46. Serangan Tidak Terduga

984 269 23
                                    

Dokter John dan aku sudah sampai di sisi lain danau ketika satu anak panah itu melesat.

Senjata itu jatuh di dekat kakiku, menancap dalam-dalam ke tanah. Pipiku yang tadi hampir kena tusuk kini terasa perih. Sepertinya anak panah itu berhasil melukai wajahku. Tak perlu waktu lama, puluhan anak panah lain menyusul melesat menghujani kami.

Berbeda dengan sebelumnya, kali ini puluhan anak panah itu tertahan selama beberapa saat di udara sebelum memantul kembali, dipentalkan oleh dua energi sihir yang dalam sekejap sudah menyelubungi kami bertiga.

Terdengar suara lantang dari reruntuhan itu. Suaranya tidak berdengung di dalam kepalaku, jadi bisa kuasumsikan mereka manusia. Setidaknya dokter John dan Azran tidak berbohong soal adanya orang lain di reruntuhan dan setidaknya yang menemui kami bukan binatang-binatang atau monster aneh.

Suara lantang itu terdengar lagi, kali ini lebih jelas, lebih lantang dan kalau aku tidak salah dengar ... terdengar marah. Sayang aku tidak bisa memastikan apa benar suara ini marah karena suara ini bergema dalam bahasa lain yang tidak aku mengerti. Tapi biar bagaimanapun, disambut dengan suara selantang dan nada bicara seperti ini sama sekali tidak pernah menggembirakan. Jika cara bicara orang marah sama di seluruh dunia, berarti suara yang baru saja terdengar keras itu sedang marah besar.

Dokter John lantas bersuara, mengeluarkan bahasa yang juga tidak kumengerti dengan nada yang mirip sekali dengan nada membujuk.

Meski sudah berusaha, pembicaraan yang dilakukan dokter John itu tidak membuat serangan sembunyi-sembunyi yang sudah mengepung kami untuk tetap diam, tidak keluar dari tempat persembunyian. Mereka lebih memilih menampakkan diri.

Dan dalam sekejap saja, kami sudah dikepung.

Dalam strategy pengepungan, ada golongan orang yang lebih memilih strategi diam-diam dengan tetap menyembunyikan jumlah penyerang untuk mencegah musuh mengetahui jumlah pasti kami, tapi ada pula yang menyerang dengan terang-terangan untuk mengintimidasi musuh dengan jumlah yang banyak ... seperti yang sekarang ini terjadi pada kami.

Puluhan sosok berjubah mengelilingi kami. Jubah-jubah coktlat merek tampak menua dan merenggang, di beberapa titik aku melihat tambalan yang disaling sulam membentuk pola aneh mirip kain perca pada jubah mereka. Panjangnya juga tidak kira-kira, hingga menutupi mata dan separuh wajah mereka di dalam bayangan.

Dalam sekali pandang, jika kami bertemu di luar wilayah mereka, aku tidak akan ragu menggolongkan orang-orang ini sebagai penjahat.

Tapi wilayah bisa berpengaruh besar pada posisi seseorang, seperti yang terjadi pada kami.

Walau memakai pakaian lengkap, mulai dari baju hingga celana, kamilah yang dikepung. Kamilah yang asing. Sementara mereka yang tampak jahat inilah yang mengepung kami, merekalah pemilik tanah ini sementara kami orang asing.

Ini sama sekali tidak bagus.

Tanpa ragu, orang-orang itu membentuk lingkaran yang semakin lama semakin menyempit, diam-diam mencoba mengintimidasi kami. Mereka keluar dari berbagai arah, dari belakang, dari depan, samping, bahkan melompat dari atas ke hadapan kami, tepat dari reruntuhan yang seharusnya sudah tidak berpenghuni. Aku menghitung jumlah kepala mereka semua, namun gagal karena terlalu banyak.

"Lima puluh ya?" Terdengar Azran bergumam di depanku. "Jumlah kalian meningkat pesat dari terakhir kami berkunjung ke sini."

Aku mengumpat dalam hati. Lima puluh adalah jumlah yang terlalu banyak untuk kami semua hadapi. Belum lagi antisipasi serangan kejutan. Melihat dari tidak adanya gelombang energi sihir dari mereka, sudah hampir dapat dipastikan semua orang yang mengepung kami adalah manusia.

Lazarus ChestWhere stories live. Discover now