45. Jalan Rahasia dan Danau Cermin

1K 258 48
                                    

Aku menatap Azran dengan ngeri, memintanya mengulang kembali dua kata gila itu karena menurut faktanya, aku akan hancur jadi kepingan tulang dan daging jika berani terjun dari ketinggian setinggi ini.

Sebelum aku sempat bicara lagi, Azran sudah merengkuh pinggangku dan menarik tubuhku melompat bersamanya. Angin kencang berembus meniup kulit wajahku. Jika saja mataku tidak bisa melihat, mungkin aku akan mengira ini adalah angin yang berembus di ketinggian. Sayang gelombang sihir berwarna hitam pekat yang mengelilingi kami berkata hal lain.

Seperti saat kami berangkat tadi, gelombang sihir mengepung kami bagai kepompong. Angin di sekitarku berembus dalam arus yang sangatlah teratur dan terkendali, berbeda dengan angin biasa. Dalam gerakan perlahan, angin itu mencegah kami jatuh bebas dengan cepat ke tanah, membuat kami melayang turun perlahan ke bawah, tepat ke arah tanah di samping sungai yang ada di pangkal air terjun.

Kami mendarat hampir tanpa suara di hadapan dokter John.

"Kukira kalian tidak akan sampai," keluh pria itu tak sampai satu detik setelah kami berdua menginjakkan kaki tepat ke hadapannya.

"Ada sedikit masalah," jawab Azran yang langsung melepasku tanpa bicara apapun. "Kau siap, Dok?"

Dokter John mengeluarkan sesuatu dari pinggangnya. Sepucuk pistol. "Aku selalu siap."

Itu aneh. "Kenapa Anda menyiapkan pistol, Dokter?" Mataku terfokus seutuhnya pada senjata itu. "Bukankah kita hanya akan ke reruntuhan tak berpenghuni?"

"Kita tidak ke reruntuhan itu, tuan Alto." Dokter John menjawab dengan sabar sambil memeriksa peluru di dalam pistol miliknya sebelum menyarungkannya kembali. "Reruntuhan itu ada bermil-mil dari kita berdiri. Sekarang kita akan ke tempat yang lain, ke reruntuhan yang lain yang dulu tak sengaja kutemukan bersama Azran dan yang lain dalam kunjungan terakhir kami ke sini." Dokter mendesah lalu menatap air terjun yang menjulang tinggi dan besar di hadapan kami. "Tapi reruntuhan di atas sini kurang bisa menyambut tamu dengan baik."

Keningku berkerut-kerut dalam, berusaha mencerna makna di balik kata-kata yang berbelit-belit itu. "Ada orang di reruntuhan itu?"

"Ya." Dokter John meringis. "Dan mereka tidak terlalu bisa menyambut tamu, apalagi dari Eropa."

"Tapi bukankah suku Carpantia katanya sudah punah?"

"Kenyataannya masih ada yang bertahan hidup ... atau tidak. Tapi setidaknya reruntuhan di sini berpenghuni. Ada seseorang untuk ditanyai. Itu hal yang bagus--

Azran menyela. "Ayo, jangan buang-buang waktu!"

Ketika dia bilang 'ayo', aku hanya bisa terdiam, semakin bingung dari waktu ke waktu. "Ayo ke mana?" Namun tidak ada yang mengindahkanku. Dua pria itu hanya berjalan lurus menuju air terjun, menarik tanganku yang sebelah tanganku yang borgol bersama mereka. "Ke balik air terjun ini?"

 "Ke balik air terjun ini?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tentu, Tuan Alto." Dokter John berhenti dan berbalik, menjawab pertanyaanku dengan ramah. "Di balik reruntuhan air terjun ini ada jalan menuju reruntuhan itu."

Lazarus ChestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang