21. Xerlindar: Penyusupan

1.1K 286 19
                                    

"Rencana ini gila."

Sudah kuduga Gill akan berkata demikian ... dan sudah kuduga dia akan tidak setuju pada rencanaku ini.

Gill, dengan wajah kurang ajar dan tanpa hormat sedikit pun, menunjukkan keberatannya terang-terangan di hadapanku. Jika orang lain yang melakukan ini, sudah kubakar dia sampai jadi abu. "Kau tidak lupa bagaimana terakhir kali kau keluar sendirian? Ke Inggris?"

Meski itu alasan yang tepat untuk melawan keputusan ini, aku benci jika dia sudah mulai mengungkitnya. "Kali ini berbeda."

Gill berdecak. "Berbeda apa?"

Tanpa ragu aku mendecih, kesal pada semua keraguan wakilku ini. "Seberapa berbahayanya aksiku kali ini?"

Dia memberengut. "Aku tidak akan menyebut menghadang kereta berisi salah satu tahanan paling mahal di Inggris yang akan dieksekusi mati sebagai kegiatan yang 'tidak berbahaya'."

Aku mengedikkan bahu. "Tidak kedengaran terlalu berbahaya di telingaku."

"Terakhir kali kau ke sini, Oryziel bisa mengendus kedatangan kita. Kali ini bukan tidak mungkin Oryziel sudah mengendus kita juga." Gillian memberikan alasan masuk akal. "Dan sejauh yang aku lihat, dia tidak punya alasan untuk melepaskanmu."

"Dia tidak perlu alasan untuk melepaskanku," sahutku santai.

"Kalau begitu setidaknya bawalah satu orang bersamamu. Melakukan semua ini sendirian sama saja bunuh diri!" hardik Gill.

Giliranku berdecak. "Ada seorang wanita mengejek kemampuanku, Gill. Aku harus memenangkan taruhan ini!"

Pemuda itu melesat. Dalam gerakan cepat yang hampir tidak kusadari, dia menghunuskan bilah tajam pedang ke leherku dengan niatan serius untuk membunuh. "Kali ini, jika kau tidak kembali sendiri, akan kutinggalkan kau, Xerlindar. Pegang kata-kataku."

Senyumku terkembang mendengar tantangan itu tanpa ada maksud meremehkan sama sekali. Gillian adalah orang yang selalu memegang kata-katanya, tidak peduli seberapa mengerikan pun kata-kata itu. Kali ini aku pun tak ragu dia akan melaksanakan ancamannya jika itu perlu untuk menyelamatkan seluruh awak dan seluruh tujuan kami. Benar, memang misi kali ini juga sama berbahayanya dengan tiga tahun lalu, terutama karena aku melakukannya sendirian, tapi senyum ini tetap saja tidak mau hilang.

Mungkin sudah kebiasaanku untuk tersenyum di depan tantangan.

"Sepakat." Aku menjauhkan diri dengan mudah dari bilah tajam pedang miliknya. "Nah, kalau kau tidak keberatan, Tuan Gill, aku harus bergegas." Aku mengumpulkan semua sihir yang bisa ditarik batu bertuah dari tubuhku. Sebisa mungkin aku menyembunyikan urat-urat yang menonjol dan apapun ciri-ciri lain yang menyatakan bahwa aku tengah menahan sakit.

Sihirku dalam jumlah sangat terbatas. Ini bukan hal bagus.

***

Menyelinap sembunyi-sembunyi sebelum menyerang secara langsung tanpa bantuan sihir sudah menjadi keahlianku dari dulu.

Aku selalu senang melihat wajah tegang orang-orang ketika menghadapiku. Seluruh bagian dalam diriku menikmati ketakutan yang bergelenyar di dalam setiap nadi mereka. Ada sesuatu yang membuncah gembira dalam diriku melihat saat warna darah yang memancar ke langit. Ada sekelumit perasaan bahagia ketika mengetahui aku telah berhasil melaksanakan apa yang aku inginkan dengan tangan sendiri tanpa melewatkan untuk memberikan ketakutan besar pada seluruh lawanku yang berhasil bertahan hidup untuk beberapa lama sebelum menyusul temannya yang terbujur kaku di bawah kakiku.

Benci mengakui ini, tapi terkadang pepatah manusia ada benarnya. Roda tidak selalu berada di atas.

Tato sialan ini tidak henti membakar kulitku karena terus berusaha menarik paksa sihir keluar dari dalam tubuh. Sekarang aku tidak bisa melakukan serangan dan teknik yang jadi kebanggaanku. Akibat terbatasnya sihir, aku harus bersembunyi seperti pengecut lebih lama dari biasanya, menunggu saat hingga detik-detik terakhir untuk menyerang agar keberhasilan seranganku maksimal. Di balik bayangan rumah-rumah yang sudah ada sejak sebelum era sihir dimulai, aku bersembunyi.

Lazarus ChestWhere stories live. Discover now