47. Butuh Waktu

35 17 1
                                    

"Dijemput Maramma?" tanya Elio pada Shaula. Keduanya baru saja selesai sarapan bersama Mama dan Ayah. Lyra yang mendengar pertanyaan putranya lantas masuk ke dalam pembicaraan.

"Maramma siapa? Pacar kamu, ya? Kalo dia ke sini, jauh dong. Sekalian aja bareng sama Elio," ujarnya, sembari menyusun bekas piring-piring yang digunakan.

"Biasa, anak muda." Gamma menyahuti.

"Apa, sih, Yah. Nggak. Aku bareng Elio, kok. Ayo!"

Elio melemparkan senyum tipis, beberapa menit kemudian mereka keluar rumah. Shaula mengedarkan pandangan ke sekitar, sembari menunggu Elio mengeluarkan motornya.

Di rumah sebelah, Shaula melihat Rani sedang memanaskan kendaraan roda duanya. Dari sana Rani berteriak cukup keras. Padahal bicara biasa saja sudah terdengar.

"Cie! Keluar berduaan. Pergi berduaan, pulang berduaan, makan satu meja, kamar bersebelahan, haha!" Gadis itu tertawa, membuat Shaula mendecih pelan.

"Ya, iya, lah! Gimana sih," balasnya. Lalu segera menggunakan helm yang dilemparkan oleh Elio.

Shaula tahu, Rani meledekinya. Dan itu sudah biasa saat Shaula dan Elio keluar rumah bersamaan. Shaula kini tak lagi merasa wajahnya memanas, Shaula kini tak lagi merasakan degup jantung dengan ritme cepat saat bersama Elio. Karena semuanya, telah berpindah untuk Maramma seorang.

Selama perjalanan mereka membahas hal apa saja. Sampai di lampu jalan yang lumayan macet pun juga sama. Sampai pengendara di sebelah ikut menoleh.

"Nggak tau, gue kesal, sedikit. Maramma itu salah paham, nanti mau gue jelasin," ujar Shaula.

"Maaf, Sha. Tapi kayaknya, semuanya dimulai dari putusnya hubungan kita, maksud gue ... Mama dan A--"

"El, itu lalu, biarin berlalu. Nggak usah bahas yang udah-udah. Jangan merasa salah dan jangan salahin orang tua kita juga. Sekarang, cukup lihat ke depan jalanin apa yang harus kita jalani sekarang."

Elio terkekeh, "Tengok ke belakang juga jangan lupa kali, Sha."

"Ngapain?"

"Jejak kaki lo ketinggalan." jawabannya berhasil membuat tawa Shaula mengudara. Gadis itu menepuk keras bahu Elio sampai ia mengaduh karena lumayan, rasanya.

"Aduh! Kebiasaan. Cewek kalo ketawa harus banget pakai tabokan, ya?" Elio melirik Shaula dari kaca spionnya.

"Udah-udah. Ayo, Kak, jalan. Yang di belakang udah bunyiin klakson!"

Sembari menancap gasnya Elio kembali bertanya, "Apa tadi lo bilang?"

"Kak?! Kakak. Lo Kakak gue sekarang!"

"Oke. Pegangan ya, Kakak mau ngebut. Jangan sampai kamu melayang." Shaula sukses dibuat tertawa akan tingkah di pagi hari ini.

Pukul 06:45 gerbang SMA Centauri sudah dipenuhi siswa-siswi yang hendak memasuki pekarangan sekolah. Bukan hanya itu, ada juga para anak laki-laki yang mengantri karena membawa motor, membiarkan mobil beberapa guru masuk terlebih dahulu.

Termasuk Shaula yang sudah merasa sumpek. Ingin turun, namun Elio menahannya. Tanggung, turun di parkiran lebih baik.

"Besok-besok harus lebih pagi, rumah kita kan, lumayan jaraknya." ujar Shaula, sembari membuka helmnya sesaat sudah sampai di lahan parkir yang sudah dipenuhi kendaraan lain.

Elio menggelengkan kepala, membenarkan rambutnya yang berantakan, "Yang penting nggak telat. Yuk?"

"Iya, tap--"

"Shaula, Shaula! Sumpah, terus gimana hubungan lo sama Ma--" Larissa yang baru sampai dengan Janus segera turun menghampiri Shaula. Ia tampak terlalu bersemangat, sampai lupa bahwa....

LEGIO [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang