8

100 13 3
                                    

Tidak seperti seperti pagi pagi sebelumnya. Matahari seolah enggan untuk menampilkan jati dirinya yang berkilau. Terlebih, awan mendung yang tetap setia menghalang sinar mentari. Mungkin saja sengaja, seperti isyarat jika masih ada beban
kesedihan atas suasana duka yang
menyelimuti. Bukan hanya duka yang mendalam, jerit tangis kepedihan dan kehilangan masih terdengar jelas, memenuhi rongga telinga. Mengoyak hati dan peras siapapun yang mendengarnya.

Tanah kuburan yang masih basah, seolah dibanjiri lagi dengan air mata yang tak berkesudahan. Tangisan itu tentu saja berasal dari keluarga mendiang Zella. Suami, mertua, adik ipar, serta keluarga besar lainnya merasa sangat terpukul dan kehilangan. Terutama Ken. Dunianya terasa hancur melihat gundukan tanah yang dipenuhi dengan bunga segar yang menimbun tubuh istrinya.

Separuh jiwanya telah pergi untuk selama lamanya, meninggalkannya
tanpa berpamitan lebih dahulu. Sulit untuk menerimanya dengan lapang dada dan merelakan perempuan yang dia cintai pergi ke alam lain yang lebih kekal. Jika diizinkan untuk meminta keajaiban, dia hanya ingin meminta agar sang istri dikembalikan padanya dan bisa hidup berdampingan dengannya.

Satu persatu pelayat meninggalkan lokasi pemakaman. Menyisakan Ken, Lucia dan Anna. Tiga orang itu tampaknya larut dalam kesedihan. Tapi, buru buru Anna menyadarkan ibunya hingga Lucia tabah kembali.

"Ma, ayo kita pulang," ajak Anna.

"Sepertinya hujan akan turun deras." Mendongakkan kepalanya, menatap awan hitam disertai dengan kilatan kecil yang melintas di atasnya. Lucia mengangguk. Dia berdiri untuk mendekati putra sulungnya yang masih memandangi nisan sang istri.

"Ken. Kita harus pulang, Nak." Mengelus lembut punggung putranya. Seolah ingin memberikan kekuatan pada Ken. Ken menghela napas panjang sejenak. Membiarkan kacamata hitam yang sejak tadi bertengger di hidung mancungnya, menutupi mata sembabnya.

 Membiarkan kacamata hitam yang sejak tadi bertengger di hidung mancungnya, menutupi mata sembabnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Aku masih ingin disini, Ma," sahut Ken kemudian.

"Mas, tapi-" Anna menghentikan ucapannya begitu melihat Lucia
menggelengkan kepalanya. Anna tahu jika ibunya menyetujui keinginan Ken. Terpaksa, Anna harus menurut. Meski pun dia tidak tega melihat Ken berlarut larut dalam kesedihan. Tapi, disisi lain dia juga bisa merasakan
penderitaan yang kini tengah menyelimuti benak Ken.

"Baiklah. Aku dan Mama akan menunggu didalam mobil. Jangan
terlalu lama, Mas," sambungnya dengan sangat hati hati. Tak ingin
membuat Ken tersinggung atas Ucapannya.

Ken menundukkan kepalanya. Air matanya jatuh bercucuran hingga kembali membasahi tanah pemakaman sang istri. Bersamaan
dengan itu, hujan deras turut serta  membasahi bumi, seolah mendukung suasana hati Ken yang sedang pilu.

"Aku berjanji akan membalas dendam pada mereka. Demi Tuhan. Aku akan membuat mereka membayar semua yang telah mereka lakukan padamu, Zella. Aku bersumpah!"

"Darah di bayar darah, nyawa di bayar nyawa. Aku bersumpah akan membalas semuanya. Aku bersumpah!!" Ken berteriak keras. Meskipun suaranya teredam dengan derasnya air hujan, dia tetap melampiaskan amarah dan sakit
hatinya. Janjinya untuk membalas dendam akan dia tepati. Tidak peduli apapun yang terjadi setelahnya. Dia pastikan jika istrinya akan mendapat keadilan melalui tangannya sendiri.

REVENGEWhere stories live. Discover now