Pulang kemana lagi?

40 4 0
                                    

Trauma ini masih bersemayam dalam ragaku.
Entah kesanggupan apa yang dulunya membuatku menjawab "iya" untuk lahir ke dunia.
Banyak telinga namun tak ada satupun saja yang mengerti.
Selalu terus - terusan meneriaki diri sendiri dengan berdebat bersama logika dan perasaan.
Aku bersyukur masih bisa tidur untuk sekedar melepas seluruh rasa sakit ini meski hilangnya hanya sejenak.
Semoga lekas membaik wahai jiwa yang telah rapuh, maaf telah membuatmu keras sampai ku biarkan luka mengering tanpa obat.

Makan malam dimeja makan sambil berbincang - bincang adalah hal yang bisa membuat bahagia itu datang meski sederhana. Tapi tidak dengan devina yang telah kehilangan beberapa orang yang seharusnya berpengaruh bagi hidup devina.

"Bang, besok jadi ke lombok?". Tanya devina dengan memainkan sendok di piring yang sama sekali belum menyentuh makanan di meja.

"Jadi dong cantik, masag gak jadi". Jawab angga dengan sesuap nasi goreng buatan bi sarah.

"Ikut ya bang". Tatap devina memelas.

"Lah, kuliah kamu gimana tinggal 2 semester lagi loh".

"Gak peduli pokoknya ikut". Ujar devina sambil membenamkan wajah dibawah tangannya.

"Dev, kamu gak boleh egois kek gitu, bang angga kesana juga kerja ngurusin perusaan bunda. Kan masih ada bang rio disini, dia gak kemana mana kok". Ujar friska dengan lembut sambil membelai rambut anaknya.

"Iya dev lagian masih ada gue, lo harus terbiasa sama semuanya. Apalagi ntar kalo bang angga udah nikah. Masag lo mau serumah juga sama bang angga dan bininya". Timbrung rio sambil meminum air putih di depannya.

"Udahlah males". Jawab devina sambil berlari menuju ke kamarnya.

"Ya ampun adekmu udah terlalu sayang sama kamu bang, kamu udah bisa gantiin sosok ayah dimatanya sampai dia takut untuk kehilangan kamu". Ujar friska dengan menyandarkan duduknya di kursi makan dengan tatapan kosong kedepan".

"Yaudah bun, angga susul devina dulu. Angga coba bicara baik - baik sama devina, kalian lanjut makan dulu ya". Angga pun segera menyusul devina yang udah ngambek dengan abangnya.

Anggapun mengetuk kamar devina dan ternyata tidak dikunci. Angga dengan pelan masuk ke kamar dan melihat devina duduk di tepian kasur sambil menatap arah balkon.

"Dev, kamu gak boleh gini. Abang disana juga buat masa depan dan keluarga kita juga. Sebulan sekali ntar abang pulang kesini. Janji deh". Ujar angga sambil membelai rambut hitam devina yang ternyata sudah mulai panjang.

"Tau gak sih bang, cuma bang angga yang sayang sama devina, yang sama sekali gak pernah marah sama devina. Apapun yang devina mau selalu abang usahain. Meski setiap hari abang gak selalu nanya gimana hari - hari devina di luar sana, gimana suasana hati devina setiap hari. Tapi itu udah lebih dari cukup devina diperlakukan baik oleh seorang laki - laki yaitu abang devina sendiri". Devina menunduk dengan raut wajah sedih sambil memainkan jari - jarinya yang kini basah karena air mata tak kuasa terbendungnya lagi.

"Maaf kalo selama ini abang gak pernah nanya gimana keseharian devina".

"Gapapa bang. Udah biasa devina pendem sendiri semua. Sampai devina gak tau lagi nyalurin emosi devina lewat apa dan lewat mana. Devina gak tau harus memulai cerita dari mana. Abang taunya aku setiap hari curhatnya sama feby, enggak bang. Devina cuma sekedar sharing dan gak semua feby tau apa yang devina rasain".

"Maafin bang angga belum bisa jadi abang yang baik buat devina. Lain kali kalo ada apa - apa cerita ya. Mulai sekarang apapun itu. Inget kamu juga masih punya bang rio juga".

"Enggak bang devina udah nyaman kek gini. Bahkan untuk sekedar menjadi pendengar setia saja devina bisa tapi devina selalu mencari dimana devina bisa didengar itu yang devina gak bisa temuin. Padahal devina cuma pengen ngeluh sekali aja, cuma pengen didenger sekali aja tanpa dihakimi". Devina pun semakin menangis namun dia terus menahan air matanya agar tak jatuh kembali di hadapan angga.

EccedentesiastWhere stories live. Discover now