24

71 9 2
                                    

"Kau lapar, Joy?" tanya Aiden setelah keduanya benar benar menyudahi kegiatan lari pagi bersama yang terjadi secara tak sengaja itu. Kepala Joy tertunduk matanya menatap kedua tangan yang kini sedang bergerak pelan di atas perutnya.

"Apa terlihat sekali kalau aku sedang lapar?" Joy balik bertanya.

"Suara perut kosongmu sangat mewakilkan." Aiden terkekeh pelan melihat wajah polos Joy yang sedang menahan rasa malu.

"Maaf. Aku memang selalu lapar di
pagi hari."

"Itu normal, Joy. Aku juga lapar.
Bukan hanya kau." Joy mengedarkan matanya ke sekitar.

"Apa disini tidak ada yang berjualan?"

"Harus berjalan dulu sekitar lima belas menit baru akan ketemu cafe. Itu pun belum buka jam segini." Aiden menggelengkan kepalanya meski pun tidak terlihat oleh Joy.

"Oh. Sayang sekali," ucap Joy sedikit kecewa.

"Apa kau tidak tahu?" tanya Aiden.

"Apanya?" Joy menoleh dan balik
bertanya.

"Kalau di kawasan ini memang jarang menemukan sejenis restoran atau tempat yang menjual jenis makanan lainnya."

"Aku saja tahu darimu, Kak." Joy tidak bohong. Dia memang tidak terlalu memperhatikan sekeliling saat keluar masuk kawasan elit tersebut. Maklum, untuk keluar dari villa itu saja, bisa di hitung dengan jari.

Tiba tiba satu orang laki laki bertubuh besar tinggi turun dari dalam mobil dan berdiri tepat di hadapannya

"Nona. Kau harus pulang." Frans menatap serius pada Joy.

"Kenapa? Apa ada masalah di rumah?" tanya Joy.

"Pagi ini kau harus mengecek ulang persiapan pembukaan butik yang akan berlangsung besok, Nona." Sebenarnya itu hanya alibi Frans saja.

Pasalnya, semua urusan butik sudah di atur oleh kaki tangannya yang lain. Yang jelas, kedatangan Frans saat itu,
untuk menghindari Joy berinteraksi lebih lanjut dengan laki laki asing yang Frans tidak kenali itu.Setelah ini di pastikan jika Frans akan mencari tahu mengenai laki laki yang kini terlihat dekat dengan Joy. Dia perlu waspada, jika tidak ingin menjadi kambing hitam atas kemarahan sang Tuan muda.

"Ah iya. Untung kau mengingatkanku, Frans. Astaga .. Kenapa aku bisa lupa seperti ini." Memukul dahinya sendiri. Kemudian Joy berdiri dari posisinya yang sedang duduk di samping Aiden.

"Aku sungguh minta maaf, Kak. Sepertinya aku tidak bisa menerima ajakanmu kali ini." Joy menampilkan wajah benar benar kecewa. Jangan sampai Aiden berpikir jika dirinya sengaja menolak ajakannya.

"Tidak masalah, Joy." Aiden tersenyum tulus. Sungguh.

"Lain waktu kita akan bertemu
lagi, Kak." Joy berniat untuk masuk ke dalam mobil yang menjemputnya.

"Joy" panggil Aiden hingga membuat Joy menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang.

"Iya?"

"Apa boleh aku meminta nomor ponselmu?" Tanpa pikir panjang Joy
langsung menganggukkan kepalanya. Seraya menjulurkan tangannya.

"Ha?" Aiden sedikit bingung melihat tangan Joy yang terulur. Takut salah mengartikannya.

"Ponselmu? Biar ku simpan nomorku di dalamnya," pinta Joy. Buru buru Aiden memberikan ponselnya pada gadis itu tak lupa senyum cerah terbit di wajahnya. Tangan Joy dengan cepat
mengetik angka angka di layar ponsel milik Aiden, kemudian menyerahkannya kembali pada
sang pemilik.

"Jangan lupa hubungi aku, Kak." Aiden menganggukkan kepalanya.

"Thanks, Joy."

Melihat kedekatan antara Joy dan laki laki asing itu, Frans melemparkan tatapan tajamnya. Sungguh pemandangan yang sangat memuakkan. Jika saja tuan mudanya mengetahui ini, bisa di pastikan Joy akan dilempar jauh ke pedalaman yang jauh dari pemukiman penduduk. Sekalian saja lempar dia ke benua Antartika untuk beternak penguin.

REVENGEWhere stories live. Discover now