46

65 9 1
                                    

"Aku ucapkan selamat berbahagia untuk kalian berdua." Joy tersenyum bahagia. Dia menyambut uluran tangan perempuan yang mengucapkan selamat untuknya dan segera memeluk perempuan itu.

"Anna, terima kasih. Aku pikir kau tidak akan datang. Karena aku ragu undangannya sampai ke tanganmu."

"Tentu saja aku datang, Joy. Meski pun aku tidak menerima undangannya. Tapi, aku rasa ini adalah hari spesial bagimu. Dan tentu bagiku juga. Karena kita ... sudah menjadi teman sejak hari itu." Sebenarnya bukan itu yang ingin Anna ucapkan. Dia ingin mengatakan jika dirinya dan Joy sudah menjadi keluarga yang sah. Bukan sekedar rekan kerja atau pun teman.

"Aku senang sekali, An. Aku merasa seperti punya saudara perempuan."

"Mulai sekarang kau bisa menganggap aku sebagai saudaramu, Joy. Jika kau butuh sesuatu, kau bisa menghubungi aku. Anggap saja ..." Menjeda ucapannya beberapa detik. "aku adikmu. Meski pun usia kita sama" sambung Anna seraya tersenyum.

Mata Joy berkaca kaca dengan bibir yang menipis sempurna. Terlihat sekali jika dirinya sedang terharu. Ia sampai memeluk Anna beberapa kali sebagai pengalihan agar air matanya tidak berjatuhan.

Berbeda dengan Joy yang terharu dan bahagia. Tubuh Ken mendadak panas dingin. Terlebih saat Anna meminta Joy untuk menganggapnya sebagai adiknya. Perumpamaan itu sebenarnya sindiran keras untuk Ken. Tapi, Ken berusaha untuk tetap tenang dan tak terlihat tegang. Meski pun peluh kecil menghiasi dahinya.

Sementara, kedua sahabat baik Ken justru terlihat lebih santai. Meski pun keduanya sedikit terkejut dengan keberadaan Anna dan seorang perempuan berbaju serba hitam dan memakai masker saat ini. Padahal, Kai sendiri sudah menutupi masalah pernikahan ini dari Anna dan ibunda tercinta Ken. Tapi sepertinya, Kai melupakan kemampuan Anna dalam
mengumpulkan informasi dan memata matai sesuatu. Luar biasa, Darah mafia sepertinya ikut di wariskan ayah Anna untuknya.

"Andra," sapanya beralih pada sang kakak tercinta. "Kau sepertinya memilih perempuan yang tepat. Orang tua dan adikmu pasti sangat menyukai Joy"

Mengulurkan tangannya pada Ken. Sama seperti yang dia lakukan pada Joy. Tapi, kali ini dia tidak akan memeluk kakaknya itu. Hati Anna terlanjur perih melihat perlakuan sang kakak dalam beberapa hari terakhir. Ken hanya mengangguk. Mengulas senyum tipis tanpa ekspresi apa pun. Terlihat datar seperti biasanya.

Kini giliran perempuan berbaju hitam yang memberikan ucapan selamat dan doa pada Joy. Meski hanya terlihat matanya saja, Joy tahu jika usia perempuan itu sudah paruh baya. Perempuan itu menggenggam kedua tangan Joy. Matanya berair, namun terlihat cipit dari sebelumnya. Sepertinya, dia sedang tersenyum pada Joy.

"Tuhan akan memberikan berkah berlimpah untuk rumah tangga kalian berdua. Aku berdoa terbaik untukmu. Semoga kau tetap tegar menjalani kehidupan ini." Lalu memeluk Joy penuh sayang.

Joy tersenyum canggung. Dia sebenarnya penasaran dengan perempuan itu. Terlebih di akhir ucapannya yang seolah mengetahui kisah hidupnya. Disaat bersamaan, Joy juga bisa merasakan dekapan lembut nan hangat perempuan paruh baya itu. Rasanya, Ia sedang mendapatkan kasih sayang dari ibu kandungnya sewaktu masih hidup. Sama persis, bahkan Joy merasa sangat nyaman dalam pelukan perempuan yang tak di kenalinya itu.

"Doaku akan selalu bersamamu." guman perempuan itu. Joy sempat melirik Anna. Dari tatapannya dia seperti sedang bertanya pada adik ipar yang tak dia ketahui statusnya sebagai adik kandung Ken itu.

"Dia mamaku." ucap Anna dengan suara seperti berbisik. Mulut Joy membentuk huruf O dan mengangguk paham. Pantas saja Joy merasa mata Anna dan perempuan bercadar itu sangatlah mirip.

"Apa boleh aku memanggilmu Mama?" tanya Joy seraya merenggangkan pelukannya.

Deg!

Untuk kesekian kalinya, Ken yang hanya memperhatikan nyaris terkena serangan jantung bertubi tubi dari ketiga perempuan yang saling menyapa itu. Ken pikir, Joy akan bersikap normal dan biasa saja saat berhadapan dengan perempuan misterius yang merupakan ibu kandungnya itu. Ternyata di luar perkiraan justru Joy yang terlihat sangat bersemangat.

Lucia mengangguk, Tidak ada penolakan sedikit pun. Hatinya
bahkan bergetar mendengar seorang perempuan asing yang kini telah menjadi menantunya memanggilnya dengan sebutan seperti itu.

"Tentu saja. Anggap aku orang tuamu sendiri, Sayang. Kau berteman dengan Anna, artinya kau juga anakku." Mengelus pundak Joy. Joy tersenyum haru. Sudut matanya bahkan sudah mengaliri sebulir air bening.

"Terima kasih, Ma." Tak lama Lucia merogoh kedalam tas yang dia jinjing. Mengeluarkarn sebuah kotak kaca kecil transparan.

"Joy, Mama hanya bisa memberikan ini sebagai hadiah pernikahanmu." Membuka kotak tersebut dan terlihat jelas sebuah kalung berlian indah di dalamnya.

"Mama harap, kamu akan menyukainya." Jujur saja, Joy tidak pernah berharap hadiah apa pun dari orang lain. Apa lagi perhiasan mahal yang harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Tidak, Joy bukan perempuan matrealistis.

"Ma, ini tidak bisa." Joy menggelengkan kepalanya.

"Hadiah ini terlalu berlebihan." Mendorong mundur tangan Lucia tanpa berniat menyakiti hati mertuanya itu.

"Tidak, Joy. Ini bukan apa apa. Kalung ini, sebenarnya ..." Lucia mengeluarkan kalung berlian dari dalam kotak kaca tersebut. Belum sempat dia melanjutkan Ucapannya, suara Ken tiba tiba membuat Lucia dan Joy menoleh bersamaan.

"Kalung itu ..." Pupil Ken membesar. Jantungnya berdesir begitu menyadari kalung yang akan di berikan oleh Lucia pada Joy, merupakan kalung yang sama yang pernah diberikan oleh Lucia pada mendiang Zella di hari pernikahannya. Persis seperti saat ini.

"Jangan," sambungnya seraya menggelengkan kepalanya.

"Kenapa dengan kalungnya?" tanya Joy dengan dahi yang berkerut.

Ken tampak gelisah. Sesekali dia menyeka sudut kepalanya yang sedikit berkeringat. Bayangan masa lalu saat melangsungkan pernikahan dengan Zella, muncul di benaknya. Ken merasa dirinya telah mengkhianati cinta Zella padanya. Janji sehidup semati yang pernah Ken ucapkan pada mendiang istrinya masih jelas terngiang di telinganya.

"Jangan bilang jika kau juga membeli kalung yang sana untuk Joy?" Anna kembali menyindir dengan elegant. Dia ingin melilhat aksi sang kakak terhadapnya.

"Benarkah?" Kali ini Lucia yang bertanya. Ken tidak menjawab. Dia melirik Joy sebentar sebelum bersuara.

"Aku ke toilet sebentar." Joy mengangguk. Tidak mungkin dia melarang suaminya jika sudah berkaitan dengan panggilan alam. Disusul Nata dan Kai di belakangnya, Ken berjalan sedikit tergesa meninggalkan Joy dan kedua orang yang dia sayangi, serta para tamu undangan yang sedang menikmati hidangan makanan yang tersaji.

Ekor mata Joy tak lepas dari pergerakan sang suami hingga tubuhnya menghilang di balik pintu kaca. Joy merasa ada sesuatu berbeda yang sedang di alami suaminya. Ken tampak khawatir dan seperti orang yang sedang memikirkan sesuatu.

"Joy." Suara Lucia kembali menyadarkannya untuk fokus pada dua orang tamu yang kini telah dia anggap seperti keluarganya sendiri.

"Sebenarnya kalung ini sudah aku berikan pada mendiang menantuku tiga tahun yang lalu. Kalung milikku ini sengaja aku berikan untuknya sebagai rasa sayangku yang teramat besar untuknya.

"Menantu?" tanya Joy terlihat bingung.

"Ya. Dia suami dari kakaknya Anna. Sayangnya, dia sudah terlebih dahulu meninggalkan dunia ini."

"Jadi, Anna punya seorang kakak? Laki laki?"

"Ya. Itu semua benar."

"Dimana dia? Kenapa tidak ada di samping kalian berdua?"

REVENGEWhere stories live. Discover now