13

90 13 3
                                    

Dua tahun kemudian.

Hari terus berjalan seperti biasanya. Tidak ada kata kata berakhir bagi Ken untuk terus melancarkan aksi balas
dendamnya pada para pelaku biadab yang telah merenggut nyawa istrinya.
Selama dua tahun terakhir ini Ken sudah banyak menyiksa orang orang yang tidak bersalah. Terutama keluarga Axel. Laki laki yang pernah memiliki status sebagai pacar mendiang istrinya itu sampai dibuat menderita batin selama berada di dalam tahanan. Satu persatu keluarga terdekat Axel menjadi hancur, baik dari segi karir mau pun dari segi psikologis. Ada pula yang meregang nya karena mencoba melakukan perlawanan. Ken tidak peduli jika dirinya dijuluki sebagai pembunuh berdarah dingin. Dia hanya ingin menuntaskan rasa dendam yang
masih bergelora dalam jiwa.

Jika istrinya berakhir dengan cara
yang baik, tentu saja Ken tidak akan pernah melakukan hal mengerikan seperti ini. Bukannya tidak terima dengan takdir yang sudah tertulis, hanya saja Ken ingin memberikan keadilan pada istrinya dengan caranya sendiri. Meski pun itu salah.

Saat ini, Ken sedang sibuk dengan
tanaman bunga mawar peninggalan sang istri yang sedang bermekaran di taman belakang. Beberapa tangkai bunga mawar putih sengaja dia petik untuk dia rangkai menjadi buket yang indah. Di padukan dengan mawar merah yang tak kalah indahnya.

Selama ini, Ken selalu meminta tukang kebun untuk mengurus taman bunga peninggalan istrinya itu. Jika tak sibuk dan memiliki waktu luang dirumah, Ken akan turun tangan untuk merawat bunga bunga indah tersebut. Bukan hanya Ken, Lucia dan Anna juga tak ketinggalan untuk terjun langsung disana. Seperti saat ini, Lucia dan Anna membantu Ken untuk merangkai bunga bunga tersebut. Mulai dari memilah, hingga merapikannya.

"Aku rasa ini sudah cukup, Mas." Anna melepaskan sarung tangan
yang dia gunakan selama memetik
bunga mawar. Ken menoleh, memastikan seberapa banyak tangkai bunga yang berhasil dia dan adiknya
kumpulkan.

"Yang merah sudah cukup. Tapi yang putih masih kurang sedikit. Duduklah biar aku yang mengambil sisanya," ucap Ken. Anna mengangguk patuh. Dia bergabung bersama ibunya yang
sedang merangkai bunga bunga mawar tersebut untuk dijadikan buket bunga yang segar dan indah.

"Apa kamu mendatangi panti asuhan yang sama dengan tahun lalu, Ken?" Lucia bertanya mengenai donasi dan acara amal yang akan Ken lakukan untuk mengenang dua tahun kepergian istri tercintanya.

"Iya, Ma." Ken menganggukkan kepalanya. "Aku juga mendatangi dua panti asuhan lainnya. Dan menyumbang untuk para korban banjir atas nama istriku," sambung
Ken membenarkan.

Lucia tersenyum hangat. Tidak perlu diragukan lagi, meski pun putra sulungnya terkenal arogan dan mengerikan, tetap saja dia memiliki hati yang sangat baik untuk berbagi pada orang orang yang membutuhkan. Bahkan, jauh sebelum Zella meninggal pun Ken sudah rutin melakukan kegiatan amal dan berdonasi pada yayasan yang tepat sasaran. Ken juga pernah memberikan sepuluh tempat tinggal yang layak sebagai rasa terima kasihnya untuk para pemulung yang pernah menolongnya menyelamatkan
benda kesayangannya yang tak sengaja terbuang bersama tumpukan sampah.

"Zella pasti akan merasa bangga memiliki suami yang baik sepertimu," puji Lucia dan hanya disambut dengan senyum tipis oleh Ken.

Ken menyudahi kegiatannya memetik bunga. Dia ikut bergabung bersama kedua orang perempuan yang sangat berarti dalam hidupnya. Belum sempat duduk ponsel Ken tiba tiba berdering. Nada panggilan khusus itu menandakan jika si penelpon adalah orang orang kepercayaannya. Benar saja nama Roy tertera jelas layar datar itu.

"Katakan," ucap Ken sebagai pembuka. Bukan salam, melainkan nada perintah yang dia lontarkan
untuk sekretarisnya itu.

"Ada kabar terbaru mengenai Axel, Tuan muda." Suara Roy dari seberang sana sangat terdengar jelas. Hingga membuat Ken mengetatkan rahangnya. Ken akan selalu bersikap seperti itu jika berhubungan dengan Axel. Seolah rasa bencinya sudah
mendarah daging.

REVENGEWhere stories live. Discover now