37

66 12 0
                                    

"Kak, kau berjanji padaku untuk tetap bertahan sampai kita bisa bersama kembali. Tapi kenapa kau meninggalkanku secepat ini." Joy meratapi kepergiaan sang kakak
untuk selamanya. Dia memeluk gundukan tanah yang masih basah itu, tanpa peduli orang orang yang masih tinggal untuk menemani.

Tidak seperti pemakaman pada umumnya. Pelayat yang mengantarkan jenazah sang kakak hanya sedikit. Bisa di hitung dengan jari. Mengingat, kondisi Axel yang berstatus sebagai tahanan. Bahkan, tidak ada satu pun keluarga yang hadir selain dirinya.

Sungguh pilu hati Joy. Matanya yang sembab serta suara yang serak cukup menjadi bukti betapa hancurnya dia saat ini. Belum sempat menikmati waktu dan mengukir banyak kenangan indah bersama, Joy menyesali takdir yang seolah kejam menimpanya.

"Lihatlah, Kak. Aku sendirian. Kau tega meninggalkan aku dalam keadaan seperti ini. Kak, aku sendirian." Suara Joy semakin lirih dan nyaris teredam dengan isakan tangisnya.

Kehilangan kedua orang tua dan saudara dalam usia yang masih muda, merupakan beban tersendiri bagi Joy. Banyak hal yang akan dia lewatkan sendirian tanpa hadirnya orang orang yang dia sayangi. Joy ingin marah, menuntut, dan memaki takdir saat ini. Tapi, dia tidak tahu harus mengajukannya pada siapa.

"Kak. Aku berjanji, akan membuat
menyesal, orang yang telah menyiksamu selama ini. Dia akan bertekuk lutut di hadapanku,
memohon ampun padaku." Sambil
terisak Joy mengukuhkan janjinya.

Joy tidak dendam. Sungguh. Dia hanya akan membuat orang orang di balik penyiksaan yang di lakukan pada kakaknya, akan bersujud memohon maafnya. Beberapa orang saling pandang mendengar ucapan yang Joy lontarkan dari mulutnya. Mereka tahu, pelaku utama di balik penyiksaan yang terjadi pada Mendiang kakak Joy, tak bukan adalah Ken. Laki laki yang saat ini juga berada di tempat yang sama dengan Joy.

Di balik kacamata hitamnya, Ken menatap marah pada Joy. Tapi dalam waktu yang bersamaan, muncul perasaan iba yang sungguh membuatnya gelisah. Suasana pemakaman terasa semakin menyedihkan saat Joy mengelus batu nisan bertuliskan nama Axel di dalamnya. Beberapa kali dia juga menciumi batu nisan tersebut.

Air mata Joy tidak berhenti mengalir. Kesedihannya seolah tak ingin pergi bersama dengan awan rintik air hujan yang turun dari langit. Setengah jam sebelum pemakaman berlangsung, langit sore terlihat mendung dengan awan awan kelabu yang menghiasi. Semesta sepertinya turut merasakan kesedihan yang Joy rasakan. Seolah ikut menangis dan ingin memeluk gadis itu dengan rintik hujan dan awan kelabu.

Ken menyamakan tingginya dengan Joy. Dia akan memulai kembali drama yang akan di mainkan. Memberi kode pada dua bodyguard yang dia pekerjakan pada Joy, serta dua orang lainnya yang memiliki hubungan sangat dekat dengannya, Ken meminta mereka satu persatu untuk menjauh setelah mengucapkan rasa berbela sungkawa pada gadis muda itu. Setelahnya, Ken menyamaratakan
tingginya dengan Joy. Tangannya bergerak mengelus lembut pundak Joy.

"Aku turut berduka cita, Joy, Ku harap, kau bisa tegar dan tabah menerima semua ini." Joy menggelengkan kepalanya samar, tanpa menoleh sedikit pun pada Ken, Joy menjawab,

"Aku tidak memiliki siapa siapa lagi saat ini. Mereka semua sudah pergi
meninggalkanku. Aku tidak bisa
tabah, An. Tidak bisa." Tangan Joy meremat tanah kuburan yang basah. Dia marah, kesal, benci dan muak pada jalan hidupnya. Ken menarik tubuh Joy sampai keduanya berhadapan.

"Lihat aku, Joy." Menggerakkan dengan lembut dagu Joy dengan jempol tangannya hingga netra keduanya bertemu.

"Kau harus bisa menjalani hari harimu dengan baik. Aku tahu, kau mampu." Mengangguk untuk meyakinkan Joy. Mata Joy yang basah tidak bisa berbohong. Dia benar benar putus asa dan rapuh. Joy hanya bisa menggelengkan kepalanya. Tangisnya yang deras membuat Ken tiba tiba berubah tujuan. Entah kenapa hati Ken sakit melihat Joy menangis pilu di depan matanya. Sepertinya, gejolak yang tak tahu asalnya, kembali bangkit untuk mencari tahu kebenaran tentang apa yang sebenarnya dia rasakan.

"Aku sendirian. Aku tidak memiliki siapa pun." Joy mengulang kembali kata kata yang paling membuatnya bersedih. Tidak sanggup lagi untuk
mengatakan hal lainnya.

Ken memeluk Joy. Di kecupnya pucuk kepala Joy dengan lembut. Begitu pula tangannya yang mengelus punggung gadis itu. Berharap bisa memberikan
ketenangan walau sedikit.

"Kau akan memiliki aku, Joy. Aku akan menggantikan mereka untuk
melindungimu. Tapi, aku tidak akan merebut posisi mereka darimu. Aku akan selalu ada di sampingmu."
Kalimat itu meluncur bebas dari
mulut Ken, spontan begitu saja. Hati dan pikiran Ken seolah bertolak belakang. Pikirannya sangat membenci dan ingin menghancurkan Joy. Tapi tidak dengan hati kecilnya, yang justru ingin melindungi dan menyayangi gadis itu.

Tolonglah. Ken sepertinya akan bertengkar dengan dirinya sendiri. Joy semakin terisak dalam pelukan Ken. Tangannya perlahan melingkar di punggung lebar laki laki itu. Joy tidak tahu harus menjawab apa. Dia tidak bisa berpikir jernih saat ini. Dia terlalu sedih kehilangan satu satunya anggota keluarga yang dia cintai. Laki laki kedua setelah sang ayah, yang berhasil membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Seburuk apa pun kelakuan Axel dimata orang orang semasa hidupnya. Dia tetaplah seorang kakak yang Joy hormati dan sayangi. Kakaknya yang telah banyak
berjasa untuk kehidupannya yang layak. Seperti saat ini.

"Jangan bersedih, Joy. Aku ada bersamamu," bisik Ken dengan
mata yang terpejam.

Rasanya, Ken sangat nyaman memeluk Joy seperti itu. Dia tidak ingin melepaskan pelukannya sampai Joy benar benar tenang. Tidak peduli dengan air hujan yang akan mengguyur tubuh keduanya. Ken hanya ingin memastikan jika gadis yang telah menarik perhatiannya itu bisa bernapas dengan tenang seperti
semula.

"Tidak apa jika kau ingin menangis. Sekalian pukul aku agar kau merasa lega. Tapi setelah ini tolong untuk tenang dan berbesar hati menerima keadaanmu. Aku tidak akan meninggalkanmu." Ken seolah sedang mengucap janji pada perempuan itu. Dia tidak sadar jika itu bisa menimbulkan kekacauan tersendiri untuknya.

Tapi, Ken tidak peduli. Saat bersama Joy, dia hanya ingin melihat gadis itu tersenyum cerah dan girang seperti sebelumnya, saat mereka bertemu beberapa kali.

"Jangan membuatku merasa
sendirian, An." Suara Joy yang nyaris teredam dalam dada bidang Ken, membuat Ken membalasnya dengan anggukan kepala.

"Aku berjanji itu tidak akan terjadi, Joy. Percayalah padaku. Aku ingin melihatmu terus tersenyum seperti biasanya." Keduanya semakin mengeratkan pelukan. Ken sampai tidak sadar jika dirinya terus mencium kepala Joy dengan perasaan yang sungguh sungguh. Seketika keinginan balas dendam di hatinya hilang begitu saja. Tergantikan dengan rasa ingin memiliki dan melindungi.

Dari tempat yang cukup berjarak. Terlihat sosok perempuan sedang
mengamati kedua orang yang saling menguatkan di depan tanah pemakaman yang masih basah. Air mata perempuan itu juga mengalir deras seperti Joy. Bukan karena menangisi sosok yang telah terkubur oleh tanah, melainkan karena seorang gadis muda seumurannya yang harus hidup sendiri dan menerima hukuman atas perbuatan yang tidak dia lakukan. Tapi, bibirnya melengkung sempurna saat melihat laki laki yang sangat dia kenali bergerak memeluk dan mencium gadis itu. Meski pun tidak bisa mendengar percakapan antara keduanya, tapi dia sangat yakin jika laki laki itu akan membuktikan ucapannya.

"Aku tahu, kau bukan bajingan yang rela menyakiti seorang gadis yang tak bersalah hanya untuk melampiaskan dendammu, Mas." Ya, perempuan yang sejak tadi mengamati dari dalam mobil itu adalah Anna. Adik kandung Ken, sekaligus mantan tunangan mendiang Axel. Yang artinya, dia pernah menjadi calon kakak ipar Joy.

REVENGEWhere stories live. Discover now