21

66 9 0
                                    

Rasanya butuh waktu lebih dari
satu hari untuk Joy mengelilingi
pekarangan villa yang berukuran
luas itu. Setelah seharian beristirahat, hari ini Joy memilih untuk melihat satu persatu sudut ruang yang ada di dalam villa tersebut.

Memiliki setidaknya lima kamar,dan ruang ruang besar lainnya, Joy di buat takjub dengan pencapaian sang kakak. Tidak sempat terbayang olehnya jika kakaknya akan membangun hunian semewah ini. Joy juga sempat bertanya tanya sebenarnya pekerjaan sampingan apa yang digeluti kakaknya selain menjadi Owner sebuah cafe besar di kota Jakarta. Selama ini Joy memang banyak melewatkan momen bersama sang kakak, hingga dirinya tidak mengetahui dengan jelas sumber kekayaan saudara kandungnya itu. Joy menghentikan langkah kakinya tiba tiba. Matanya mengedar ke sekeliling untuk mencari tahu keberadaannya saat ini.

"Ini dimana ya? Kenapa aku tidak
menemukan jalan kembali ke dalam?" Joy menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia benar benar di buat bingung dengan banyaknya pintu yang bisa menembus ke berbagai ruangan di dalam villa.

"Ternyata di sini juga ada beberapa paviliun. Wah... Luar biasa," guman Joy dengan segala kekagumannya.

"Satu, dua, tiga, empat .. Lima." Menunjuk satu persatu paviliun yang berjajar rapi dengan jarak yang tak terlalu jauh. Sementara, satu lainnya terpisah cukup jauh dengan ukuran yang lebih besar dari empat paviliun
lainnya. Joy akhirnya tersadar setelah
suara seseorang terdengar dari arah belakangnya.

"Nona, apa yang sedang kau lakukan disini?" Joy berbalik badan mendapati
Bibi Eli sedang berdiri di belakangnya.

"Oh, ini ... aku rasa aku tersesat saat berkeliling villa ini, Bi." Tersenyunm malu menyadari kekonyolannya.

"Jika Nona ingin berkeliling, Nona bisa memintaku atau Bibi Ine untuk menemani. Nona akan terbiasa setelah berkeliling beberapa kali." Bibi Eli dengan senang hati menawarkan pada Joy. Dia akan melakukan pekerjaannya dengan baik dan tidak ingin membuat pemilik villa yang sesungguhnya akan murka hanya karena satu kesalahan saja.

"Aku pikir akan merepotkan Bibi
jika aku minta di temani. Lagi pula, aku hanya ingin berkeliling sebentar. Tapi, tidak sangka akan tersesat di sini."

"Tidak, Nona. Sudah kewajiban kami melayanimu dengan baik." Bibi Eli menunduk sopan.

"Oh ya, Bi. Paviliun ini di gunakan
untuk apa?" tanya Joy yang sudah penasaran. "Dan yang itu, kenapa berbeda?" Menunjuk satu paviliun yang memiliki ukuran dua kali lipat lebih besar dari yang lainnya.

"Untuk tempat tinggal para pelayan, seperti kami, Nona." Untuk pertanyaan berikutnya, Bibi Eli sedikit ragu untuk menjawabnya.

"Yang itu, juga sama. Jika di antara kami ada yang ingin membawa keluarga, maka di perbolehkan untuk tinggal di sana." Fix, kali ini Bibi Eli
berdusta.

"Kenapa tidak tidur di dalam saja? Lagi pula ada banyak kamar di sana."

"Maaf, Nona. Kami mengikuti aturan yang berlaku di rumah ini. Dan kami tidak berani untuk melanggarnya."

Peraturan macam apa itu? Lagi pula, untuk apa membangun hunian sebesar itu jika hanya di tempati satu atau dua orang saja. Seperti saat ini, hanya Joy sendiri yang tinggal di dalam villa. Sementara para pelayan rumah tangga lainnya, terpisah di bangunan yang lainnya. Ah, menyeramkan sekali. Pikir Joy

"Kak Axel yang membuat peraturan itu?" tanya Joy lagi. Perempuan berusia empat puluhan itu menggelengkan kepalanya samar.

"Bu- maksudku, benar Tuan muda Axel yang memerintahkannya." Nyaris saja perempuan itu berada dalam masalah besar, jika saja tidak dengan cepat mulutnya mengerem.

"Ya sudah. Kalau begitu, mulai saat ini, aku yang akan membuat peraturan disini. Karena villa ini sudah beralih nama dan kepemilikannya, maka aku yang berhak memutuskan seperti apa peraturan yang berlaku di rumah ini." Joy bukan berniat memerintah. Tapi, dia ingin merubah beberapa aturan yang di terapkan entah sejak kapan itu.

REVENGEWhere stories live. Discover now