2. Celah

158 29 5
                                    

***

Tidak ada lagi pesan masuk mengucapkan selamat pagi. Tidak ada lagi orang yang memaksa untuk sarapan terlebih dahulu. Tidak ada lagi yang meneleponnya hingga larut malam. Tidak ada lagi yang selalu menyemangati saat belajar walaupun hanya lewat sambungan telepon.

Shaula, kehilangan itu semua.

Gadis dengan rambut agak bergelombang itu berjalan melewati koridor untuk sampai di kelasnya, XI IPS 1. Kedua tangannya memegang tali ransel. Beberapa kali melemparkan senyuman pada orang-orang yang menyapanya.

Namanya, Shaula Anka Hydra. Siswi kelas XI di SMA Centauri. Sekolah favorit yang cukup terkenal di daerah Ibu Kota Jakarta. Sudah satu tahun ia menginjakan kaki di sini. Tetapi menurutnya, kehidupan di sekolahnya ini sangatlah klise.

Tidak jauh dengan belajar-ekstrakurikuler-kerja kelompok begitu pun seterusnya. Kala itu Shaula nyaman-nyaman saja. Tetapi, satu bulan ke belakang setelah putus dari Elio, semua tampak membosankan.

Ia butuh penyemangat sekarang. Setelah Elio pergi, kehidupannya menjadi sangat berubah. Tidak ada lupanya untuk selalu memikirkan cowok itu. Padahalkan, belum tentu Elio juga memikirkannya. Benar-benar kurang kerjaan. Lagi mandi kepikiran, lagi makan pun kepikiran, mau tidur juga kepikiran.

Shaula belum sepenuhnya bisa melupakan sosok Elio dari dalam benaknya.

Gadis itu meletakan ranselnya dengan kasar di atas meja sesampai di dalam kelas. Mengeluarkan suara yang cukup keras, membuat teman sebangkunya tergelak kaget.

Larissa memasukan cermin kecilnya pada kantong seragam. Cewek itu mendengkus kesal pada Shaula. "Kenapa, sih, Sha? Pagi-pagi udah marah-marah aja."

"Ris ... gue nggak bisa!" Shaula menggebrak mejanya dengan kedua tangan sambil bangun dari duduknya. Teman-teman sekelas yang baru saja datang, menoleh ke arah Shaula.

"Ah, payah, lo! Kayak gue dong, baru putus satu minggu aja udah dapat yang baru. Baik, perhatian, lembut, lagi!" ujar Larissa dengan bangganya. "Jangan sampe gue comblangin juga, lo," lanjutnya, greget. Satu bulan, Larissa sebenarnya bosan mendengarkan keluh kesah Shaula yang masih belum bisa move on dari sang mantan.

Larissa tidak tega melihatnya. Sangat kasihan. Lihat saja kondisi Shaula sekarang. Badannya agak kurusan, karena nangis setiap malam. Bawah matanya hitam, karena tidur terlalu larut. Ulangan Harian yang biasanya mendapatkan nilai 85 sekarang jadi menurun sampai 72. Shaula, sepertinya benar-benar cinta pada Elio!

Dasar, anak remaja.

"Gue harus gimana, ya, Ris?" tanya Shaula, sembari menelungkupkan kepalanya di atas meja.

Larissa mengehela napas pelan. "Jedotin aja kepala lo ke tembok, biar lupa. Amnesia sekalian!" jawabnya ketus. Sabar Larissa, Shaula benar-benar gamon alias gagal move on.

"Lo mah, kasih saran, kek! Punya teman nggak guna banget," balas Shaula.

Ingin rasanya Larissa menarik rambut temannya itu. Larissa berdiri, menarik tangan Shaula agar ikut dengannya. Shaula tidak menolak, ia menurut saja. Saat sampai di ambang pintu kelas hendak keluar. Mereka disuguhkan pemandangan yang setiap paginya selalu dinanti-nanti oleh para cewek-cewek.

Maramma dkk, berjalan melewati kelasnya. Shaula berlagak biasa saja. Tidak seperti yang lainnya. Anak kelas sebelah itu, cukup populer di kalangan siswa-siswi SMA Centauri. Shaula hanya diam saat Larissa menghampiri kekasihnya dari salah satu empat cowok tersebut.

"Hai, Jan?" Tampak Larissa tersenyum sumringah pada cowok dengan manik matanya yang hitam. Yang disapa ikut tersenyum, sembari mengusap lembut kepala Larissa. Shaula bergidik melihatnya. Entahlah, sudah lama ia tidak merasakan itu.

LEGIO [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang