16

94 11 5
                                    

Ken turun dari dalam mobil dengan wajah mengerikan. Matanya terfokus pada jendela kaca serta pintu mobilnya yang tergores akibat terkena lemparan sepatu dari perempuan sakit jiwa yang tak dia kenali itu. Sayang sekali pelaku utamanya sudah terlebih dahulu berlari kabur untuk menghindari amukan darinya. Ken akan mengutuk perbuatan perempuan itu yang sudah dengan beraninya merusak mobil kesayangannya.

Sebenarnya, mudah saja bagi Ken untuk menangkap perempuan itu. Terlebih perempuan itu berlari tidak memakai alas kaki apa pun. Sepatu yang dia gunakan untuk melempar mobil Ken, di biarkan tertinggal begitu saja. Sayangnya, Ken tidak peduli atau pun memiliki rasa iba pada perempuan seperti itu. Yang ada dia justru dibuat meradang.

"Jangan sampai aku bertenmu kembali denganmu. Jika itu terjadi, akan ku pastikan kau akan membayar semua perbuatan gilamu itu!"

*******

"Kapan kau tiba?" tanya Ken pada sahabat baiknya yang sudah menunggu kehadirannya sejak satu jam yang lalu.

"Menurutmu?" Kai menjawab dengan pertanyaan pula. Kebiasaan yang akan sulit untuk dihilangkan dari seorang Kai. Ken menggedikkan kedua bahunya bersamaan dengan kepalanya yang menggeleng samar.

"Ada masalah selama di perjalanan?"

"Hanya masalah kecil."

"Kenapa? Barangmu sudah Sampai?"

"Jika tidak ada hambatan seharusnya dua hari lagi sudah sampai di pelabuhan?" Ken mengangguk paham.

Menyelundupkan barang ilegal memang tidak semudah membawa barang barang biasa. Banyak resiko yang harus di tanggung serta harus diperkirakan dengan matang. Akan selalu ada masalah yang terjadi kapan pun sebelum barang barang tersebut sampai ke tangan sang pemilik, jika tidak banyak memiliki orang orang dalam yang berkuasa yang ikut terjun dalam dunia yang sama.

"Ku dengar, kau memiliki satu target besar lagi?" Kai merubah topik pembicaraan.

"Ya. Ini akan semakin menarik dan menjadi puncak pembalasan dendamku." Senyum smirk muncul di wajah tampan Ken. Sudah bisa dia bayangkan bagaimana wajah ketakutan perempuan yang akan menjadi target utamanya. Rencana besar juga telah dia persiapkan sejak
kemarin.

"Dia perempuan?" Kai sebenarnya tidak bertanya. Lebih tepatnya
ingin menyampaikan sebuah pernyataan. Hanya saja, intonasi
bicaranya berubah menjadi sebuah
pertanyaan. Mau tidak mau, Kai
menunggu jawaban dari Ken untuk melanjutkan kembali pernyataannya.

"Ya. Dia perempuan." Pertegas Ken.

"Apa kau tidak berniat untuk meloloskannya dari daftar hitammu?" Kali ini Kai memang mengajukan sebuah pertanyaan. Sorot mata Ken yang tajam mengarah pada sahabat baiknya itu.

"Kau memintaku untuk meloloskannya? Kau ingin aku mengasihaninya, Kai?" Iya. Seharusnya memang begitu. Sayangnya Kai belum bisa mengeluarkan kalimat itu secara langsung. Karena bukan waktu
yang tepat untuk melakukannya.

"Pikirkan baik baik, Ken. Kau memiliki ibu dan adik perempuan. Kau tahu maksudku. Dan aku tidak perlu menjelaskannya lagi." Kai menarik cangkir kopi yang masih menyisakan setengah isinya di dalamnya.

"Tapi, semua keputusan ada di tanganmu. Aku tidak bisa memaksamu." Kai menyesap kembali dua teguk kopi robusta kesukaannya.

"Dan keputusanku tidak akan pernah berubah, Kai. Aku bukan pengecut yang suka mengingkari janjiku sendiri." Tatapan mata Ken sejurus. Dia tidak peduli dengan nasihat apa pun yang dia terima dari orang orang terdekatnya. Jika itu mengenai balas dendam, akan sulit untuknya berbalik arah. Dan mungkin akan mustahil terjadi selain mukjizat yang Tuhan
berikan langsung padanya. Kai menganggukkan kepalanya, sudah tidak heran lagi baginya mendapat jawaban seperti itu dari sahabatnya.

"Jadi, kapan kau akan memulainya?"

"Besok. Dua hari ini aku membiarkannya menikmati hari
hari seperti biasa. Puas puaslah menghirup udara bebas, sebelum
merasakan api neraka yang paling panas, hingga tak ada celah baginya bernapas." Kemudian tertawa mengerikan.

"Kau memang gila, Ken. Seharusnya, kau tidak melakukannya pada seorang perempuan. Jangan sampai kau termakan ucapanmu sendiri dan
berubah haluan seratus delapan
puluh derajat." Kai membatin mengkhawatirkan sikap sahabatnya itu.

"Apa dia cantik?" tanya Kai setelah benar benar menghabiskan isi cangkir tersebut.

"I don't know, but i don't care." Ken memang tidak akan pernah peduli dengan musuh musuhnya. Bahkan, dia sendiri belum melihat sekali pun seperti apa paras perempuan yang menjadi target utamanya.

"Jangan katakan kau belum melihat wajahnya?" tebak Kai sekenanya. Ken menggedikkan kedua bahunya sebagai jawaban. Dengan begitu Kai tidak bertanya lebih lanjut mengenai paras perempuan itu padanya.

"Harusnya kau melihatnya terlebih
dahulu, Ken. Bagaimana kau bisa
melancarkan aksimu jika kau saja
tidak mengetahui wajah aslinya seperti apa." Kai menoleh pada Roy yang sedang sibuk dengan laptop dihadapannya. Sejak tadi laki laki yang telah bekerja selama empat tahun dengan sahabat baiknya itu, terlalu fokus dengan pekerjaannya yang menumpuk.

"Kasihan sekali. Demi mengais pundi pundi rupiah yang berlimpah, sampai rela kerja bagai kuda. Untuk apa memiliki banyak uang tapi tidak memiliki pasangan? Mau kau bawa mandi uangmu itu? Usiamu bahkan dua tahun lebih tua dari kami. Tapi,
tak sekali pun aku mendengarmu
pergi berkencan." Begitulah kira kira ucapan yang pernah Kai lontarkan pada Roy.

"Roy. Beri aku penampakan wajah
perempuan itu. Aku penasaran,
apakah dia cantik dan.. menggairahkan?" Sudut alis Kai naik turun untuk menggoda Ken. Roy hanya menggelengkan kepalanya samar. Dia sudah terbiasa menghadapi kalimat godaan dari sahabat bosnya itu.

Roy berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati kedua laki laki
yang sedang duduk terpisah darinya. Ken dan Kai duduk di sofa, sementara dirinya di meja kerja khusus yang telah disiapkan Ken untuknya.

"Apa perlu aku mengirimnya melalui pesan gambar?" tanya Roy seraya menyodorkan selembar kertas pada Kai.

"Tidak perlu," sahut Kai seraya mengambil alih selembar kertas yang berisi gambar seorang perempuan.

"Tidak perlu," sahut Kai seraya mengambil alih selembar kertas yang berisi gambar seorang perempuan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Wow... Beautiful." Kai berdecak kagum hanya dalam beberapa detik. Dia tidak menyangka jika perempuan bernama Joy itu memiliki paras yang nyaris sempurna dengan tinggi yang semampai dan juga sexy.

"Kau seharusnya menjadikannya sebagai kekasihmu, Ken," ucap Kai seraya tersenyum. Matanya bahkan
belum teralihkan dari selembar
kertas poto tersebut.

"Kau sudah bosan hidup, Kai?" Ken melempar bantal sofa dan tepat mengenai wajah Kai.

"Kampret." Kai tidak sempat mengelak. Beruntung, dia sedang tidak menggunakan kacamatanya.

"Tapi, aku serius Ken. Lihatlah. Dia sangat cantik dan sexy" Kai melempar kertas tersebut di atas meja di hadapan Ken. Ken mengambil kertas tersebut untuk sesaat dia tidak peduli
dengan kecantikan yang di miliki target utamanya. Tapi, detik setelahnya Ken kembali menatap foto tersebut.

"Dia ...?" Matanya membulat sempurna.

"Kau setuju kan denganku? Dia
Sangat can-"

"Roy. Apa kau yakin dia orangnya?" Ken menyela ucapan Kai. Fokusnya tertuju pada Roy yang masih berdiri di hadapannya.

"Yakin sekali, Tuan muda. Joy Gabriela Maheswari. Dia adik kandung Axel satu satunya. Ada masalah, Tuan muda?" tanya Roy hati hati.

"Sialan! Ternyata dia!"

REVENGEWhere stories live. Discover now