Into Her

3.3K 402 56
                                    


🔞







Suara bibir yang beradu kini menguasai seluruh sudut kamar Motel yang Zea tinggali, Jeffrey tidak mengatakan apapun setelah menyatakan perasaannya tadi dan hanya menanyakan di kamar mana Zea yang menjadi tempat Zea menginap. Mau tidak mau Zea mengatakannya dengan jujur dan berakhirlah mereka di dalam sana.

Jeffrey sudah menanggalkan jaket kulitnya yang kini hanya tersisa kaos putih polosnya dengan rambut yang acak-acakan dan kacau, sama halnya dengan Zea yang sudah melepas apron miliknya dan tersisa baju kaos biasa berwarna navy yang sudah melorot dan juga Jeans berwarna senada yang keduanya diberi oleh Joe.

Kini Zea tidak bisa bebas bergerak karena Jeffrey menindihnya dan menahan kepalanya, lumatan mereka sudah berangsur lama sejak mereka berdua masuk ke dalam kamar tersebut, Jeffrey langsung menghujam bibirnya kembali tanpa ampun, sesekali mereka berhenti untuk mengambil nafas lalu setelahnya Jeffrey kembali melakukannya, seakan candu dengan bibir Zea.

"Damn," bisik Jeffrey yang kini kembali melepas lumatannya pada bibir Zea dan menempelkan dahinya ke dahi Zea dan sama-sama mengatur nafas masing-masing dan Jeffrey.

Jeffrey mengangkat kepalanya sedikit untuk melihat Zea lebih leluasa yang masih dengan nafas yang memburu, lalu mengarahkan pandangannya ke leher Zea yang ada bercak-bercak lebam, apalagi di rahangnya, dengan lembut Jeffrey mengusapnya namun Zea malam menjauhkannya dari jari Jeffrey.

"I'm sorry," bisik Jeffrey lalu menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Zea. Sementara Zea fokus dengan pikirannya yang berkecamuk, memikirkan bagaimana jika pelacak yang ada di atas nakas sebelah tempat tidur yang saat ini mereka rebahi ketahuan, itu akan fatal.

Dengan kasar Zea mendorong Jeffrey yang menindihnya ke sebelahnya, lalu duduk di pinggiran ranjang dan membelakangi Jeffrey yang juga masih bingung dengan dirinya sendiri, sebelumnya Jeffrey bisa mengontrol dirinya tapi sekarang kenapa begitu lah saat adanya Zea? Jeffrey tidak bisa marah lagi, padahal itu yang biasanya yang ia lakukan pertama kali pada seseorang, siapapun yang membuatnya repot dan kesusahan.

Tapi sekarang? Rasa marah itu tidak ada, hanya ada rasa lega bahwa Zea masih bisa dipeluk olehnya.

Jeffrey ikut bangkit dan duduk di sebelah Zea, Zea yang menyadari itu langsung memejamkan matanya, khawatir alat pelacak yang Joe berikan akan ketahuan, alat itu tidak terlalu besar dan terkenal kecil tapi mustahil mata tidak bisa melihatnya, itu yang Zea takutkan. Mau tidak mau Zea mengarahkan tubuhnya ke arah Jeffrey supaya perhatian Jeffrey hanya mengarah padanya.

"Alright, aku akan pulang denganmu, Jeff. Lagipula aku tidak bisa kabur lagi, kan?"

"Akan aku usahakan dia tidak akan lagi," balas Jeffrey.

"Terserah."

"Tapi aku meminta suatu hal, jangan lakukan apapun pada Joe," pinta Zea pada Jeffrey. "Kau menemukanku di sini berarti kau sudah tahu Joe, jadi aku minta jangan lakukan apapun padanya, dia tidak bersalah sama sekali, aku hanya minta bantuan padanya, kau bisa mengabulkan itu?"

"Cukup timku yang kau jadikan jaminan," lanjut Zea. Jeffrey menatap Zea lekat lalu mengalihkan pandangannya seolah memikirkan sesuatu.

"Aku hanya minta bantuan pada Joe untuk menghubungi keluargaku untuk mengatakan bahwa keadaanku baik-baik saja, hanya itu."

Jeffrey berpikir keras lalu menunduk sejenak dan kembali menatap Zea. "Okay, untuk yang satu ini." Semudah itu, tapi yang namanya Jeffrey, Zea tidak tahu banyak apa yang ada di baliknya.

MORTIFERUMWhere stories live. Discover now