1

271 22 2
                                    

"Bawa mereka semua ke kantor
polisi pak. Saya mau mereka di
jatuhkan hukuman yang seberat
beratnya atas tindakan berencana
ini," ucap Ken pada polisi yang
telah di mintanya untuk membantu menyelamatkan sang istri tercinta.

"Baik" sahut salah satu polisi yang
ada di sana.

Semua bergerak meninggalkan ruangan yang menjadi tempat
penyekapan dan hanya menyisakan sepasang suami istri itu. Dengan lembut, laki laki yang bernama Kenandra itu mengangkat tubuh lemah sang istri dan membawanya menuju mobil miliknya yang sudah di
tunggu oleh sopir pribadinya.

"Pak Toni, kita ke rumah sakit sekarang," titahnya pada Pak Toni
yang sedang membukakan pintu
mobil bagian belakang.

"Baik, Tuan." Laki laki berusia empat
puluh enam tahun itu menganggukkan kepalanya.

Sepanjang perjalanan Ken tak
pernah melepaskan genggamannya
dari tangan sang istri tercinta.
Sementara tangan yang lain
digunakannya untuk membelai
lembut ujung kepala perempuan yang terlihat kehabisan tenaga itu, mencoba memberikan kekuatan.

Terlihat, tubuh perempuan bernama Zella itu tak henti bergetar karena luka hati yang mendalam atas kejadian yang baru saja menimpanya. Entahlah yang pasti saat ini tubuhnya tak lagi mampu untuk bertahan dari rasa sakit yang di deritanya.

"Tahan ya, Sayang. Sebentar lagi
kita sampai di rumah sakit," ucap
Ken pada Zella yang kini tengah
memejamkan matanya.

Pak Toni yang mengemudikan mobil tampak ikut merasakan panik saat melihat ekspresi wajah Ken yang tak sabar ingin cepat sampai di rumah sakit. Berkali kali nada dering panggilan di ponsel Ken terdengar tapi tak satu kalipun ada yang terjawab. Dia lebih memilih untuk tetap fokus pada istrinya yang kini setengah sadar. Ken berjanji pada dirinya sendiri untuk tak memberi ampun pada kedua pelaku kejahatan atas tindakan mereka hingga menyebabkan sang istri menjadi korban penyekapan dan pemerkosaan oleh kedua saudara sepupu itu.

Tak lama mobil yang mereka naiki telah tiba di depan ruang IGD rumah sakit. Beberapa petugas rumah sakit membawa brankar dorong untuk meletakkan tubuh Zella di atasnya. Sementara Ken berjalan di sebelah tubuh Zella yang terbaring dan tak melepaskan genggaman tangannya pada Zella hingga tiba di dalam ruangan.

Zella diperiksa oleh dokter jaga yang bertugas malam itu, beberapa alat di pasang ditubuh ramping perempuan itu. Ada juga perawat yang sibuk membersihkan wajah Zella yang tampak lebam hingga membersihkan darah yang mengalir dari pangkal pahanya. Ken yang baru menyadari jika sang istri mengalami pendarahan, Terlebih saat detak jantung sang istri yang mulai melemah. Sungguh membuat perasaan Ken tak menentu.

"Bertahan sayang, kamu harus
kuat," ucap Ken lirih.

"Maaf, sebaiknya bapak menunggu
di luar saja biar dokter yang menangani pasien," ucap salah
satu perawat yang berada di sana.
Ken mengangguk pelan dengan
berat hati dia meninggalkan
ruangan tersebut.

Ken duduk di kursi tunggu yang telah di sediakan di depan ruangan IGD dengan wajah yang sangat kacau. Kedua tangannya mengepal kala mengingat kembali bagaimana
penyiksaan yang di terima sang
istri tercinta.

"Ken." Sapaan yang terdengar di
telinga Ken membuyarkan semua
fokusnya pada pelaku kejahatan
yang selalu membayangi pikirannya.

"Bagaimana kondisi Zella, Nak?"
sambung seorang perempuan paruh baya dengan linangan air mata di wajahnya. Perempuan paruh baya itu
menyambar kedua tangan Ken. Matanya terlihat sembab karena
sudah hampir dua hari ini tak
berhenti menangis. Ken menggeleng pelan dengan mata yang berkaca kaca, ia tak sanggup untuk menjelaskan langsung pada perempuan yang telah melahirkannya itu mengenai kondisi sang istri tercinta saat ini.

REVENGEWhere stories live. Discover now