Persamaan

31 5 0
                                    

setelah keliling cukup lama, akhirnya mereka menemukan tempat yang cukup nyaman. Yaitu di sebuah cafe namun di tengah - tengah sawah. Menu disana pun juga terbilang cukuo murah - murah. Setelah memesan makanan. Mereka mulai kembali berbincang kembali.

"Tumben lo ngajak gue keluar? Kenapa mesti ada maunya lo". Ujar devina yang menuduh arsen yang tidak - tidak.

"Fitnah lebih kejam daripada fitnes".

"Goblok!".

Merekapun kembali terdiam lagi, entahlah selalu seperti ini. Seperti berlawanan arah dengan kedua pikiran mereka, namun semesta terkadang menyatukan kembali pembahasan mereka.

"Lo tadi dirumah sama siapa?". Tanya arsen.

"Sendiri".

"La terus lo tadi pamit sama siapa?.".

"Sama pembantu gue lah".

Arsen hanya mengangguk dan tidak lama pesanan merekapun datang, mereka segera menyantap hidangan yang ada didepan meja. Selama makan mereka hanya terdiam sambil menikmati view sekitar yang cukup nyaman dan menenangkan. Setelah makan malam selesai mereka kembali memulai topik baru lagi.

"Tugas lo udah selesai?". Tanya arsen sambil mengambil kentang goreng dihadapannya.

"Udah".

"Tadi gue lihat wikan tugasnya masih banyak, kenapa lo udah selesai".

"Bego, kan gue udah kerjain sepulang kuliah tadi".

"Tapi lo ngerjainnya kek cuma - cuma".

"Lo mikir gue ngerjainnya ngawur?".

"Gak gitu lebih ke arah pasrah aja sih".

"Eh luwak, lo pikir otak gue sedangkal itu. Lo gak inget gue pernah jadi duta musik?, terpilih dadi ketua organisasi band di kampus?, terus juara 2 lomba tingkat nasional ngover lagu barat, terus uhukkk uhukkkk". Tiba - tiba devina tersedak.

"Eh nih minum dulu". Arsen memberikan minuman kepada devina.

"Makannya kalo ngomong tu di rem kesedak angin kan lo". Ujar arsen sambil menatap wajah devina yang memerah karena tersedak.

"Ini kena sawan lo".

"Ya berarti sebentar lagi lo baka kena sawan orang paling kece sekampus dong".

"PD banget lu jadi orang".

"Eh pindah duduk disana aja yuk, keknya lebih adem". Arsen beranjak dari tempat duduknya dan beralih ke bangku menghadap kearah sawah.

"Ribet amat sih lo pindah tempat duduk". Ujar devina yang kini duduk di sebelahnya.

"Gue disini kan juga bayar, ya jadi terserah guelah".

"Gue boleh nanys sesuatu?". Tanya arsen yang kini menghadap ke arah devina.

"Apaan?".

"Kenapa cita - cita lo jadi psikolog?".

"Lo tau darimana?".

"Dulu pas OSPEK kan lo tulis cita - cita lo dan lo kalungin di leher lo kan?".

"Oh iya bego gue lupa". Devina menjitak kepalanya sendiri karena ia memang pelupa.

"Bener kan selain bego lo juga pikun".

"Biarin, kok lo masih inget?".

"Ya gak inget sih cuma agak inget aja".

"La terus kenapa lo tanya - tanya soal cita - cita gue?".

"Ya aneh aja gitu, psikolog masuknya ke etnomusikologi".

EccedentesiastWhere stories live. Discover now