18. Sapaan yang Menghilang

47 19 0
                                    

Jangan lupa klik bintang, ya! Komentar sebanyak-banyaknya juga boleh banget:)

Komen yuk, vote ke berapa, nih?

***
"Eh, Ramma! Hari ini kita disuruh beli peralatan buat seni lukis," suara Rani memecah keheningan di antara ke empatnya.

Iya, empat orang. Suasana sekolah sudah tidak terlalu ramai. Maramma, Shaula dan Rani--oh, tidak. Ada satu orang lagi, Mahina. Mereka tengah berdiri di lantai koridor gedung kelas IPS.

Shaula dan Rani berpapasan dengan Maramma. Tetapi ketika bukan hanya melihat cowok itu, raut wajah Shaula terlihat bingung. Maramma tampak acuh tak acuh, malah cewek di sebelahnya yang membuka suara.

Mahina menyahuti ajakan Rani pada Maramma. "Nggak bisa, Maramma hari ini ada kerja kelompok bareng sama gue," jelasnya.

"Iya, kan?" Mahina mendongak sedikit untuk melihat wajah tampan cowok itu. Sangat disayangkan untuk disia-siakan.

"Iya," balas Maramma, dengan nada malas.

Rani manggut-manggut, kemudian menyenggol lengan Shaula dengan pelan. Sedangkan Shaula mendesis, juga bingung, harus berkata seperti apa. Jujur, ada rasa sedikit kehilangan ketika hari ini, sama sekali belum bertegur sapa dengan Maramma. Tolong garis bawahi, hanya; sedikit.

Apa jangan-jangan...

"Apaan, sih? Nggak jelas. Jangan ganggu gue!"

Shaula kembali mengingat ucapannya semalan lewat telepon dengan Maramma. Bukan hanya kalimat yang kurang mengenakan, tetapi juga dengan nadanya yang kurang bersahabat.

Wajar saja, saat malam itu, Shaula sudah kepalang kesal.

Hah ... bayangan tentang itu jadi tergambar lagi dalam benaknya.

"Oh, kerja kelompok, ya? Berduaan?" Rani menatap keduanya dengan tatapan mengintimidasi.

"Nggak kok, ber-empat. Sama Vega dan Janus," sergah Mahina. Lagi, Maramma hanya mengangguk ketika Mahina mendongak sedikit untuk melihat wajahnya.

Kalau begitu terus, Mahina jadi ingin terus-terusan berdiri di samping cowok itu!

"Ram, ayo lah, emang deadline-nya kapan sih?" Daritadi hanya Rani yang bersuara. Shaula diam saja seperti patung.

Mahina maju satu langkah, saat Rani bertanya-tanya lagi. "Udahlah, nanya mulu, deh. Ayo, Ram, nanti waktunya nggak ke buru." ujar gadis itu seraya melirik jam di layar ponselnya.

Kemudian, Maramma dan Mahina berlalu melewati Shaula dan Rani, begitu saja. Tanpa mengucapkan kata permisi, terutama Maramma, yang sama sekali tidak melontarkan kata 'maaf'.

"Saraleo!" umpat Rani, saat dua orang tersebut sudah lumayan jauh dari tepatnya berdiri.

Shaula menepuk bahu temannya itu. "Rani, mulut lo," peringatnya.

Sambil berjalan keluar pekarangan sekolah, Rani tak ada henti-hentinya untuk membahas soal Maramma. Cowok itu lebih memilih pergi dengan temannya, daripada harus mempersiapkan segala kebutuhan yang dibutuhkan oleh ekstrakurikuler seni lukis.

"Udahlah, Ran, dia mau kerja kelompok, kok," Shaula menepuk-nepuk ransel Rani yang berada digendongan punggungnya.

"Kenapa Maramma, sih, yang harus jadi ketua! Lukis aja, dia belum tentu bisa," sungut Rani.

Shaula tidak menghiraukannya lagi.
Keduanya pun, berjalan beriringan melewati lapangan sekolah. Sesaat sampai di gerbang, mereka melihat empat orang yang tentu saja mereka kenali. Dua motor, saling berboncengan per-dua orangnya.

LEGIO [✔]Where stories live. Discover now