19

74 8 2
                                    

Mata Joy terpejam sejenak mendengar alunan sebuah lagu yang berasal dari dalam earphone yang tersambung dengan ponsel miliknya. Saat ini Joy sedang berada di dalam sebuah taxi yang akan mengantarnya menuju bandara.

Setelah seharian penuh berpikir, Joy akhirnya mengambil keputusan untuk pergi meninggalkan Indonesia menuju sebuah negara asing yang tak
pernah dia kunjungi sebelumnya.
Ada kesedihan yang ia rasakan saat ini. Sebelum dia pergi, dia bahkan tidak bisa menemui kakaknya terlebih dahulu karena permintaan dari Axel sendiri. Kesedihan lainnya Joy harus memulai hidupnya sendiri tanpa mengenal siapa pun di negara yang akan dia kunjungi dan tinggali
selama beberapa tahun ke depan.

Menjadi seorang yatim piatu di
usianya yang masih sangat muda,
mengharuskan Joy terbiasa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Joy bukan tidak memiliki teman dan keluarga selama tinggal di Australia, hanya saja, Joy tidak pernah menceritakan kesulitannya pada siapa pun. Sampai dia terbiasa mandiri dan menjalani semuanya serba sendiri.

"Nona. Kita hampir sampai," ucap sopir taxi melirik Joy dari dalam pantulan kaca tengah. Takut jika perempuan itu benar benar tertidur lelap. Volume musik yang tidak terlalu besar memudahkan Joy mendengar suara sopir taxi tersebut. Joy melepas earphone miliknya.

"Oh, iya, Pak." Seraya tersenyum
tipis. Joy merapikan rambutnya
menggunakan jari jari tangannya.
Kemudian menyampirkan tas di
pundaknya. Joy memakai topi yang menutupi separuh wajahnya, tak lupa ia juga membawa masker yang akan dipakainya nanti saat akan turun dari taxi untuk menutupi bagian mulut dan hidungnya. Semua itu sesuai perintah sang kakak.

"Jangan lupa gunakan topi, juga masker, selama kamu berada di bandara, Joy

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Jangan lupa gunakan topi, juga masker, selama kamu berada di bandara, Joy."

"Memangnya kenapa aku harus memakai itu semua? Apa Kakak tidak ingin wajah cantikku membius para pria di sana?" Menaik turunkan alisnya sambil tersenyum menggoda.
Axel terkekeh pelan melihat kepercayaan diri yang dimiliki
adiknya.

"Itu salah satunya. Bandara bukan tempat yang tepat untuk menunjukkan wajah aslimu, Joy. Orang orang Ken akan berkeliaran di tempat tempat seperti itu untuk mencari para musuh. Jadi, selama kamu masih berada di kota ini, jangan pernah lengah, Joy. Tolong, jangan abaikan Ucapanku ini." Kira kira begitulah isi percakapan antara Joy dan Axel di menit menit terakhir pertemuan mereka.

Mobil taxi yang Joy naiki sudah berhenti. Di bantu dengan sang sopir, Joy menurunkan dua koper besar miliknya dari bagasi mobil. Setelah membayar penuh, Joy berjalan masuk ke dalam bandara. Tapi, baru dua langkah kakinya bergerak, dua orang laki laki berbeda umur dengan setelan jas yang rapi, datang menghampirinya.

"Nona Joy Gabriela Maheswari?" sapa
laki laki paruh baya di hadapannya.
Awalnya Joy tidak menyahut. Dari balik kacamata topinya Joy mengintip
memperhatikan dengan teliti dua laki laki yang tiba tiba muncul di hadapannya itu.

"Perkenalkan, aku Mike, pengacara Tuan Axel, kakakmnu." Mengulurkan tangannya pada Joy.

"Oh, ya." Joy menyambut uluran tangan laki laki bernama Mike itu.

"Aku Joy" ucapnya.

"Apa bisa kita bicara sebentar, Nona? Ada beberapa hal yang harus aku sampaikan padamu."

"Bisa. Dimana?" tanya Joy tanpa
melepaskan Topi atau pun masker yang dia gunakan.

"Di Sana saja." Mike menunjuk sebuah kursi kosong yang berada tak jauh dari keduanya.

Mike, Joy dan seorang pria yang lebih muda lainnya, berjalan menuju kursi. Dua koper Joy kini berada di tangan laki laki muda itu, setelah mendapat persetujuan dari Joy untuk membantu membawanya.

"Darimana kalian tahu kalau aku berada di sini?" tanya Joy seraya melepas maskernya. Laki laki bernama Mike itu tersenyum, kemudian mengeluarkan beberapa map dalam tas kerja yang dia bawa.

"Kemarin, Tuan Axel memintaku untuk menemuinya. Dia juga memintaku untuk memberikan ini padamu. Silahkan di lihat." Menyodorkan dua map coklat pada Joy. Tanpa menunggu waktu lama,
Joy membuka map tersebut dan
mengeluarkan isi di dalamnya.

Mata Joy bergerak membaca seluruh tulisan di atas kertas tersebut. Pada lembar terakhir, Joy sedikit melebarkan bola matanya mendapati namanya tercantum di dalam kertas tersebut.

"Ini surat apa? Kenapa ada namaku di dalamnya?" Joy ingin memastikan kebenarannya.

"Ini surat wasiat, Nona. Lebih tepatnya surat kuasa untuk pembagian harta." Mike menjelaskan.

"Masih ada lagi yang harus aku terima, setelah uang dari kedua orang tuaku?" Joy benar benar kaget. Matanya bahkan terbelalak. Sementara Mike dia sedang menutupi kebingungannya agar tak terlihat oleh Joy. Beruntung, Mike cukup pintar dalam mengenali situasi. Dia dengan cekatan menyimpulkan sesuatu yang dia sendiri tidak yakin kebenarannya.

"Ini di luar harta warisan orang tuamu, Nona. Bangunan ini secara khusus di beli oleh Tuan Axel dari
uangnya sendiri hasil jerih payahnya selama ini."

"Tapi, kakakku tidak pernah bercerita padaku jika dirinya memiliki sebuah rumah dan bangunan lainnya yang berada di kota lain. Dia hanya memiliki satu apartemen dan itu pun sudah terjual untuk membayar denda atas perbuatannya."

"Itu benar, Nona. Satu unit rumah dan bangunan lainnya ini sengaja di beli Tuan Axel menggunakan namaku dan akan diwariskan padamu. Sesuai dengan isi surat yang tersebut." Joy kembali membaca lembaran surat terakhir di tangannya. Dia nyaris tidak percaya jika semua itu berpindah tangan menjadi miliknya.

"Kapan kakak membeli ini semua?" tanya Joy.

"Sekitar tiga tahun yang lalu, sebelum kasus ini menimpa dirinya," sahut Mike.

Joy tidak menjawab. Tiga tahun
belakang, Axel memang tidak pernah mengunjunginya. Mereka hanya berkomunikasi melalui panggilan suara dan panggilan video. Jika di pikir pikir, sudah tidak heran Axel bertindak seperti itu. Pasalnya, Axel memang suka memberikan kejutan untuknya. Tapi, Joy tidak menyangka jika kakaknya telah mempersiapkan
semua untuknya.

"Tuan Axel meminta anda untuk mengunjungi rumah itu, sebelum
anda pergi meninggalkan Indonesia. Bangunan yang akan dijadikan butik itu juga telah siap di gunakan. Tuan Axel berpesan, jika Nona bersedia untuk tinggal di Surabaya, aku yang akan menjadi pengacara tetapmu, untuk membantumu mengurus berbagai macam keperluan dan aku juga akan menyiapkan beberapa bodyguard untuk melindungimu
dan memastikan kau akan aman
selama tinggal di sana."

"Kakak memintaku untuk tinggal
di Surabaya? Apa aku tidak salah
dengar?" Joy menatap penuh tanya pada Mike. Sepertinya dia merasa ada yang aneh dari permintaan Axel yang bertolak belakang saat dirinya bertemu terakhir kali dengan Axel.
Mike tersenyum tipis seraya mengangguk.

"Aku tahu, kau pasti mencurigaiku, Nona. Tuan Axel memang memintamu untuk meninggalkan Indonesia dan memilih tempat yang sulit untuk di kunjungi orang lain. Tapi, itulah adanya." Kemudian mengeluarkan selembar kertas yang telah di lipat dari dalam saku jas yang dia kenakan.

"Ini ada surat untukmu."

"Surat?"

"Iya, dari Tuan Axel. Bacalah.
Setelah itu, kau bisa memutuskan apakah aku berbohong atau tidak."
Joy kembali menerima surat yang
di berikan oleh Mike padanya. Dengan teliti Joy membaca satu persatu kalimat yang tertulis di dalamnya. Joy tidak melewatkan satu kalimat pun. Dia tidak ingin ada kesalahan setelah dirinya mengambil keputusan.

"Benar. Ini tanda tangan kakak. Tapi, kenapa begitu tiba tiba. Kenapa kakak tidak menceritakan padaku jika dia memiliki aset lainnya di Surabaya." Joy membatin.

REVENGEWhere stories live. Discover now