30. Malam Minggu(an)

42 14 0
                                    

"Iya, kenapa? Masalah buat lo?" Shaula dan Elio sama-sama menoleh ke belakang, mendapatkan Larissa yang sudah kembali bersama Janus.

Bibir Elio membentuk huruf o, menggeleng samar dan melemparkan senyum tipis pada Shaula. Entah, rasanya Shaula ingin mengatakan kata 'tidak'. Namun apa daya, ia sudah meng'iya'kan pertanyaan dari Maramma semalam.

"Oh, ya, mending dari sekarang lo jaga jarak deh, dari Shaula." Janus mencolek lengan Larissa yang berkata barusan.

"Santai. Lagi pula, sekarang kita nggak lebih dari sekadar, teman. Iya, kan, Sha?" Elio melirik Shaula yang reflek mengangguk cepat. Lalu gadis itu tertawa sumbang.

Elio dan Janus sama-sama kembali menuju lapangan. Sekadar teman, ya? Baguslah, daripada tidak ada kata 'teman' sama sekali. Itu pasti akan lebih menyakitkan.

"Gue ikut lo, nggak apa-apa, kan? Di sini, sampai anak-anak selesai," ujar Shaula pada Larissa.

"Nah gitu, dong!"

Sedangkan di sisi lain, Maramma masih sibuk berkutat dengan tugas-tugas sekolah yang belum sempat terselesaikan. Padahal, ini hari sabtu. Harusnya ia santai-santai saja. Toh, masih ada hari esok, kok, minggu.

Lah? Kalau besok kita udah nggak ada? Umur nggak ada yang tahu. Itu yang selalu Maramma terapkan dalam benaknya.

Suasana kamarnya sangat sepi, Maramma bukanlah tipe seseorang yang mengerjakan tugas sembari mendengarkan musik. Hanya ada suara detik jam, juga dengan semilir angin dari luar.

Kamar bercat abu-abu itu banyak ditempeli beberapa cetakan foto. Termasuk foto dengan sebuah bingkai yang ada di meja belajarnya. Tepat di hadapan Maramma saat ini.

Tak sengaja cowok itu mendelik pada bingkai tersebut. Berisikan foto seorang perempuan, yang terlihat tersenyum tipis. Namun terlihat sangat manis di mata Maramma. Siapa lagi jika bukan foto almarhumah sang Ibunda.

Setiap melihat foto seorang wanita rambut bergelombang itu, Maramma merasakan bahwa ada rasa semangat yang terus mendorongnya.

Bukan hanya foto Ibunda, lukisan di kanvas yang sudah usang pun, masih ia simpan. Iya, Bunda suka melukis. Waktu masih sekolah dasar, Maramma diajarkan akan hal itu. Meskipun ia tidak terlalu mendalaminya lagi, tetapi Maramma dapat menjawab bukan, tentang pertanyaan dari Bu Shila kemarin.

Dan sekarang, ia ingin menjadi seperti Bunda-nya.

Satu nama yang tiba-tiba terlintas dalam benak, membuat Maramma segera menarik ponselnya untuk mendekat. Sialnya, saat ingin dinyalakan, ponselnya mati karena habis baterai.

Maramma lantas berdecak sebal. Hampir saja ia melupakan kekasihnya yang baru resmi semalam. Dan setelah itu, mereka tidak saling mengabari. Yang di sana juga tidak ada inisiatif.

Suara ketukan pintu, membuat pikirannya terpecahkan. Sosok pria paruh baya, menilik Maramma yang sudah beranjak dari duduknya.

"Kenapa, Yah?" tanyanya.

Yang dipanggil 'Yah' itu adalah Ayah-nya, Mahardika. "Kamu masih belajar? Itu, di depan ada teman kamu."

"Siapa? Janus, Yerikho, Hoku?"

Mahardika menatap putranya dengan alis yang hampir bertaut, "Cewek. Pacar kamu, mungkin?" jawaban itu membuat Maramma segera membuka pintu kamar semakin lebar.

"Ramma, Ramma. Keren juga kamu, udah punya pacar," ujar Mahardika, menggoda anak lelakinya tersebut. Lalu pria itu kembali masuk dalam kamarnya yang ada di sebelah kamar Maramma.

Sedangkan Maramma sendiri, berjalan menuruni anak tangga dengan langkah yang cepat. Tidak ke mana-mana, satu nama yang ada dalam benaknya, menjadi dugaannya saat ini.

LEGIO [✔]Where stories live. Discover now