Chapter 23

75 9 1
                                    

Happy Reading
-
-
-
-
-
"Gimana?"

"Levator kalah"

"Sial"

"Susah sekali mengalahkan gadis itu"
-
-
-
-
-
"Lo mau ngapain?" Ketika Vira ingin menutup pintu kamarnya, Varo berada dibelakang nya, ternyata pemuda itu mengikuti.

"Lo beneran gapapa"

"Astaga, gue harus bilang berapa kali, kalo gue gapapa"

"Lo kan sering bohong" Ucap Varo melihat-melihat tubuh Vira takut ada yang terluka.

Varo melihat sedikit darah di leher Vira yang sudah sedikit mengering, "kan lo bohong lagi, ini apa" Pemuda itu menunjuk leher Vira, gadis itu segera berkaca dan terlihat sisa darahnya berada disana, sepertinya tadi ia terlalu ter buru-buru untuk membersihkan nya jadinya tersisa, untung cuma Varo yang liat.

"Inimah darah temen gue"

"Gue gak percaya"

"Terserah lah, sana keluar" Vira mendorong Varo untuk keluar kamarnya lalu menutup pintu.

Vira kembali berkaca dan menyingkapkan bajunya, memperlihatkan perut datarnya yang kebiruan.

Apakah besok ia akan terbaring lemah, entahlah, semoga tidak. Vira kekamar mandi untuk bersih-bersih karna badannya begitu lengket.
-
-
-
-
-
"Al, bangun udah siang" Varo membangunkan kembarannya.

"Gue males sekolah ah" Sebenarnya karna perutnya terasa nyeri, kenapa akhir-akhir ini ia sangat lemah.

"Kenapa? Lo sakit"

"Enggak, gue cuma males aja. Udah lo berangkat aja sana" Ia juga jadi males Sekolah setelah ada Anna.

Vira masih berada diposisi nya yang miring membelakangi kembarannya, seperti nya wajahnya juga pucat, jadi ia menyembunyikan nya.

Varo pindah ke hadapan Vira yang menutup mukanya dengan bantal, ia ingin mengambil bantalnya tapi Vira memegangnya erat.

"Apasi Nal"

"Gue mau liat"

"Enggak ah, udah sana berangkat ih"

"Buka dulu bantalnya"

"Gamau, sana berangkat Nal ntar telat jemput Anna nya"

"Kenapa jadi ke Anna"

"Kan emang, lo gak bisa lepas sama dia"

"Lo cemburu?"

"Dih, kepedean lo"

"Jujur aja kali"

Karna kesal Vira pun melempar bantal itu pada muka Varo, pemuda itu tertawa tapi terhenti ketika melihat wajah kembarannya yang begitu pucat, "Tuh kan Al, lo mah ih sakit juga gak bilang" Raut wajahnya berubah khawatir lalu menaiki kasur dan mendekati kembarannya.

Varo mengecek suhu tubuh kembarannya menggunakan tangan didahi, "Gak panas, tapi lo keringetan, lo kenapa. Ada yang sakit?"

"Gaada" Wajahnya pucat dan berkeringat karna menahan rasa sakit di perutnya.

"Jangan bohong Al, kalo kenapa-napa gimana? Gue panggilin Dokter ya"

"Gausah Nal, lo pergi sekolah aja udah siang ini. Ntar siang juga sembuh kok"

"Gak, gue mau nungguin lo disini aja"

"Enggak Nal, please pergi sekolah, bentar lagi lo mau Olimpiade"

"Tapi Al-"

"Nal, ini permintaan gue"

"Hhhh, yaudah deh, nanti gue bilang sama lain"

"Gausah, biarin aja gue tidur, nanti siang pasti sembuh kok, jangan bilang-bilang mereka ya"

"Al lo sakit"

"Sumpah deh Nal gapapa, udah sana siangg" Vira mendorong Varo dari kasurnya agar pemuda itu pergi.

"Janji ya, gue pulang lo sembuh"

"Iyaaa" Begitulah jika kembar, selalu ada di setiap salah satu nya membutuhkan atau tak bisa dipisahkan dan selalu merasakan apa yang lainnya rasakan.
-
-
-
-
-
Varo menuju meja makan dengan lunglay, "Al mana?" Tanya Alaric.

"Dia gamau sekolah"

"Kenapa?"

"Males katanya"

"Tumben" Biasanya anaknya itu sangat rajin.

"Nal udah selesai, berangkat ya"

Mereka menatap Varo yang pergi terlihat lemas, "Dia kenapa?"

"Bang, anterin sarapan buat Al ya, Mommy sama Daddy buru-buru soalnya"

"Iya Mom"

"Kita berangkat ya" Ucap Alaric.

"Gue ikut Ndra" Kata Artan yang melihat Rendra yang akan pergi.

"Gue juga deh"

"Ya sekalian aja semua"

Mereka berlima pun menaiki Lift dengan nampan ditangan Rendra.

Ting

Terlihat dua pintu yang hampir berhadapan dengan pintu yang satu ditandai dengan hitam dan yang satunya lagi berwarna biru.

Tok tok

"Dek" Panggil Rendra.

"Iya bang buka aja" Balas Vira dengan suara seraknya.

Saat membuka pintu mereka disuguhkan dengan warna Navy, hampir barang disana berwarna sama sampai sprei yang dipakai sang pemilik, Vira tengkurap dengan wajahnya bersembunyi dibawah bantal.

"Bangun dulu Al, sarapan"

"Hmm, nanti"

"Sekarang Al"

"Iya, abang pergi aja"

"Mau gue suapin" Suara seseorang itu membuat Vira berbalik menghadap mereka, ternyata disana bukan hanya abang nya, tapi juga bersama empat sekawan nya.

"Al kamu sakit" Kata Rendra khawatir ketika melihat wajah pucat sang adik disertai keringat.

"Enggak" Jawab Vira kembali tengkurap dan menutupi wajahnya, ia malu dilihat pria lain dengan keadaan seperti ini.

"Ihhh bangun" Rendra memegang bahu Vira agar berbalik.

"Kita kerumah sakit"

"Gamau bang"

"Yaudah abang panggilin dokter ya"

"Jangan, ntar siang juga gapapa lagi kok"

"Makan dulu ya"

"Sini sama gue" Artan menghampiri Rendra yang sedang memegang piring, akhirnya Rendra pun memberikannya.

Artan duduk disamping kanan Vira dan Rendra disamping kirinya.

"Kita boleh duduk kan" Pinta Raihan.

"Boleh" Ucap Vira, merekapun duduk disofa navy yang ada disana, memang kamar Vira itu begitu luas.

Dengan pelan Artan menyuapi Vira, tiba-tiba Vira merasa mual, dan berlari kekamar mandi, ia memuntahkan darah.

"Al!" Mereka menghampiri gadis itu.

Terlihat diatas Wastafel sudah banyak darah dari Vira yang baru saja memuntahkannya.

"Udah gini bahaya Al, kita harus kerumah sakit"

"G-gak bang, Al mau istirahat aja"

"Tapi lo harus diperiksa Vir, apalagi sampe muntah darah gini" Ucap Artan.

"Kalo kamu gamau kesana, abang telepon Dokter nya aja ya"

"Gausah bang"

"Gak, abang gabisa biarin kamu gini" Rendra keluar dari kamar mandi untuk mengambil ponsel nya.

"Lo lemes ya, sini gue bantu" Artan mengangkat tubuh Vira.
'
'
'
'
'
'
'
'
'
'
Dukungan kalian adalah semangatku, jadi jangan lupa Vote byeeee

The Fight [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt