41

79 10 0
                                    

Suasana sunyi sangat terasa saat Joy masih membuka matanya di pertengahan malam seperti ini. Keberadaannya yang sendiri di dalam kamar utama suite benar benar membuatnya merasa sepi. Biasanya, saat di villa, dia akan bercengkerama bersama dua orang bibi yang selalu menemaninya sebelum waktu tidur. Sekedar bertanya tentang keluarga atau pun kisah hidup mereka yang akan ia jadikan pelajaran untuk
kedepannya.

Ya. Joy memang jenis majikan yang humble dan penyayang. Dia tidak memandang kasta atau pun jabatan pada orang orang sekelilingnya. Joy juga mudah percaya dan sulit untuk over thinking. Sebaik dan setulus itu
dia jika sudah bersama orang orang di sekitarnya. Gadis itu menatap langit langit kamar yang masih diterangi oleh pancaran sinar beberapa bola lampu di dalamnya.

Raut wajahnya menggambarkan jika dirinya tengah dilanda dilema besar. Obrolan bersama Andra beberapa saat lalu, rupanya memberi efek yang sangat besar untuknya. Sampai sampai dia tidak bisa tidur.

"Aku ingin menikahimu."

"Kau bercanda, An?"

"Lihat mataku, Joy. Apa kau melihat tanda tanda jika aku bercanda?"

"An. Aku-"

"Kau hanya perlu menjawab iya atau tidak, Joy. Tapi, aku akan tetap memaksamu."

"Apa ini bisa di sebut dengan melamar?"

"Ya. Lebih tepatnya aku memaksamu." Joy terkekeh pelan. Cukup mengalihkan rasa gugup di benaknya. Tapi, itu tidak berlangsung lama saat Andra kembali berdehem pelan. Seolah dia sedang tidak ingin di tanggapi dengan candaan.

"Jadi?" Sesaat hening. Tidak mudah memberi jawaban atas pertanyaan Ken yang menurut Joy paling menyeramkan yang pernah dia dapat.

"Beri aku waktu satu hari lagi, An. Kepalaku tiba tiba saja tidak bisa berpikir jernih." Ken menghela napas lesu. Dia ingin marah saat itu juga. Tapi, sepertinya tidak akan dia lakukan. Ken hanya perlu menunggu beberapa jam sampai matahari kembali terbit menerangi dunia. Maka, saat itu lah dia akan pastikan jika Joy tak akan bisa lari darinya. Ken menganggukkan kepalanya.

"Baiklah. Kau bisa istirahat. Aku masih harus menyelesaikan beberapa pekerjaan." Joy mengangguk sebagai
jawaban. Kemudian berniat untuk
melangkahkan kakinya meninggalkan Ken.

"Tunggu," ucap Ken tiba tiba dan berhasil membuat Joy menoleh kebelakang. Ken mendekati Joy dan membubuhkan kecupan lembut nan mesra di pucuk kepala perempuan itu.

"Tetap di sini. Jangan pergi kemana pun. Aku akan mengirim beberapa makanan untukmu." Joy hanya bisa menganggukkan kepala saja. Seluruh tubuhnya terasa sangat kaku menerima perlakuan lembut dari Ken, setelah gigitan di bibirnya beberapa menit yang lalu.

Joy menghela napas panjang setelah kembali mengingat kejadian beberapa jam yang lalu antara dirinya dan Ken.
Tanpa terasa, jam telah bergerak memutar hingga terhenti di angka tiga pagi. Tapi, sampai saat ini mata Joy belum juga ingin terpejam.

"Perut ini, kenapa ingin meminta asupan gizi di waktu seperti ini sih?" Sambil memegang perutnya Joy bangkit dari atas kasur melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamar hingga terhenti di depan dapur. Suasana dapur yang begitu gelap tanpa cahaya membuat Joy berjalan meraba raba untuk mencari tombol menghidupkan lampu. Terlebih, sejak melewati ruang makan dan mini bar yang juga gelap semakin menyulitkan langkah Joy dengan leluasa.

Terdengar suara yang cukup mengganggu telinga Joy. Suara yang berasal dari dapur itu akhirnya menghentikan langkah Joy.

'Suara apa itu? Jangan jangan maling? Joy membatin. 'Ah, masa iya maling?"
Joy menoleh kebelakang dengan dahi berkerut. Rasanya, saat melewati ruang keluarga dia melihat Frans dan Leo yang sedang tidur nyenyak di atas sofa empuk. Artinya? Benar jika suara yang dia dengar itu maling? Tapi kenapa di dapur? Apa mungkin itu tikus? Jangan bercanda. Tidak akan ada tikus di tempat dia menginap saat ini. Apa lagi sekelas hotel bintang lima yang namanya telah terkenal di kalangan pebisnis dan orang orang penting.

REVENGEWhere stories live. Discover now