30

70 12 1
                                    

Setelah beberapa hari melewati waktu tanpa melakukan aktifitas apa pun. Hari ini Joy bisa kembali menginjakkan kakinya di butik miliknya.

Sejak tadi, dia menyambut beberapa klien yang datang secara mendadak untuk bertemu dengannya. Ada yang ingin memesan langsung busana pesta, ada pula yang ingin menawarkan sponsor untuk butiknya. Joy sangat antusias melakukan pekerjaannya saat ini. Kain, jarum dan benang, seolah menjadi teman baiknya saat berada di butik tersebut. Joy sangat senang berkutat dengan benda benda
tersebut. Mengalihkan sementara
pikiran buruknya mengenai sang
kakak. Meski pun begitu, bukan
berarti Joy melupakan keberadaan kakaknya saat ini.

Saat Joy baru saja mendapat kesempatan untuk merebahkan dirinya di atas sofa di ruang kerjanya, seorang karyawan yang bekerja di butik miliknya masuk setelah mendapat izin darinya.

"Ada apa, Rika?" tanya Joy pada karyawan perempuan yang bernama Rika tersebut.

"Diluar ada tamu yang ingin menemui Kakak." Tidak seperti karyawan pada umumnya yang memanggil atasannya lebih sopan, seperti ibu atau Nona. Joy memilih Kakak sebagai gantinya
jika karyawan itu memiliki umur yang lebih muda darinya. Dan memanggil nama saja jika lebih tua darinya. Tapi, hampir semua karyawannya memanggil dirinya dengan sebutan kakak. Katanya untuk menghargai Joy sebagai pemilik butik tempat mereka bekerja.

"Lagi?" Joy membelalakkan matanya. Sungguh, dia mulai lelah sejak tadi menerima tamu yang tak berhenti. Rika yang melihat hanya bisa tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya.

"Tapi, kali ini seorang pria, Kak. Tampan lagi." Antusias sekali Rika mengatakannya. Matanya bahkan berkedip kedip saat mengatakan
'tampan'.

Sempat berpikir beberapa detik. Joy akhirnya mulai bisa menebak siapa laki laki yang di maksud Rika. Mata Joy beralih pada pergelangan tangannya yang dilingkari dengan sebuah arloji merek ternama.

"Masih jam satu siang. Kenapa cepat sekali dia datang," ucapnya pelan pada dirinya sendiri.

"Suruh dia masuk. Dan tolong siapkan dua minuman dingin ya. Untukku jus mangga saja, dan satu lagi ..." Joy berpikir sejenak mengingat minuman kesukaan Aiden.

"Oh, es jeruk peras. Masih ada kan stok buah di kulkas?" tanya Joy ingin meyakinkan saja.

"Masih, Kak. Baru dua hari yang lalu aku belanja buah buahan. Dan beberapa minuman kaleng, seperti yang pernah Kakak katakan padaku," sahut Rika.

"Ok. Jangan lupa camilannya juga
ya," sambung Joy.

"Siap." Kemudian Rika keluar dari dalam ruang kerja pribadi Joy. Tidak sampai satu menit, Joy kembali menerima seorang tamu. Kali ini, di luar dugaannya. Laki laki tampan yang di maksud Rika bukanlah Aiden.

"Andra?" ucap Joy dengan ekspresi yang sedikit terkejut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Andra?" ucap Joy dengan ekspresi yang sedikit terkejut.

"Boleh aku masuk?" Ken masih berdiri di ambang pintu. Menunggu persetujuan dari Joy.

"Oh, tentu saja. Silahkan masuk." Joy menganggukkan kepalanya seraya tersenyum. Dia harus buru buru merubah keterkejutannya menjadi senyuman, untuk menghargai kedatangan rekan bisnisnya.

"Duduklah dimana pun kau merasa nyaman," ucap Joy.

Ken sudah menjatuhkan bokongnya di atas sofa panjang. Sementara Joy memilih sofa tunggal tempat biasa dia duduk saat menerima tamu. Awalnya Joy agak canggung untuk memulai percakapan. Mengingat, penolakan yang dia lakukan melalui pesan singkat kemarin. Tapi, Joy akan bersikap profesional. Dia tidak ingin
mengecewakan koleganya dalam urusan bisnis.

"Apa ada masalah mengenai kerja sama kita?" tanya Joy.

"Tidak." Ken menggelengkan kepalanya.

"Aku hanya ingin bertemu denganmu saja. Apa tidak boleh?" Sudut alis Ken terangkat. Dia mengamati reaksi yang akan di berikan oleh Joy.

"Oh, tentu saja boleh. Aku hanya
terkejut saja," sahut Joy jujur.

"Apa ada orang lain yang kau harapkan untuk datang?" Ken
memancing lagi. Rasa penasarannya semakin tinggi mengenai gadis itu. Joy menggelengkan kepalanya.

"Tidak juga."

"Apa kau sibuk, Joy?"

"Sesibuk sibuknya aku, tidak akan
mengalahkan kesibukanmu Andra. Aku hanya seorang owner butik. Sementara kau, pengusaha sukses yang sudah pasti memiliki jam terbang yang lebih banyak di banding aku." Joy mencoba mencairkan suasana agar tidak kaku. Khususnya, pada kerja detak jantungnya yang saat ini memompa dua kali lebih cepat dari biasanya.

Entah kenapa, Joy merasa ada sesuatu yang bergetar dalam hatinya saat matanya saling bertumbuk pada netra pekat milik Ken. Joy  memiliki banyak teman laki laki saat tinggal di Australia. Tentu saja semuanya tampan dan memikat banyak perempuan. Tapi, tidak sekali pun Joy merasakan hal yang seperti ini saat bersama Ken. Ah. Mungkin Joy hanya kagum saja dengan mahakarya Tuhan yang nyaris sempurna di hadapannya saat ini.

"Itu artinya, aku bisa mengajakmu
makan siang di luar?" Ken tidak ingin mengulur waktu. Dia akan menggunakan kesempatan emas
ini untuk menjebak Joy agar semakin terperangkap dalam pesonanya. Ken sudah menyiapkan rencana baru untuk Joy.

"Sekarang?" tanya Joy seperti
tidak percaya. Ken menganggukkan kepalanya.

"Apa kau sudah makan siang?"

"Kebetulan belum."

"Jadi, kau tidak keberatan bukan?" Sebenarnya Joy ingin menolak. Dia khawatir Aiden akan tiba lebih awal untuk mengajaknya pergi, seperti yang sudah dijanjikan. Tapi, dia tidak mungkin menolak Ken yang sudah ada di depan matanya.

"Tentu saja tidak," sahut Joy.

"Tapi, aku tidak bisa lama." Ken menatap Joy dengan intens beberapa detik. Sudah dia duga, Joy akan menjawab seperti itu karena tidak ingin membatalkan janjinya pada Aiden.

"Tidak masalah. Kita hanya akan pergi makan siang."

"Baiklah."

Tak lama, keduanya bergegas keluar. Bersamaan dengan Rika yang baru saja muncul membawa dua gelas minuman dingin dan beberapa camilan di atas nampan yang dia pegang.

"Loh, mau kemana, Kak?" Rika mengerutkan dahinya melihat dua orang itu berdiri di depan pintu.

"Ah. Maaf sekali, Rika. Aku dan Andra harus pergi. Itu bisa kau minum saja," sahut Joy. Rika tidak banyak bertanya. Dia hanya menganggukkan kepalanya
dan membiarkan Joy pergi bersama Ken.

"Apa mereka akan berkencan?" tanya Rika dengan suara yang sangat pelan.

"Oh, aku tidak membayangkan, akan jadi seperti apa anak anak mereka nanti setelah mereka menikah nanti. Yang satu cantik, yang satu tampan. Ah... Sempurna sekali kalian berdua." Pemikiran Rika sudah berkeliaran jauh setelah melihat Joy dan Ken berjalan berdua.

Meninggalkan Rika dengan segala imajinasinya, Ken dan Joy sudah berada di dalam mobil mewah milik Ken, setelah Joy meminta Frans dan Leo untuk tidak mengikutinya dan
mempercayainya untuk sekali ini saja. Dan hebatnya lagi, kedua bodyguardnya itu tidak membantah atau pun banyak bertanya. Berbeda jauh saat dirinya akan pergi sendirian.

Padahal, Ken bisa saja berpotensi
mencelakainya, tapi kenapa dua laki laki kekar itu justru terlihat sangat santai? Sudahlah, Joy tidak ingin berpikiran yang aneh aneh pada kedua bodyguardnya. Lagi pula, suatu kebebasan bagi Joy pergi tanpa di temani mereka berdua.

"Kau ada alergi makanan, Joy? tanya Ken dengan mata yang terfokus pada jalanan di depannya. Tanpa perlu berpikir, Joy menggelengkan kepalanya. Dia hanya tidak yakin akan hal itu. Tapi, dia lebih percaya jika tubuhnya bisa menyaring semua
makanan dan minuman yang masuk.

"Aku rasa tidak." Ken mengangguk samar. Padahal, jika Joy memiliki alergi makanan, akan sangat menyenangkan untuknya. Dia bisa menyiksa Joy dengan salah satu cara itu. Sayang sekali.

"Kau ingin makan apa?" tanya Ken lagi.

"Apa pun. Aku ikut pilihanm
saja."

REVENGEWhere stories live. Discover now