25

69 10 1
                                    

"Sampai kapan infus ini akan menusuk di dagingku, Nat?" tanya Lucia setelah Nata berhasil memeriksa kondisi kesehatan ibu kandung Ken itu.

"Selama Tante tidak berpikir keras dan mau mengatur pola makan teratur, aku pastikan jarum sialan itu tidak akan pernah menembus kulit dan daging tubuh Tante." Sebagai seorang dokter, Nata harus bekerja profesional dan mencari cara untuk menenangkan pasien pasiennya.

Lucia mengangguk paham. Dia masih terlalu lemas untuk mengatakan banyak hal. Terlebih, dia masih terus teringat pada perempuan bernama Joy yang dia sendiri belum kenal. Lucia tak ingin terjadi sesuatu buruk yang menimpa Joy. Dia hanya ingin hidup dengan damai di masa tuanya. Melihat kedua anaknya bahagia tanpa ada aksi balas dendam atau apa pun yang bisa membahayakan nyawanya juga Orang lain.

"Kalau begitu, aku akan keluar. Jika Tante membutuhkan bantuanku, hubungi saja aku kapan pun Tante butuh. Ok." Mengelus lembut pundak Lucia.

"Dan kau, Anna. Lain kesempatan aku akan menagih janjimu yang ingin menaktirku." Nata beralih pada Anna yang masih berada di posisi semula.

"Kau yang tidak punya waktu Mas. Jangan berperan seolah aku melupakan janjiku. Padahal kau sendiri yang selalu mengulur
waktunya." Anna mencebikkan bibirnya. Kesal jika harus membahas pertemuan dengan Nata. Mungkin, jika Lucia tidak sakit saat ini dia tidak akan pernah muncul di rumah itu. Mengesalkan sekali.

Nata yang mendengar terkekeh pelan. Dia sadar diri jika dirinya yang berbuat seperti itu. Hanya saja, menggoda Anna akan sangat menyenangkan baginya. Apa lagi,
saat melihat wajah cemberut Anna
yang menggemaskan. Oh, dia sungguh menginginkan seorang adik perempuan sejak dulu.

Setelah benar benar keluar dari dalam kamar meninggalkan Lucia dan Anna, Ken bersama dua orang orang sahabatnya meluangkan waktu sejenak untuk duduk di taman belakang. Taman yang di penuhi dengan bunga bungabmawar indah nan harum.

"Kau memang tipe laki laki yang setia Ken. Sepertinya aku akan mulai kagum padamu." Kemudian Nata meneguk minuman manis yang telah disediakan untuknya.

"Aku bukan sepertimu yang suka mengoleksi banyak pasangan tapi
tidak satu pun yang kau ajak menikah. Menyedihkan sekali," cibir Ken sekenanya.

Nata memang seorang dokter muda yang sukses dan memiliki karir yang bagus saat ini. Tapi tidak dengan urusan cinta. Bahkan di usianya yang
memasuki tiga puluh satu tahun Nata masih setia menyandang status bujangan. Tidak jauh berbeda dari Kai, yang betah menjomblo. Perbedaannya hanya satu. Jika Nata memiliki banyak mantan, maka tidak dengan Kai. Laki laki itu hanya memiliki beberapa perempuan yang pernah dekat dengannya. Bisa di hitung dengan jari. Dan itu pun tidak pernah berlangsung lama. Hanya ada satu orang yang bertahan hingga dua tahun. Selebihnya, hanya hitungan bulan. Kai menyambut pernyataan Ken dengan tawa yang tak bisa dia
sembunyikan. Tapi, itu semua tidak berlangsung lama, saat Ken kembali menyambung ucapannya.

"Kalian berdua sama saja. Sama sama bujang lapuk!" Ken mempertegas kalimat terakhirnya. Kemudian tersenyum puas.

"Kau pikir kau apa sekarang, Ken? Kau sama saja seperti kami. Hanya status kita berbeda. Tapi, tetap saja artinya sama. Sama sama tidak memiliki pasangan. Skakmat. Ken tidak bisa mengelak Ucapan Nata.

"Setidaknya, itu membuktikan aku pernah menikah dan pernah bergelar suami. Kalian tidak pernah, bukan? Kasihan sekali." Bukan Ken namanya jika tidak menang dalam urusan berdebat. Apa pun bisa dia jadikan bahan untuk memenangkan perdebatan, apa lagi jika orang lain yang memulainya. Lupakan persoalan mengenai bujang lapuk atau pun duda. Masih ada hal penting yang akan Ken sampaikan.

"Aku dan Kai besok akan pergi ke Surabaya. Jadi, aku harap kau bisa
memantau mama setiap harinya Nat. Berkunjunglah setiap hari untuk memastikan jika kesehatan mama tidak menurun."

REVENGEWhere stories live. Discover now