16. Gejolak Amarah

51 23 0
                                    

Satu hari sebelumnya...

Keluarga lengkap itu terlihat begitu harmonis tengah menonton tv bersama-sama di ruang tengah. Mama dan Ayahnya sedang asyik bercengkrama walaupun televisi masih menyala dengan suara yang lumayan keras. Sedangkan Elio, beberapa kali masuk dalam pembahasan kedua orang tuanya.

Mama Lyra bilang, Elio akan pindah sekolah. Tentu saja hal tersebut membuat anak laki-laki itu terkejut. Bagaimana tidak, ia rasa, ia tidak pernah melakukan kesalahan fatal di sekolah--masuk ruang BK--apalagi di keluarkan. Paling tidak, hanya lupa mengerjakan PR.

"Bagaimana, Elio?" suara Gamma yang terdengar seperti pertanyaan itu menyapu gendang telinganya.

Elio berlagak kikuk. Ia menggaruk belakang kepalanya. "Memangnya kenapa harus pindah?" yang lebih muda malah bertanya balik.

"Saya cuma mau, kamu dekat dengan dengan anak saya, El. Bagaimana pun, kalian sekarang sudah menjadi saudara," tutur laki-laki paruh baya itu.

Elio mendengkus samar, "Nggak harus pindah sekolah kan bisa. Bawa aja anak Ayah ke sini," balasnya.

"Elio," itu suara Mama Lyra.

Remaja laki-laki itu mengalihkan pandangan, "Ma?" Namun sang Mama tidak begitu menghiraukan. Wanita itu menyerahkannya begitu saja pada Gamma. Apa-apaan ini? Elio sudah nyaman di sekolah lamanya.

Setelah berbicara cukup lama, akhirnya Elio hanya mengangguk pasrah. Lagi pula, memang benar, Gamma adalah orang tuanya juga saat ini. Elio tidak mau jadi anak durhaka yang membantah permintaan orang tuanya.

Siap tidak siap, hari-hari berikutnya ia akan selalu bertemu dengan orang itu.

Lyra dan Gamma sudah beranjak dari hadapannya. Elio memijat pelipisnya yang terasa pening. Menghela napas panjang dan bergumam.

"Dunia emang sesempit itu,"

Saking tidak mengelak lagi, Elio pun, tidak habis pikir bagaimana jika 'mereka' benar-benar akan menjadi keluarga. Sial! Ia rasa, takdir kali ini cukup mempermainkannya.

***

Waktu istirahat telah tiba. Bel di seluruh penjuru SMA Centauri terdengar saling sahut-menyahut mengeluarkan suara deringan yang  lumayan memekikkan telinga. Cepat-cepat Shaula membereskan alat tulisnya dan menaruhnya di laci meja.

"Kantin?" tanya Larissa.

Yang ditanya tampak berpikir sebelum akhirnya ditarik keluar kelas.

"Eh, hai?" Larissa menyapa segerombol cowok-cowok kelas sebelah yang baru saja keluar. Mereka berpapasan. Dilepasnya cekalan pada tangan Shaula, Larissa melangkah mendekati Janus, kekasihnya.

"Tau nggak, sih? Kayaknya lagi pagi ada yang berangkat ke sekolah bareng," suara Larissa membuka pembicaraan. Reflek mata Shaula mendelik ke arah temannya itu memberi isyarat agar diam.

Sedangkan Maramma. Si cowok itu tampak berlagak kikuk. Namun Maramma tetap stay cool dengan gayanya yang seperti biasa.

"Siapa, tuh?" tanya Hoku, kepo.

Yerikho yang berada di sampingnya menyenggol lengan Hoku seraya melirik ke arah Maramma. Janus terkekeh, mengetahui siapa yang dimaksud oleh pacarnya tersebut.

"Jangan diam-diam gitu, ah! Kapan-kapan kita double date. Iya, nggak, Ris?" Janus melirik Larissa sembari mengangkat alisnya.

"Yee, jangan lo doang! Gue ikutan. Jadi triple, deh!" seru Hoku antusias.

Yerikho tampak berdeham pelan, mengundang Hoku untuk kembali membuka suara. "Yaelah, Rik, makanya cari pacar sana. Jangan ngejar-ngejar si Ma--"

"Iya," potong Yerikho, singkat.

LEGIO [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang