LAZARUS CHEST: [SPECIAL CHAP 2]

502 64 23
                                    

Apa yang Kiera lihat di malam itu bukanlah halusinasi. Pria itu melihat tangannya sendiri, merasakan sihir waktu mengalir semakin kuat dan kencang di tubuhnya, berbeda dari saat-saat lalu. Ia merasa kuat dan sempurna-Ia merasa salah.

Sekali lagi jantungnya berdetak cepat.

"Tidak, tidak, tidak...." Gumamnya cemas. "Jangan sampai. Jangan sampai seperti mereka."

Pikiran-pikiran negatif itu telah datang semakin sering. Awalnya dalam setiap tidurnya, kini dalam setiap keadaannya saat terjaga sekalipun, Sekarang pikiran itu datang di saat ia sedang melamun. Saat pikirannya sedang rentan dan kosong. Kiera segera meneguk air dari mata air kecil di hadapannya. Mungkin ia hanya butuh sedikit air untuk meluruhkan racun itu dari pikirannya. Menetralisir pikiran beracun apa pun yang tadi hampir singgah.

Kiera menyugar rambut hitam panajngnya. Ia memejamkan mata, memijat pilipis, merasakan dentuman sihir meronta-ronta di dalam kepalanya, minta dilepaskan, tapi ia tahu detak sihir sekecil apa pun akan memancing para Eusena lain yang paling dekat.

"Ingat kau punya tugas, Kiera...." Ia mengingatkan diri sendiri. "Tahan dirimu. Bertahanlah."

Di tengah kemelut pikiran itu, Kiera merasakan seseorang mendekat. Ia menoleh dengan cepat dan melihat, di bawah bayang-bayang pepohonna dan cahaya bulan, seseorang berdiri tidak jauh darinya. Hanya tiga langkah. Energi di dalam tubuh Kiera meningkat dengan cepat, terkonsentrasi di tangannya, siap untuk meluncur ke arah sosok itu jika memang ia adalah sosok berbahaya yang-

"Di sini Anda rupanya."

Sosok itu berlari ke bawah naungan cahaya bulan, membiarkan Kiera melihat sosoknya dengan jelas.

"Maali?" Kiera mengembuskan napas yang tidak sadar ia tahan.

Maali tersenyum ramah. Gadis dengan kulit sewarna perunggu itu berdiri diam, menjaga jarak dari Kiera. Sempat heran karena itu, tapi Kiera langsung paham. Maali pun menjaga jarak darinya. Biar bagaimanapun, mereka berdua berbeda. Kiera adalah penyihir. Maali, tidak peduli dilihat dari mana pun atau seberani apa pun, dia tetaplah Manusia.

"Ada apa?" Kiera bertanya, tidak bermaksud dingin atau sejutek nada yang keluar dari mulutnya. "Kau butuh sesuatu?"

"Sebenarnya ... itu yang saya ingin tanyakan pada Anda," Maali mengaku. "Anda butuh sesuatu? Anda tampak tidak tenang dan bolak-balik ke berbagai tempat dari siang."

Kiera duduk tegap di depan perempuan Manusia yang baru saja mengungkapkan semua kesalahannya hari ini saja. Ia tidak mau dibaca begitu mudah oleh orang lain, apalagi oleh orang dari jenis yang lain. Sekalipun Manusia secara teknis, adalah tidak lain, penghuni asli dari dunia ini.

Dan ia sudah berhutang banyak kepada mereka.

"Apa aku sudah melibatkan diri dalam masalah lain dengan sengaja?" Kiera bertanya langsung.

Maali terdengar ragu sejenak sebelum menjawab. "Err...."

Kiera menghela napas. "Jadi aku memang terjebak masalah," ujarnya letih. "Karena itu, kan, kau datang ke mari? Menyeretku?"

"B-bukan begitu!" Maali menyanggah. "Keputusannya kami masih akan mengamatimu dan bertanya lebih dulu sebelum bertindak lebih jauh."

"Kau seharusnya seperti adikmu, Maali," ujar Kiera. "Tidak pernah ada istilah terlalu waspada jika sudah menyangkut musuhmu."

Tangannya menyentuh luka bekas stigma yang telah pulih di perutnya. Sihir waktunya telah terpakai beberapa tahun untuk mengangkat stigma itu. Kadang masih perih luka itu, meski tidak terlihat lagi adanya luka di luar. Mungkin ada luka di dalam, tapi Kiera lebih memilih membiarkannya. Entah berapa lama lagi waktunya tersisa. Jika sampai menggunakannya dengan ceroboho.

Lazarus ChestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang