9

97 10 1
                                    

"Hai, kak. Aku dan Mas Ken datang lagi hari ini," ucap Anna, seraya meletakkan buket bunga yang dia bawa. "Aku juga bawa bunga kesukaan kakak. Maaf, kalau aku memetiknya tanpa sengetahuan kakak " sambungnya.

Ken berjongkok dihadapan pusara sang istri. Perasaannya masih sama seperti sebelumnya. Hancur dan pilu menyadari dirinya yang telah di tinggal pergi untuk selamanya dengan cara yang tidak baik.

"Sayang. Maaf, aku tidak bisa mengunjungimu dua hari kebelakang. Maaf, kalau aku terlihat sangat lemah karena kehilanganmu. Dan aku terkesan tidak rela. Aku bukan bermaksud membuat jalanmu sulit. Hanya saja, ini semua terasa seperti
mimpi buruk yang mengganggu hari hariku. Tanpa aku sadari takdir sudah berkehendak seperti ini pada kamu, kita berdua" Ken membatin. Dia tidak sanggup untuk menyuarakan langsung tentang perasaannya saat ini. Kepalan di tangannya mulai bergerak melonggar. Ken menyeka sudut matanya yang basah. Meskipun tidak bisa menyembunyikannya, tetap saja dia harus menutupi kesedihannya di hadapan Anna.

"I miss you, Sayang," guman Ken
seraya mencium nisan yang bertuliskan nama sang istri. "Aku sangat merindukanmu," sambungnya lagi. Nyaris tak terdengar. Sebisa mungkin Ken menutupi kesedihannya dihadapan Anna. Dia harus terlihat tegar, meskipun hatinya sendiri masih dirundung kesedihan mendalam.

"Ayo kita pulang," ajak Ken pada Anna, setelah merasa cukup puas
mengungkapkan rasa rindunya. Anna mengangguk patuh. Dia segera berdiri dari posisinya yang berjongkok. Sebelumnya dia sempatkan untuk berpamitan terlebih dahulu.

"Kakak yang tenang disana. Aku berjanji akan sering sering
mengunjungimu."

"Aku juga akan sering mengunjungimu, Sayang. Istirahatlah dengan tenang," batin Ken. Anna dan Ken meninggalkan tempat tersebut dengan perasaan yang tak menentu.

"Kapan persidangannya dimulai,
Mas?" tanya Anna.

"Kemungkinan, satu minggu kedepan, jika semua berkas sudah lengkap," sahut Ken. Anna mengangguk pelan.

"Mereka harus merasakan sakit akibat perbuatan biadab mereka. Aku
tidak akan memaafkan mereka berdua," ucapnya. Sulit sekali rasanya bagi Anna untuk bernapas. Tiba tiba dadanya terasa sangat sesak. Orang yang dia cintai harus mendekam dibalik jeruji besi. Hanya saja, dia sudah menguatkan niatnya untuk
membenci Axel. Laki laki yang telah menorehkan luka paling dalam dihatinya.

Ken tahu apa yang ada dalam benak Anna. Sebagai seorang kakak, dia ingin melihat adik semata wayangnya itu bahagia dan tak bersedih. Tapi, dalam kasus ini sangat sulit untuknya meloloskan Axel begitu saja. Dan juga, dia tidak akan membiarkan pelaku kejahatan yang telah merenggut nyawa istrinya menjadi bagian dari keluarganya. Terlebih, sebagai adik iparnya. Sangat tidak mungkin baginya. Tangan Ken terulur menyentuh lembut pundak Anna. Membuat Anna menoleh, menatap Ken dan langsung berhambur memeluk laki laki itu. Tangisnya langsung pecah begitu saja, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Maafkan aku, Anna. Aku tidak akan pernah mengizinkan adikku berdampingan dengan laki laki
biadab sepertinya." Mencium pucuk kepala Anna. Anna tidak banyak berbicara. Dia tidak tahu harus berkata apa lagi selain menangis. Hanya Tuhan yang tahu bagaimana hancurnya perasaan dia.

"Aku menyayangimu, An. Aku harus melindungimu dari orang orang jahat yang bisa melukaimu. Cukup satu kali aku kehilangan Orang yang ku sayangi karena kelalaianku. Aku tidak akan membiarkannya terjadi lagi padamu," ucap Ken. Anna hanya bisa terisak dalam pelukan Ken. Bahkan, beberapa kali dia memukul dadanya sendiri yang semakin terasa sesak.


***


Sudah lebih dari satu bulan sejak
kematian mendiang istrinya. Ken
terlihat sudah lebih baik dari sebelumnya. Meski pun dia belum bisa menyingkirkan perasaan sedihnya, namun aura mengerikan yang dia miliki telah kembali seperti sebelumnya. Dan yang membuat Ken paling bersemangat, karena kabar yang telah dia terima mengenai putusan persidangan kemarin.

REVENGEWhere stories live. Discover now