32

83 12 1
                                    

"K-kau? Menciumku?" Tiba tiba Joy gugup. Entahlah, dunianya terasa berputar lebih cepat dari biasanya.
Ken menelan salivanya, kemudian
menghela napas.

"Aku benar benar minta maaf, Joy. Itu hanya kecelakaan kecil." Joy mengangguk setuju.

"Ya, itu hanya kecelakaan." Kemudian
tersenyum lega. Hanya itu yang ingin Joy pastikan.

"Kau terbentur, Joy. Dahimu memar." Lagi lagi tangan Ken refleks menyentuh bagian kepala Joy yang sudah memerah. Semua itu terjadi tanpa Ken sadari. Apa itu artinya? Ken sebenarnya memiliki perhatian lebih saat berdua dengan Joy? Atau
mungkin, dia melakukan hal itu hanya karena teringat mendiang istrinya? Sulit di mengerti.

"Benarkah?" Joy menyentuh tempat yang sebelumnya di sentuh oleh Ken.

"Aw, perih," rintihnya pelan.

"Sebentar. Akan ku ambilkan obat obatan." Ken mengambil kotak
yang berukuran tidak terlalu besar
dari dalam tempat khusus di mobilnya.

Joy yang menyadari ponselnya sudah tidak berada di tangannya, mengedarkan matanya untuk mencari benda pipih itu.

"Dimana ponselku? Apa kau melihatnya?" tanyanya pada Andra.

"Sepertinya jatuh di bawah kursi."
Mencoba meraba raba bawah jok mobil tempatnya saat ini duduk. Tidak perlu waktu lama, benda pipih
persegi panjang itu sudah berada dalam genggamannya.

"Ini," katanya seraya memberikan pada Joy.

"Terima kasih," sahut Joy. Kemudian mengecek ponselnya. Dia langsung menghela napas lesu saat mengetahui ponsel tersebut mati. "Pakai acara mati segala. Dia pasti khawatir denganku." Menyesali percakapannya dengan Aiden yang terputus begitu saja.

"Kesampingkan yang lain, Joy. Luka memar di kepalamu lebih penting saat ini." Suara Ken terdengar kesal. Bisa bisanya dalam keadaan terluka saja gadis itu masih memperdulikan orang lain. Dasar.

Dan dengan bodohnya, Joy terlihat begitu pasrah dan patuh dengan apa yang Ken katakan. Dia menyandarkan tubuhnya di kursi mobil. Ken dengan cekatan mengobati luka di kepala Joy lalu menempel perban di kepalanya setelah membersihkannya menggunakan alkohol.

Joy tidak melakukan pergerakan apa pun. Matanya juga terpejam saat Ken mengobati kepalanya. Sedikit pusing yang dia rasakan, tapi masih bisa dia tahan. Selama itu juga Ken diam diam
mengamati paras cantik Joy. Bulu mata lentik, hidung mancung dan bibir sexy membuat Ken susah payah menelan salivanya. Tidak bisa di pungkiri, dalam jarak yang sangat dekat seperti ini, Ken baru menyadari betapa cantiknya Joy.

Entah berapa lama Ken terhanyut dalam lamunannya, sampai dia tidak menyadari jika Joy sudah membuka mata dan menatapnya bingung.

"Kau melamun, Andra?" tanya Joy seraya melambaikan sebelah tangannya di depan wajah Ken.
Ken mengalihkan pandangannya
seraya menggaruk pelipisnya yang
tak gatal. Tahu sendiri kan jika
sudah seperti itu? Artinya Ken
sedang salah tingkah dan mengalihkan rasa gugupnya dengan cara demikian.

"'Sudah selesai. Kau bisa beristirahat selama perjalanan. Pasti sakit kan?" Ken mengalihkan pembicaraan. Joy mengangguk samar.

"Sedikit perih."

*******

"Joy. tidak apa apa jika kau ingin pulang dan beristirahat di rumah." Aiden khawatir melihat kepala Joy dengan perban kecil di kepalanya.

"Tidak, Kak. Aku mana mungkin mengingkari janji yang sudah aku
buat. Lagi pula, besok kau sudah
berangkat ke Jakarta. Entah kapan
lagi kita bisa bertemu."

Ya. Aiden memang akan kembali ke Jakarta sementara waktu untuk mengurus Ayahnya yang sedang sakit sekalian ia akan melihat proyek pembangunan cabang restonya.

REVENGEWhere stories live. Discover now