26. Kebenaran yang Terungkap

1K 304 52
                                    

Tadi aku salah dengar kan?

"Berhentilah ...." Sihir kapten Xerlindar yang tadi hampir musnah, entah kenapa bangkit bergejolak dalam jumlah yang tidak bisa dianggap main-main. Bersamaan dengan sihir yang tiba-tiba bergolak itu, darah dari luka di seluruh tubuh penyihir-perompak itu mengalir semakin parah. Walaupun begitu, wajah Kapten lebih kelihatan murka alih-alih kesakitan. "Berhentilah bicara, Anak Sialan!"

Kapten menekan lebih keras. Sekarang tidak ada sihir yang mengalir keluar dari tubuh Oryziel. Kemungkinan besar energi sihirnya ikut termakan saat aku menahannya tadi. Tapi itu tidak membuat raja muda itu gentar. Senyum masih betah bertakhta di wajahnya yang masih kelihatan tenang-tenang saja menahan tekanan pedang kapten Xerlindar yang semakin meningkat. Sayangnya raja baru itu tidak terlihat terpengaruh oleh tekanan tambahan yang diberikan kapten Xerlindar.

"Kekuatanmu masih merepotkan seperti biasanya." Oryziel tidak terdengar memuji sama sekali. "Apa ini karena kau terus lari dari satu tempat ke tempat lain? Hei, bagaimana rasanya? Lari dari satu negara ke negara lain tanpa mendapat sambutan sama sekali?"

"Lebih baik dari satu atap denganmu!" Kapten Xerlindar melancarkan tendangan yang sayangnya dapat dihindari dengan mulus oleh Oryziel.

Pemuda itu melompat dan mengayunkan iaraghi tepat ke leher kapten Xerlindar. Di saat terakhir, Kapten berhasil menahan serangan sang raja dengan kedua pedangnya. Oryziel kelihatan memberikan tenaga yang cukup kuat pada iaraghinya hingga tubuh kapten Xerlindar terdorong beberapa kaki dari posisi semua. Raja muda itu mengayunkan tendangan ke arah kiri yang mendarat ke wajah Kapten sebelum sempat penyihir-perompak itu melindungi diri. Tubuh kapten Xerlindar terlempar dan terseret sebelum mendarat di dekat tempat aku bersembunyi.

Perompak itu bangkit dengan kepayahan. Salah satu pedangnya terlepas dari jangkauan. Sihir yang keluar dari tubuhnya lenyap sama sekali. Gejolak yang tadi sempat terlihat, kini tidak bersisa sedikit pun. Darah membasahi tanah di tempat tubuhnya mendarat. Selama sesaat dia sempat terdiam menyaksikan tubuhnya sendiri, menyaksikan pakaiannya sendiri yang telah dinodai banyak warna merah. Wajahnya kelihatan terpukul, seperti tidak menyangka ada luka yang sedang mengalirkan darah di sana. Dia berusaha bangkit, namun kemudian berhenti.

Mata kami bertemu.

Awalnya sepasang manik emas itu kelihatan gusar, sedetik kemudian kosong, sebelum akhirnya kelihatan sangat putus asa. Wajahnya, meski masih sama, kini tampak berbeda. Seluruh ketegaran dan keangkuhan yang biasa tampil di wajah itu retak, menampilkan sosok lain yang tersembunyi di baliknya. Yang menatapku saat ini bukan seorang penyihir royalis, maupun perompak. Dia hanya seorang pemuda.

Pemuda yang terluka hatinya.

Secepat kilat, retakan itu lenyap. Air mukanya yang keras telah kembali. Penyihir itu bangkit, berbalik, dan kembali menerjang, menyadarkanku bahwa momen tablo itu hanya terjadi kurang dari dua detik.

Pedang mereka berdua yang kini tingkat mematikannya tidak lebih berbahaya dari tongkat besi saling beradu, mengeluarkan bunyi denting yang menggetarkan udara ketika bertemu berusaha merebut dominansi. Tidak ada energi lain selain energi fisik yang berkelahi. Tidak ada energi sihir maupun interupsi dari energiku. Gelombang energi milikku telah lenyap sesaat setelah menyadari tidak ada yang bisa lagi dimakan.

Pedang mereka berdenting dan sekali lagi serangan mereka berdua seimbang. Tidak ada yang mau kalah.

"Kau serius sekali." Lagi-lagi Oryziel mengejek kapten Xerlindar. "Apa kau jauh-jauh datang ke sini untuk menyelamatkan Peti Lazarus itu?"

Jantungku mencelus. Nama itu membangkitkan kenangan yang sudah lama kulupakan.

Lazarus.

Lazarus ChestWhere stories live. Discover now