekat Edgar semua cerita dan spekulasi mereka tentang aku dan Edgar akan hilang.

"Jangan dipikirin."

Kembali menghela napas saat kembali mendengar suara yang akhir-akhir ini selalu ku dengar tanpa absen sehari.

"Gue liat postingannya setelah nganterin lo pulang semalam!"

"Mereka gak tau faktanya jadi gak usah dipikirin," lanjut Edgar.

"Nggak kok."

Edgar terkekeh. "Gue tau perasaan lo."

Aku tertawa. "Kalo gitu kenapa gak jelasin ke mereka kalo kita gak ada apa-apa?!"

Aku dan Edgar saling tatap. Dia yang menatap ku dengan wajah andalannya sedangkan aku menatapnya dengan tatapan yang tak bisa ku jelaskan.

"Percuma," jawabnya.

"Percuma? Apa yang percuma?!!"

"Kalo lo jelasin bisa bakal nutup kemungkinan mereka berhenti nyebar fitnah tentang lo? Gak kan!?"

Aku membuang muka ke arah lain. Bersandar pada sandaran kursi dan memejamkan mata ku.

"Darel, dia yang buat gue ada disini."

Aku hanya diam tak mengerti apa yang di maksud Edgar.

"Dia orang yang gue pukulin sampai kakinya patah," lanjutnya membuat ku langsung membuka mata ku.

"Dia masuk rumah sakit seminggu," kata Edgar lagi.

Aku melihat Edgar dengan tatapan tak percaya. "Lo gak bercanda kan?"

"Gue jelasin semuanya tapi Mama sama Papa udah duluan mutusin buat pindahin gue," jelas Edgar.

"Sekolah lo dulu punya Papa lo bukan?" tanya ku yang membuat Edgar mengangguk.

"Tapi kenapa lo masuk jadi anak baru?"

"Papa gue yang minta."

"Kenapa?"

"Biar gue bisa pukulin yang seumuran lo!!" jawabnya dengan terkekeh.

Aku dengan refleks memukulnya. Bisa-bisanya di saat sekarang dia masih bisa bercanda.

"Papa gue mau gue belajar dari awal lagi! Terutama emosi."

Aku mengerutkan dahi ku. "Lo emosian ya?"

"Gak juga."

"Terus gimana sama keluarga orang yang lo patahin kakinya?"

"Darel adik gue!"

Aku terkejut bukan main saat mendengar pernyataan Edgar.

"Adik lo!?" tanya ku memastikan yang membuat Edgar berdecak.

"Biasa aja."

"Gue mau tau dong cerita lo!" kata ku yang tertuju pada cerita saat Edgar mematahkan kaki Darel.

□□□○□□□

"Kenapa bisa lo ada di taman belakang?" tanya ku pada Edgar yang saat ini berjalan beriringan dengannya menuju kelas.

"Menurut lo kenapa?"

Aku menaikan satu alis ku. "Mana gue tau."

"Gue juga gak tau."

Aku memutar bola mata malas. Percuma berbica dengan orang seperti Edgar. Jawaban pertama adalah jawaban mutlak baginya. Mungkin seperti itu.

"Kita kayak gini jadi omongan mereka lagi pasti," kata ku dengan berbisik agar tak ada yang mendengarnya.

"Udah gue bilang gak usah dipikirin!"

"Mudah buat lo, susah buat gue," jawab ku sedikit ngegas. "Lo udah terbiasa," lanjut ku.

"Biasain biar biasa."

"Ya," jawab ku mengakhiri obrolan.

Aku menatap heran pada Edgar yang biasa saja saat berpapasan dengan Indah. Dia seperti tak peduli akan adanya Indah di sekitar. Dalam artian tidak mungkin seseorang akan cuek pada orang yang dia sayang bukan?

Aku menggeleng membuat Edgar langsung bertanya. "Kenapa?"

Aku tersenyum canggung. "Gakpapa," jawab ku.

Apa yang kupikirkan? Apa yang ku harapkan pada Edgar saat melihat sifatnya pada indah? Apa bedanya dengan ku dulu. Saat bertemu dengannya di gedung apartemen Ani.

Kenapa aku malah membanding-bandingkan diri ku dengan Indah? Aku dan Indah sangat jauh berberda. Indah cantik, banyak yang menyukainya termasuk Edgar.

"Tadi ada Indah!" kata ku tiba-tiba.

"Terus?"

"Gak takut dia marah?"

Edgar terkekeh. "Udah sering dia marah, ngapain takut!?"

"Lucu," lanjutnya.

Aku mendengus lalu berjalan meninggalkannya.

FANI : He's Edgar ErzantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang