BAB 10: KESAL

763 71 2
                                    

"Fani!"

"ANJ**G"

Aku langsung berbalik dan mendapati Edgar yang memasang wajah tengilnya.

"Ternyata lo penakut!" katanya.

Aku mendengus marah dan berjalan meninggalkannya.

"Kenapa teriak-teriak?" tanya Ani tapi tak ku hiraukan.

Aku mengambil snack yang ada di lemari. Lalu berjalan meninggalkan dapur menuju kamar Ani.

"Fa, gue baru beli itu. Belum gue makan," kata Ani. Lagi tak ku hiraukan sama sekali.

"Kenapa dia?" itu suara yang terakhir ku dengar.

Aku masuk ke dalam kamar lalu mendudukan tubuh ku di atas sofa. Membuka snack tersebut lalu memakannya. Memangnya apa salahnya meskipun dia baru membelinya? Toh bisa membeli lagi jika habis.

□□□○□□□

Aku menghentikan langkah ku saat mendapati seorang cowok berbaring di sofa ruang tamu. Mendapati 'cowok itu' yang tiba-tiba ada di apartemen Ani membuat ku bertanya-tanya.

Aku mengurungkan nait ku untuk mendekatinya. Saat mengingat kembali kejadian tadi malam. Memutuskan untuk tak memperdulikan kehadirannya. Aku berjalan menuju dapur.

"Fani!"

Aku memejamkan mata ku saat mendengar suara itu. Berbalik, aku mendapati Edgar sudah berdiri di depan ku. Tak ingin berinteraksi dengannya, aku memilih jalan samping agar bisa melewatinya.

Mengira akan sangat mudah menghidarinya. Edgar malah terus-terusan menghalangi jalan ku.

"Marah ya?"

Aku mendongak untuk melihat wajahnya. Saat mata ku bertemu dengan matanya ada rasa yang tak bisa ku jelaskan. Merasa gugup seketika aku memutuskan kontak mata ku denganya.

"Mau kemana?" tanyanya lagi saat aku kembali ingin berjalan ke arah sampingnya.

"Ck," decak ku. "Minggir gak?"

"Mau jalan sama gue?" tanyanya balik.

"Minggir gue bilang?!"

"Jawab dulu pertanyaan gue!"

"IFA!!" panggil Ani dari luar dapur.

Edgar tiba-tiba menarik ku. Dia membawa ku ke arah samping lemari es. Aku diam dengan melihat ke arah tembok di samping ku.

"Lo cantik," katanya membuat ku mendongak untuk melihatnya. "Tapi boong. Lo jelek. bau lagi."

Aku menggertakan gigi ku kesal. Memukul tangannya yang mengukung ku agar menjauh. Setelahnya berjalan meninggalkannya.

"Habis dari mana?" tanya Ani saat aku masuk ke dalam kamarnya.

"Hmm," jawab ku jauh dari pertanyaannya.

Dia berdecak. "Gue mau keluar."

"Hmm." sekali lagi Ani berdecak lalu keluar dari kamarnya.

□□□○□□□

Aku dikejutkan dengan seseorang yang meletakan sebuah jaket di kepala ku. Dengan menutupi kepala ku sepenuhnya, aku tak bisa mengetahui siapa yang melakukannya. Dan jika saja tangan itu sudah melepas jaket tersebut mungkin aku sudah bisa menyingkirkannya.

"Oi lepas gak?!"

Tak ada suara yangmerespon membuat ku kesal seketika.

"Anj**g, gue bilang lepas!"

Sama halnya seperti tadi tak ada sahutan atau pun suara yang ku dengar. Tapi tunggu, aku seperti mengenal wangi parfumnya. Parfum yang akhir-akhir ini sering masuk ke indra penciuman ku.

"Lepas oi, dasar Edgar sial**n."

Saat mengatakan hal tersebut, saat itu juga jaket yang ada di kepala ku bisa ku lepas dengan mudah.

"Kenapa bisa tau kalo gue?"

Terlanjur kesal aku tak menjawab dan malah memukulnya dengan jaket miliknya.

"Gak bisa napas gue. Monyet."

"Iya gue tau lo monyet."

Mendengar perkataan Edgar barusan membuat ku semakin kencang memukulnya.

"Iya-iya Sorry."

"Udah Fan, gak malu diliatin orang?" lanjutnya yang sukses membuat ku berhenti.

Aku melihat kesekeliling dan benar saja aku mendapati beberapa murid yang lewat memperhatikan. Dan mana mungkin memperhatikan terang-terangan.

Bukan tanpa alasan mereka pensaran dengan apa yang terjadi. Karena barusan aku memukul Edgar mereka pasti berspekulasi terhadap kejadian tersebut.

Cowok yang di kenal sangar itu dan hampir ditakuti semua murid hanya diam tanpa melawan saat aku memukulinya. Dan syukurnya dia tak marah pada ku atau bahkan membalasnya.

"Gar!!"

"Iya, apa sayang?"

FANI : He's Edgar ErzantaraKde žijí příběhy. Začni objevovat