BAB 48: SUKA?

153 25 4
                                    

"Fa, dia ngomong apa?" tanya Dara yang berada di sebelah ku.

Aku menoleh ke arah Dara lalu menggeleng. "Bukan apa-apa."

"Ke kantin yu!!" lanjut ku mengajaknya.

Sesampainya di kantin aku berjalan ke arah meja kosong yang tak jauh dari pintu kantin.

"Gue deh yang pesanin," kata ku yang diangguki Dara.

Aku berjalan ke arah stan penjual somay. Memesan dua porsi untuk ku dan Dara lalu berjalan ke arah stan minuman. Setelahnya aku kembali berjalan ke arah meja yang diduduki Dara.

Aku memakan makanan ku dengan diam begitu juga dengan Dara. Sampai saat Dara membuka suaranya membuat ku mengangkat kepala ku.

"Lo mikirin apa sih? Dari tadi diam mulu."

Beberapa menit diam aku lalu menjawab pertanyaannya. "Emang mau ngomongin apa?"

"Dih, kayak gue siapa aja biasanya juga banyak bacot lo!!"

"Dar, kayanya gue suka deh."

"Suka apa?"

Aku menarik napas dalam-dalam. "Somay," jawab ku dengan menyengir.

Dara menganggung-anggukan kepalanya dengan senyum terpaksa.

"Ngomong yang bermanfaat dikit dong Fa."

"Gue duluan ya!! Ada urusan," kata ku tanpa menanggapi perkataan Dara barusan.

Aku berdiri dari duduk ku dan tanpa menunggu jawaban dari Dara aku keluar dari kantin. Iya untuk kesekian kalinya aku membohongi Dara. Tidak ada urusan, tidak ada apapun alasan untuk meninggalkannya di kantin. Namun aku hanya ingin sendiri terlebih dulu.

Dara pasti kesal saat tau aku meninggalkannya hanya karna ingin sendiri. Dia pasti marah padahal aku yang mengajaknya keluar dari kelas tadi.

Aku berjalan ke arah rooftop. Memang mungkin ada beberapa orang yang berada di sana nanti. Bahkan mungkin mereka juga akan berisik. Namun pikiran ku tertuju ingin ke sana.

Aku berjalan ke arah pembatas rooftop. Berdiri di dekat pembatas dan melihat pemandangan dari atas sangatlah menyenangkan.

Kurang lebih setengah jam aku berdiri melihat pemandangan di bawah. Dan dari setengah jam yang lalu ponsel ku tak henti-hentinya berbunyi tanda masuknya pesan namun tak ku hiraukan.

Aku berdecak saat mendengar nada dering telpon ku berbunyi dan mau tak mau aku mengambil benda pipih tersebut di saku rok ku.

"Apa?" tanya ku pada Dara, si penelpon.

"Lo kemana aja si baru ngangkat telpon dari gue?!!"

"Males sebenarnya ..."

"Malas apa hah? kenapa lo gak masuk kelas? udah tau pelajaran matematika. Sumpah Pak Anas ngamuk nyariin lo sama Edgar."

"Biarin deh."

"Fa, gue di toilet. Pura-pura ke toilet cuman biar bisa telpon lo doang."

"Mending lo ke kelas sekarang dari pada hukuman lo di tambah kalo gak masuk sama sekali," lanjut Dara.

"Hmm ..," jawab ku lalu mematikan sambungan sepihak.

Aku berjalan turun dari rooftop menuju kelas. Sebenarnya saat aku dan Dara keluar dari kelas pelajaran matematika sudah di mulai. Namun Pak Anas belum masuk dan ada yang bilang jamkos makanya aku mengajak Dara untuk keluar kelas.

Aku memasuki kelas dimana saat itu juga semua mata tertuju pada ku tanpa terkecuali. Pak Anas menghentikan penjelasan beliau. Beliau melihat ke arah ku dengan wajah garangnya. Namun sebelum Pak Anas mengeluarkan suara seseorang datang dan berdiri di samping ku.

"Habis dari mana kalian?" tanya Pak Anas.

Aku melirik Edgar yang berada di samping melalui ekor mata ku.

"Dari uks, dia sakit," jawab Edgar.

Aku mendongak untuk melihat Edgar yang ternyata sudah melihat ku.

"Kalian berdua?"

"Saya bolos," jawab Edgar.

"Lalu kenapa kamu tidak sekalian saja tidak usah masuk sampai mata pelajaran saya berakhir?" tanya Pak Anas yang tak di jawab Edgar.

"Berdiri kamu di lapangan dan Thifani kalo kamu memang sudah mendingan kamu bisa duduk ..."

"Enggak Pak, saya bolos juga," kata ku yang langsung membuat Edgar menatap ku tajam.

FANI : He's Edgar ErzantaraDonde viven las historias. Descúbrelo ahora