51. Telanjur Kecewa

36 19 0
                                    

"Maaf, Na. Nggak bisa." Kalimat itu Maramma lontarkan untuk seorang gadis yang berada di hadapannya.

Mahina mendengkus malas, ia malah berpindah posisi menjadi berdiri di sebelah Maramma. Tentu, tingkahnya membuat Maramma menghela napas berkali-kali berusaha menahan sabar. Ia menyesal, hari-hari sebelumnya, telah membiarkan Mahina mendekati.

"Kenapa, Ram? Ponsel gue habis baterai nih. Nggak bisa pesan ojek online. Kemarin-kemarin, lo fine-fine aja antar gue ke tempat les. Sekarang kenapa nggak?"

Maramma menggeleng, menjadikan Mahina semakin gencar, "Nggak apa-apa, Ram. Lo takut si Shaula itu marah? Bukannya, kalian udah putus, kan?" Gadis itu mendongak sedikit guna menatap tepat di manik hitam Maramma.

"Barusan bilang apa?"

"Lo sama Shaula, udah nggak ada hubungan apa-apa lagi. Jadi, please. Jangan larang-larang gue buat dekat sama lo, Ram. Lagi pula, sampai kapan, sih, lo sadar? Kalo yang tulus sama lo itu, gue, Maramma. Shaula? Apa-apaan, bahkan dia teganya kan pernah tolak lo terus dijadikan pelampiasan?"

"Lo nggak tau apa-apa, Mahina. Berhenti omongin kejelekan Shaula yang lo tau di depan gue." Setelahnya Maramma berjalan duluan. Meninggalkan Mahina yang masih terdiam di atas lantai koridor. Tampaknya, gadis itu sedang mencerna apa yang diucapkan Maramma.

Sedangkan cowok itu sendiri, melangkah cepat menghampiri kendaraannya yang berada di lahan parkir. Jangan tanya di mana tiga orang temannya, karena mereka hari ini benar-benar menyibukkan diri setelah ujian semester baru saja dimulai pagi tadi.

Hoku yang berusaha ambis mengingat akan naik ke kelas dua belas, Janus  berusaha membagi waktu antara belajar dan basket yang mungkin sudah menjadi bagian hidupnya. Terakhir Yerikho, cowok itu juga sama, dengan tambahan mengurus surat pindah setelah pembagian rapor nanti.

"Maramma!" Baru saja hendak naik ke atas motornya, lagi-lagi tertunda karena suara seseorang yang memanggil namanya dari belakang.

Lantas Maramma menoleh, mendapatkan sosok tinggi tegap nan atletis dengan seragam sama sepertinya. Elio berjalan lebih dekat ke arah Maramma dengan kening yang mengerut. Bukannya hanya ia seorang. Maramma melihat seorang gadis yang berdiri tak jauh mengekor Elio.

"Ada urusan sama gue?" tanya Maramma, to the point.

Elio memgangguk, "Ada. Penting. Jadi, lo harus dengar apa yang gue katakan."

Maramma menghela napas, mengangkat satu alisnya. Shaula yang berada di belakang Elio menarik-narik ransel saudaranya itu sembari berbisik samar. Walau Elio tahu, namun ia enggan menghiraukan Shaula.

"Lo jangan pernah dekat-dekat sama Shaula, lagi." ucap sarkas Elio, membuat kening Maramma semakin mengerut dalam.

"Lo nggak berhak ngatur. Bukan siapa-siapa," balasnya.

"Justru karena sekarang gue dekat dengan Shaula, gue berhak ngatur. Lo. Lo yang bukan siapa-siapa. Jangan pernah dekat-dekat Shaula lagi, Maramma."

"Apa urusannya sama--"

Elio maju satu langkah, membuat Shaula yang berdiri di belakangnya tersentak.

"Karena lo udah buat Shaula sakit. Apa lo nggak sadar?! Lo nggak ada rasa kasihan, kan? Gue tau, Shaula udah sayang sama lo. Tapi apa yang lo lakuin ke Shaula? Putusin hubungan gitu aja tanpa penjelasan yang masuk akal."

"Kalo gitu, biarin gue kembali sama Shaula."

Penuturan Maramma benar-benar membuat Shaula membeku. Karena perkataan teman-temannya dan terus memikirkan, Maramma jadi spontan berkata demikian.

"Maksud gue--"

"Maaf, gue nggak akan biarin itu." potong Elio.

Maramma mengembuskan napas kasar. Ia mendorong bahu Elio ke samping dan memperlihatkan Shaula di belakangnya. Gadis itu menelan saliva susah payah, Maramma kini menatap netranya dengan intens. Elio mendengkus, hendak menarik lengan Shaula, tetapi ditepis oleh gadis itu sendiri.

"Sha?"

"Biarin ini jadi masalah gue, El." begitu katanya.

Tatapan Shaula beralih pada Maramma, "Ram, maaf kalo lo belum bisa terima apa yang gue ceritakan hari-hari sebelumnya. Waktu itu, yang gue rasa memang benar. Gue sama sekali nggak ada rasa suka atau apa pun, buat lo."

"Tapi untuk sekarang. Bahkan lo udah tau kan jawabannya apa?"

"Sayang, Ram." lanjut Shaula.

"Maaf, Sha. Tapi ucapan gue masih sama seperti kemarin. Kita sampai di sini aja, ya? Gue sayang sama lo. Selalu."

Karena sama seperti Bunda.

Belum sempat membalas ucapan Maramma, Elio sudah menariknya terlebih dahulu untuk pergi dari hadapan cowok itu. Dari kejauhan, Shaula menoleh ke belakang, menatap Maramma yang juga tampak memandangnya.

Maramma memang sayang, tapi sudah telanjur kecewa.

***

Terima kasih sudah membaca

LEGIO [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang