59. Menyusup ke Dalam Kapal

1K 229 23
                                    

Dengan jengkel, aku menatap Edward dan Suri yang berjalan mengikuti kami berdua di belakang. "Kalian ikut juga?"

Setelah mendengar pertanyaanku, Edward langsung kelihatan jengkel seketika. "Tentu saja." Edward menjawab dengan sangat yakin.

"Kita sudah bertemu, tidak mungkin berpisah lagi kan?" Di belakang Edward, Suri menimpali.

"Kalau kalian merepotkan, aku akan langsung meninggalkan kalian berdua." Azran menggerutu kesal di sampingku.

"Dan aku akan meninggalkanmu." Aku menimpali dengan ketus, langsung membuat langkah Azran semakin cepat meninggalkan kami di tengah jalan-jalan sempit di kota.

Dengan menyusup ke beberapa mobil pengangkut dan kereta kuda, kami berempat dalam perjalanan cepat menuju pelabuhan udara, berlari di bawah hidung para penyihir sambil terus bersembunyi dari radar sihir para Garda Serikat berseragam hitam-emas yang kami temui hampir di setiap jalan ramai di dalam kota.

Kepalaku terasa pening sepanjang jalan karena harus menahan gejolak kekuatan sihirku yang tidak mau tenang. Ada terlalu banyak sihir bebas di udara. Aku juga sebenarnya tidak ingin membiarkan semua energi sihir itu berkeliaran bebas tanpa dimakan sama sekali, tapi saat ini kami sedang bersama Azran. Di tengah semua sihir ini, aku sulit mengendalikan sihir sendiri jadi aku tidak mau ambil risiko sihir Azran ikut termakan. Kehilangan sihirnya yang mungkin nanti akan berguna bisa jadi kehilangan besar bagi kami semua di sini sekarang.

Setelah jauh berlari dan menyusup menuju pelabuhan udara, perubahan gaya rumah mulai terlihat. Kami berangsur-angsur meninggalkan area kota yang penuh dengan rumah tinggal dan tiba di area yang dipenuhi tanah kosong dengan padang rumput luas membentang dan langit biru tanpa ada satu pun bangunan yang menghalangi. Suara perkotaan menghilang di kejauhan, berganti dengan suara bising mesin dan baling-baling kapal udara yang berlalu lalang di angkasa yang bersih. Langit yang biru dan sepi perlahan tapi pasti berubah dipenuhi belasan kapal udara yang berlalu lalang memenuhi langit dalam berbagai ukuran. Entah mana yang kapal udara sipil dan mana yang kapal militer.

Tiba-tiba Azran menarikku. Menggenggam tanganku dan menarikku ke dalam bayangan jalan sempit yang gelap. Suri dan Edward mengekor dengan cepat di belakang. Sihir Azran mengalir dengan cepat. Sulur-sulur energinya merambat dengan cepat seperti lusinan benang yang hidup, bergerak semakin tinggi, semakin mengeruminku.

"Lepas!" Tanganku yang jelas tidak membalas genggamannya, memberontak. Tapi jari jemari Azran yang kuat tidak membiarkanku. Demi Langit, ia bahkan tidak menggunakan sihir sedikit pun dalam hal ini. Murni kekuatan fisik.

Sial. Jalinan benar-benar harus kembali utuh.

"Aku bilang lepas!"

Kali ini aku benar-benar berhenti dan menarik tanganku darinya.Tapi Azran justru semakin mengencangkan tangannya.

"Aku bisa jalan sendiri--

"Tidak." Azran berbalik dengan cepat, menarikku hingga wajah kami nyaris bersentuhan. Napas hangatnya jatuh di wajahku. Selama sesaat, matanya terbuka seolah tidak menyangka jarak di antara kami akan sedekat ini, tapi kemudian ekspresinya berubah dingin. "Aku tidak akan melepaskanmu." Suaranya berubah pelan. Nyaris seperti bisikan. "Tidak lagi."

Mata Azran segera berpindah ke belakang kami. Ia langsung berpaling. Aku menoleh ke arah yang tadi ia pandang, melihat Edward mendelik mematikan ke arah Azran sementara Suri curi-curi pandang ke arah lain. Sama seperti Azran, Edward tidak repot-repot bersuara dan langsung berpindah haluan ke arah jalan raya yang membentang di hadapan kami. Jalan yang penuh dan ramai oleh mobil barang dan kereta-kereta kuda pengangkut barang.

Manusia-manusia tanpa sulur sihir berdiri di balik kursi-kursi kusir. Beberapa yang tidak begitu beruntung harus mengikuti para majikan penyihir mereka membawa barang yang jauh melampaui kemampuan mereka. Beberapa lagi yang nasibnya jauh lebih tidak beruntung, harus melakukan bongkar muat.

Lazarus ChestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang