6. Nomor

71 23 2
                                    

Jangan lupa voment sebanyak-banyaknya!

***

"Maksud lo?!"

Maramma mengangkat bahunya acuh tak acuh. Dengan ekspresi wajahnya yang datar, cowok itu merogoh saku celana abu-abunya. Tangan kanannya mengeluarkan sebuah benda pipih. Ia menyodorkan ponselnya pada Shaula, membuat kening gadis itu mengkerut keheranan.

"Ponsel lo, kenapa?" tanya bingung.

"Nomer lo, ketik." Maramma memberikannya dengan paksa. Shaula melotot, beberapa detik ia menatap layar ponsel milik cowok itu, tampak sedang berpikir. Sebelum Maramma berdecak, akhirnya Shaula menekan beberapa angka yang tertera pada layar.

"Bener nggak?" tanya Maramma, memastikan.

Shaula mengangguk cepat, "Bener, lah!"

"Oke. Nanti malam gue telepon. Sekarang nggak ada pulsa," ia berkata jujur.

Sebenarnya Shaula sedikit heran. Masa pulsa saja tidak punya. Kemarin kan, Maramma mengeluarkan black card dari sakunya. Entahlah! Shaula tidak mau berpikir lebih jauh tentangnya.

Setelah mendengar penuturan Maramma, Shaula segera melewati tubuh tinggi cowok tersebut yang berada di hadapannya. Melirik jam yang ada di ponsel, menunjukkan pukul 10:15. Masih ada waktu lima belas menit lagi untuk pergi makan di kantin kelas sebelas.

Sekaligus mencari Larissa. Setelah pembagian formulir ekstrakurikuler seni lukis yang dibagikan oleh Maramma dan kawan-kawannya, Larissa menghilang pergi entah ke mana.

"Eh, lihat deh, ada cewek caper, tuh!" celetuk cewek rambut keriting.

Samar-samar tetapi cukup terdengar sampai telinganya. Pandangan  yang tadinya ke depan hendak ke warung soto, Shaula jadi menoleh karena mendengar hal tersebut. Netranya menangkap sosok Mahina, dan dua temannya yang sedang duduk tidak jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Shaula mencoba untuk tidak peduli, ia tidak marah. Karena Shaula tidak merasa.

"Ck! Biarin aja, Ve. Namanya juga; caper." Mahina menekatan kata terakhir.

Vega, cewek dengan kuncir satu ke belakang ikut menyahuti ucapan teman dekatnya. "Iya, Ma. Yang penting, lo nggak kayak gitu." katanya, kemudian menyeruput minuman.

Shaula mendelik dengan ekor matanya. Ia tahu betul siapa itu Mahina. Cewek kelas sebelah yang cukup terkenal di kalangan siswa-siswi yang lain. Apa lagi, Mahina adalah seorang anggota cheerleaders. Shaula akui, Mahina memang cantik. Wajahnya tampak selalu bersinar sama seperti arti namanya; cahaya bulan.

"Shaula, sini!" seruan itu membuatnya sedikit tersentak. Di bangku paling ujung, terlihat ada Larissa sedang berduaan bersama Janus. Shaula malas sekali jika harus menghampiri dua bucin itu. Yang ada, ia jadi nyamuk.

Shaula membawa sendiri satu mangkuk soto dan es jeruk di atas baki. Langkah pelannya mendekati Larissa. "Gue cariin." gerutu gadis itu.

"Tadi kan, lo lagi ngobrol berduaan sama Ramma. Gue nggak mau ganggu. Siapa tau kalian...." Larissa sengaja menggantungkan ucapannya sembari tersenyum jail pada Shaula.

"Buang jauh-jauh pikiran itu," balas Shaula, ia mulai melahap makanannya. Larissa berbincang dengan Janus terlihat begitu asyik dan nyambung. Ah, itu jadi mengingatkannya pada Elio. Setiap mereka bertemu, pasti tidak jauh dari obrolan membahas tentang sekolah, ekskul, makanan bahkan hal-hal tidak penting lainnya.

"Hai, Sha?" sapa seorang cowok yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka.

"Eh, hai," Shaula tersenyum tipis. Yerikho menggeser bangku plastik berwarna merah lalu duduk di sampingnya.

LEGIO [✔]Where stories live. Discover now